Wanita tegar dan nampak kuat itu ternyata memiliki luka dan beban yang luar biasa, kehidupan nya yang indah dan bahagia tak lagi ada setelah ia kehilangan Ayah nya akibat kecelakaan 10 tahun lalu dan Ibunya yang mengidap Demensia sekitar 7 tahun lalu. Luci dipaksa harus bertahan hidup seorang diri dari kejinya kehidupan hingga pada suatu hari ia bertemu seorang pria yang usianya hampir seusia Ayahnya. maka kehidupan Luci yang baru segera dimulai.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rahayu Dewi Astuti, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Mencari Tau
Pria berkaca mata itu sepanjang perjalanan hanya diam, begitupun dengan Luci. Ia masih berpikir jika selama ini dia adalah wanita yang spesial bagi William namun ternyata ia salah.
Tak terasa air matanya terjatuh, sembari melihat kearah jalanan Luci menangis namun mencoba tak bersuara, tapi ternyata diam-diam pria itu memerhatikan Luci dari spion dalam.
"Jangan pernah libatkan perasaanmu dengan Mr. William. Nikmati saja semua kebaikannya tanpa berharap lebih darinya." pekik pria itu dengan nada yang datar.
"Apa kau sering mengantarkan wanita seperti ku? Lalu siapa wanita itu?"
"Hanya beberapa kali, Aku tidak tau."
Pria itu nampak patuh, sehingga ia mampu menjaga rahasia William dengan rapat. Luci kembali diam, isi kepalanya terlalu berisik dengan banyaknya pertanyaan yang belum terjawab.
Kini mereka sudah sampai, pria itu benar-benar mengantar Luci sampai didepan pintu apartemen, dan memastikan jika Luci benar-benar masuk.
"Masuklah, jangan kemana-mana tunggu sampai Mr.William datang." Pria itu menundukan kepalanya kemudian pergi meninggalkan Luci sendiri.
Luci menatap semua ruangan yang sepi ini, mengapa rasanya begitu hampa. Luci benar-benar merasa jika dirinya sudah sangat bergantung pada William.
Luci membaringkan tubuhnya diatas sofa sembari berkali-kali mencari chanel televisi yang asik untuk ditonton namun nihil hari ini tak ada tayangan yang menarik untuk Luci lihat.
waktu sudah semakin sore, namun William belum juga pulang, semakin tak terkontrol pikiran Luci kali ini.
sedangkan dikamar yang luas, sepasang insan sedang memandu kasih begitu liar. William tak henti-henti memberikan rangsangan kepada Maria dan wanita itu tentu saja menikmatinya hingga berkali-kali mengeluarkan suara kenikmatan.
"Aku ingin keintinya, lakukan sekarang." Maria merengek ingin segera bercinta dengan William namun entah apa yang terjadi tiba-tiba William bangkit dari tempat tidur menjauhi wanita yang sudah setengah telanjang itu.
"Kita tidak bisa melakukan ini, pergilah! hubungan kita sudah selesai." William menatap wanita itu dengan aura kebencian sembari merapikan celana dan pakaiannya.
"Apa? kau bisa-bisanya menghentikan permainan ini. munafik! bukannya kau sangat menyukai tubuhku?" Maria nampak marah karena sikap William yang seenaknya.
"Aku hanya ingin memberimu sedikit pelajaran, jika jangan pernah bermain-main denganku."
"Ayolah, semua manusia punya kesalahan, kenapa kau terus saja bersikap begini setelah dua tahun lalu. Jika saja kau tidak mencari anak itu aku tidak mungkin selingkuh." Maria semakin murka.
"Omong kosong!! Kau bahkan hanya memanfaatkan kekayaanku." Wiliam tak kalah murka, bagaimanapun Maria pernah menjadi wanita yang sangat ia sayangi.
"Beri aku satu kali lagi kesempatan, aku akan menjadi seekor anjing kecil yang mematuhi semua perintahmu. Bukankah kau bilang jika aku satu-satunya wanita yang bisa memuaskanmu?" Maria melemah, ia mencoba merayu William yang marah itu.
William berjalan menuju sebuah brangkas besar, ia memasukan kode rahasia untuk membukanya dan betapa terkejut Maria jika didalam brangkas itu terdapat banyak sekali uang. William memasukan beberapa gepok uang kedalam sebuah paper bag.
"Ambil uang ini dan keluar dari rumah ini. jangan pernah muncul dihadapanku lagi." William melemparkan uang itu tepat di pangkuan Maria. "Satu lagi, segera buat surat pengunduran diri dari perusahaanku."
Maria berdecak tak percaya, bukan uang tujuan nya kali ini. Ia justru ingin menarik kembali William kedalam pelukannya seperti dulu. Hanya ada satu solusi pikirnya yaitu menyingkirkan gadis kecil yang baru saja ia temui tadi.
"Aku menolaknya! Kau hanya sedikit marah padaku. Baiklah aku akan pergi kali ini tapi jangan berharap jika aku tak akan menemuimu lagi." Maria mengecup pipi William kemudian pergi meninggalkan kamar pribadi William.
William mendaratkan bokongnya ditepi tempat tidur, mengusap wajahnya kasar ia tak menyangka jika Maria tiba-tiba menemuinya dengan rasa tak bersalah. Ia juga merasa bingung terhadap perasaan nya kini.
Tubuh Maria masih menjadi objek yang bisa memuaskan dirinya, jika saja tadi tak menahan sekuat tenaga mungkin mereka telah bergelut dengan panas diatas ranjang ini.
Langit sudah malam, William masih tak kunjung pulang. Beberapa kali Luci menghubunginya masih saja ponselnya tidak aktif. sampai ia tiba-tiba saja terpikirkan untuk menghubungi Zee. mungkin saja Zee sedikit banyaknya mengetahui mengenai Maria.
ponsel berdering hingga suara seorang perempuan menyapanya dengan ceria.
"Hallo, Zee disini." sapanya.
"Hai Zee, apa kau masih mengingatku? aku Luci."
"Ya.. kenapa kau baru menghubungiku setelah sekian lama."
"Maafkan aku, karena terlalu sibuk memulihkan diri. Apa aku mengganggu mu?" Luci berbasa basi, tak enak jika ia langsung menuju keintinya.
"Katakanlah, aku tau kau ingin menanyakan sesuatu tak perlu berbasa basi." ujar Zee pada Luci.
"Apa kau mengenal seorang wanita bernama Maria?" Tanya Luci sedikit ragu.
"Bagaimana kamu bisa mengetahui nama itu?" Zee nampak terkejut mendengar pertanyaan dari Luci.
"Aku bertemu dengan dia hari ini, tanpa disengaja. Dia begitu akrab dengan William bahkan lebih cenderung seperti wanita penggoda."
"Apa kau ingat wanita yang memberhentikanku bekerja, ya dia adalah Maria. Wanita itu mantan kekasih William."
Mendengar hal itu membuat Luci menjadi lemas, pantas saja wanita itu begitu berani rupanya dia adalah mantan kekasih yang diceritakan oleh Zee pada saat pertama kali mereka bertemu.
"Berhati-hatilah dengan wanita itu, setau ku dia cukup gila untuk menghancurkan seseorang jika kita tidak mengalah." pekik Zee memberi peringatan kepada Luci.
akhirnya mereka mengakhiri panggilannya, Luci berpikir apa yang harus ia lakukan sekarang. Urusan dengan Sabrina saja belum selesai ditambah lagi ada wanita baru yang mungkin saja memiliki niat buruk pada Luci karena ia mengetahui William dekat dengan seorang wanita.
Luci akhirnya memutuskan untuk tidur, dan tak menunggu William. dalam pikirannya kini William sedang menghabiskan waktu bersama wanita itu dan tak akan pulang.
Namun baru saja menarik selimutnya, tiba-tiba Luci mendengar seseorang sedang menekan sandi kunci pintu, ia meyakini jika itu adalah William. dengan cepat Luci keluar dari kamarnya menghampiri William.
"Mengapa kau pulang begitu malam?" Luci berdiri tepat dihadapan William.
"Ada urusan yang perlu aku selesaikan." jawabnya dingin.
Bukannya mengajak Luci bercerita, William tiba-tiba pergi begitu saja meninggalkan Luci, namun dengan sigap Luci menahan tangan William kemudian ia memeriksa leher William yang kemerahan.
"Mengapa lehermu merah? apa kau tersengat serangga?" Luci dengan polos bertanya pada William.
William menepis tangan Luci, "Tidurlah, aku baik-baik saja."
William masuk kedalam kamarnya dan menutup pintunya tanpa mempedulikan keberadaan Luci. Luci kira sambutannya malam ini akan membuat William senang tetapi Luci salah justru William nampak tak senang.
Didalam kamar William segera memeriksa lehernya didepan cermin, benar terdapat tanda merah dilehernya tentu saja itu perbuatan Maria. meskipun setelah ia ingat-ingat kapan Maria melakukannya William tetap tak bisa mengingatnya.
"Sialan!!!" Pekik William sembari memukul cermin hingga tangannya sedikit terluka.