Aluna Aurelia Pradipta memimpikan keindahan dalam rumah tangga ketika menikah dengan Hariz Devandra, laki-laki yang amat ia cintai dan mencintainya. Nyatanya keindahan itu hanyalah sebuah asa saat keluarga Hariz campur tangan dengan kehidupan rumah tangganya.
Mampukan Aluna bertahan atau memilih untuk pergi.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon echa wartuti, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kemarahan Elgar
Entah apa yang sedang merasuki jiwanya pada saat itu. Elgar mengendarai mobilnya dengan kecepatan di atas rata-rata. Tatapan mata yang biasanya teduh berubah juga berubah menjadi tajam.
Di sampingnya ada Aluna yang sedang duduk sambil menangis dengan pandangan lurus ke depan dengan tatapan kosong. Kekosongan Aluna membuatnya tidak sadar dengan keadaan sekiranya. Mungkin juga saat Elgar membawa mobil itu masuk ke dalam jurang Aluna pun tidak akan menyadarinya.
Jika biasanya Elgar akan khawatir dengan keadaan Aluna yang seperti itu, entah mengapa saat itu tidak. Bahkan sepanjang perjalanan Elgar sama sekali tidak melihat ke arah perempuan itu. Ia fokus mengendarai mobilnya, tetapi tidak dengan isi kepalanya. Pikiran Elgar sedang bertarung.
Elgar terus melajukan mobilnya, masuk ke jalan tampa hambatan, keluar, dan masuk lagi ke jalan tanpa hambatan. Sudah hampir dua jam Elgar mengendarai mobil itu, tetapi belum juga sampai ke tujuan. Yang paling membuat Elgar jengkel adalah selama itu pula Aluna tidak bergeming sedikitpun.
"Bang**t!" Elgar memukul gagang setirnya untk melampiaskan kemarahannya.
Aluna terganggu?
Tentu tidak!
Hal itu justru semakin menyulut amarah Elgar.
Frustrasi!
Elgar sudah berada dalam keadaan itu.
Laki-lako itu menambah laju kecepatan mobilnya membawanya keluar dari jalanan tanpa hambatan.
Waktu yang sudah menunjukkan angka 3 dini hari membuat jalanan nampak kosong. Hanya ada beberapa kendaraan yang melintas. Elgar mengurangi kecepatan laju mobilnya sebab ia berada di jalanan kota. Sampailah Elgar di basement gedung pencakar langit, sebuah gedung apartement mewah.
Elgar lebih dulu keluar dari mobil berjalan memutar ke sisi lain untuk membuka pintu mobil di sebelah Aluna. Elgar melepas sabuk pengamanan yang melilit tubuh Aluna, menariknya keluar dengan kasar dan pada saat itu pun Aluna tidak juga bergeming.
Elgar makin jengkel dibuatnya. Langkah Elgar berhenti di depan lift menekan tombol naik. Tidak lama pintu lift terbuka. Elgar membawa masuk Aluna. Di dalam lift Elgar kembali menekan tombol lantai paling atas. Sampai detik itu pula Aluna masih diam dengan wajahnya yang pucat, Aluna sudah seperti mayat hidup. Mati-matian Elgar menjaga amarahnya saat itu.
Sampai di lantai gedung paling atas Elgar menarik Aluna keluar dari dalam lift, kembali berjalan menyusuri lantai tersebut. Hingga langkanya terhenti di depan sebuah pintu. Elgar menekan password setelah itu pintu pun terbuka.
Elgar masuk masih dengan mengenggam tangan Aluna, berjalan menaiki anak tangga hingga sampai ke salah satu kamar. Elgar yang sudah tidak bisa menahan emosinya melepar Aluna ke tempat tidur, tetapi perempuan itu diam saja hanya menitihkan air mata tanpa bersuara.
Elgar melepas kaos dan ikat pinggangnya, melemparnya ke sembarangan tempat lantas berjalan berjalan ke tempat tidur. Jangan kira Elgar senang melihat kondisi Aluna. Semakin Aluna diam justru Elgar semakin marah.
Elgar langsung mengungkungi Aluna menatap perempuan itu dengan tatapan marah dan juga napsu.
"Siap Aluna?" bisik Elgar dengan suaranya yang berat.
Aluna diam, tetapi berkedip diikuti air matanya.
"Jangan mencoba hentikan aku di tengah jalan," peringat Elgar
Aluna mulai terisak, lantas menggigit bawahnya menahan suaranya agar tidak keluar.
Elgar mulai mencium bibir Aluna, tidak ada kelembutan sama sekali. Meskipun tidak bicara Elgar tahu jika Aluna berusaha untuk menolak, tetapi itu tidak membuat Elgar berhenti, justru memaksa Aluna untuk membuka mulutnya dengan cara mengigit bibirnya. Berhasil tetapi itu tidak membuat Elgar senang.
Ciuman Elgar turun ke leher, ke dada, bahkan Elgar merobek baju bagian dada Aluna, mengecup salah satu bongkahan kenyal milik Aluna, mengecupnya hingga meninggalkan tanda merah keunguan.
Aluna mulai ada pergerakan, kedua tangannya menahan dada Elgar, menghalangi Elgar berbuat lebih jauh lagi.
"Gar, hentikan!" mohon Aluna lirih.
Elgar menyeringai puas. Ia bangun dari atas tubuh Aluna, menarik perempuan itu ke kamar mandi, membawanya ke tempat mandi. Elgar menyalakan keran mengguyur tubuh Aluna dengan air dingin, disaat itu tangisan Aluna langsung pecah.
"Sudah sadar!" Elgar menjatuhkan selang shower ke lantai hingga menimbulkan suara cukup keras.
Aluna terisak, kedua tangannya menyilang di dada menutupi bagian dadanya yang terekspos.
Elgar mengunci pergerakan Aluna dengan merentangkan kedua tangannya di samping kanan kiri tubuh Aluna.
"Sudah aku katakan sebelumnya, jangan hentikan aku di tengah jalan!" ucap Elgar pelan tetapi penuh tekanan.
Aluna yang tadinya menunduk mendongak, pandangannya bertemu dengan Elgar di satu titik yang sama. Bisa terlihat dengan jelas aura wajah Elgar saat itu berbeda. Di matanya seperti menyimpan kemarahan.
"Bicara, Aluna!" bentak Elgar.
Elgar memukul dinding kaca tempat mandi itu dengan keras sembari mengumpat, "bang**t!"
Mungkin jika dinding kaca itu tidak kokoh, bisa di pastikan akan hancur dalam sekejab.
Aluna berpaling dengan mata yang terpejam, tubuh menegang dan bergetar seketika, melihat kemarahan yang ditunjukkan boleh Elgar.
"Maaf, Elgar. Aku tidak bisa melakukannya," ucap Aluna dengan wajah yang tertunduk.
Elgar mencengkeram kedua sisi wajah Aluna memaksa gadis itu untuk melihatnya.
"Lalu kenapa kamu mengajakku, bahkan akan mencari laki-laki lain jika aku tidak mau?" ucap Elgar masih dengan suaranya yang keras.
Elgar menjauhkan tangannya dari wajah Aluna.
"Aku tidak sadar mengucapkannya, Elgar. Aku kacau saat itu. Aku tidak bisa mengontrol diriku sendiri," jelas Aluna di sela isak tangisnya.
"Sudah sadar kamu!" Elgar mencengkram kedua lengan Aluna menggoyang tubuh Aluna cukup kasar.
"Sudah berapa kali aku katakan, control yourself, Aluna," tekan Elgar.
"Maaf, aku kira aku bisa melakukan itu. Tapi …" Aluna sudah tidak sanggup untuk bicara. Bayangan Hariz bercinta dengan Camelia kembali mendominasi pikirannya.
Elgar menggeram kemudian berbalik, berdiri membelakangi Aluna. Dadanya masih bergerak naik turun dengan cepat, menandakan amarah yang masih tidak terkontrol. Elgar menggusar rambutnya yang basah ke belakang dan menarik napas dalam-dalam berulang-ulang untuk meredam amarahnya.
Suasana pun menjadi hening, tetapi isak tangis Aluna memecah keheningan itu. Elgar yang berdiri di sudut lain berbalik, ia mulai melemah dan mencoba mengontrol amarah yang sedang menggunakan menguasai dirinya.
Melihat Aluna menangis kembali membuat Elgar luluh. Ditariknya perempuan itu masuk ke dalam pelukannya, beberapa kali pula Elgar membunuhi ujung kepala Aluna dengan kecupan.
"Hari ini aku masih bisa menjaga kewarasanku, Aluna," ucap Elgar. "Jika kamu mengulanginya lagi, aku tidak jamin bisa mengendalikan tubuhku," imbuhnya.
Mendengar itu, tangis Aluna semakin pecah. Ia lantas melingkarkan kedua tangannya di pinggang Elgar, menyembunyikan wajahnya di dada telanjang laki-laki itu, menumpahkan semua beban dan rasa sakit yang sedang ia pikul.
Beberapa saat kemudian Elgar menarik diri memberikan jarak dengan Aluna.
"Mandi dan bersihkan dirimu!"
Tanpa mengatakan apapun lagi Elgar meninggalkan Aluna bahkan tanpa berpaling meski hanya sesaat.
Pasti Elgar pemilik hotel itu, dan dia menyukai Aluna. Syukurlah Luna belum punya anak dengan Hariz. Saya yakin setelah terbongkar kebusukan Hariz, perusahaannya akan hancur.
Thoor jika perceraian Aluna dan Hariz, cepet, atas bantuan Elgar, tak kasih nilai 5 bintang