Dua orang sahabat yang terbiasa bersama baru menyadari kalau mereka telah jatuh cinta pada sahabat sendiri setelah jarak memisahkan. Namun, terlambat kah untuk mengakui perasan ketika hubungan mereka sudah tak seperti dulu lagi? Menjauh tanpa penjelasan, salah paham yang berakibat fatal. Setelah sekian tahun akhirnya takdir mempertemukan mereka kembali. Akankah mereka bersama setelah semua salah paham berakhir?
Ikuti lika-liku perjalanan dua sahabat yang manis dalam menggapai cinta dan cita.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon EuRo40, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 31
“An, kamu pulang aja dulu. Udah ada Mama di sini. Kamu istirahat aja,” ucap Galang.
“Nggak apa-apa, aku di sini nemenin Tante jagain kamu.” Ana menolak.
“An, kamu pulang aja dulu. Kita gantian jagain Galang. Nanti sore kamu ke sini lagi. Sekarang biar Tante dulu.” Mama Galang ikut membujuk Ana.
“Iya, An. Kamu telepon Angga suruh jemput atau aku yang teleponin.”
Ana mengernyit bingung. Galang menyuruh Ana minta jemput Angga. Tumben, biasanya Galang paling tidak suka jika ia dekat-dekat dengan Angga. Lelaki seposesif Galang meminta ia menelepon cowok lain buat jemput? Ada yang salah dengan Galang.
Namun, Ana tidak bisa memaksa tetap di sini di kala tidak ada yang menginginkannya untuk tetap tinggal. Ana akhirnya setuju. “Ya udah, aku pulang. Nanti kalau ada apa-apa telepon aku, ya Kak.” Ana berdiri lalu menghampiri ibunya Galang.
“Tante, aku pulang dulu. Nanti sore aku ke sini lagi,” ucap Ana pamit pada ibunya Galang.
“Iya, terima kasih, Sayang. Kamu hati-hati di jalan.”
Ana mencium tangan ibunya Galang lalu mengucapkan salam seraya keluar dari kamar rawat Galang. Ia naik lift sampai lantai dasar.
Ana kini berdiri di depan rumah sakit. Ia bingung pulang naik apa? Haruskah ia menelepon Angga untuk menjemputnya? Ia ingat Angga tadi berpesan padanya untuk pulang bersama. Lelaki itu akan kembali dan meminta Ana menunggu.
Ana memutuskan untuk menunggu Angga di kafe samping rumah sakit. Ia memilih duduk di sisi jendela agar bisa melihat jika Angga datang. Ana memesan minuman, tidak enak jika duduk tanpa memesan apa pun.
Detik demi detik berlalu hingga satu jam terlewati, tetapi belum ada kabar dari Angga. “Gue, telepon aja kali, ya. Mungkin Angga nggak bisa jemput,” gumam Ana.
Ia akhirnya menelepon Angga. Ana menunggu, tetapi tak kunjung diangkat. Ana menyerah, ia lalu mengirim pesan pada Angga.
Ga, aku pulang sendiri aja. Kamu nggak usah ke rumah sakit lagi.
Ana mengirim pesan tersebut. Ia menghela napas berat. Perasaannya hari ini sedang tidak baik-baik saja. Di usir Galang, dilupakan Angga, Ana merasa tersisihkan, terbuang.
Setelah membayar pesanannya Ana menelepon ojek online. Baru saja Ana ingin memesan tiba-tiba ada telepon masuk dari Seno.
Ana mengangkat telepon itu. “Halo, assalamualaikum,” sapanya.
“Waalaikumsalam, An. Lo lagi apa?” tanya Seno.
“Hah, ada apa, Sen?” tanya Ana bingung.
“Nggak ada apa-apa, gue mau nanya lo udah kerjain tugas belum? Kita kan ada tugas buat makalah. Kalau lo nggak lagi ngapa-ngapain gue mau ajak ngerjain tugas bareng.”
“Oh, iya. Gue hampir lupa. Gue belum ngerjain sama sekali. Gini, deh. Lo ke rumah aja. Bentar lagi gue pulang.”
“Emangnya lo lagi di mana?” tanya Seno.
“Lagi di kafe dekat rumah sakit.”
“Gue jemput aja, ya. Lo share location gue ke sana sekarang.”
“Eh, nggak usah Sen. Gue nggak mau ngerepotin lo!”
“Ngerepotin apa, sih An? Gue sekalian jalan ke rumah lo, nggak repot. Udah kirim lokasi lo cepetan, gue ke sana.”
“Iya, deh. Makasih, Sen. Gue kirim sekarang. Hati-hati di jalan.” Ana lalu menutup sambungan teleponnya.
Ia mengirim lokasi posisi dirinya berada sekarang pada Seno. “Akhirnya malah gue pulang sama Seno, lucu banget nasib gue,” ucapnya setelah lokasi terkirim.
Ana menunggu di depan kafe. Sesekali ia mengintip chat room-nya dengan Angga. Pesannya belum terbaca sama sekali. Angga mungkin sedang sibuk, tak bisa pegang ponsel. Ana mencoba berpikir positif.
“Sibuk ngapain? Sibuk berduaan sama Anya? Dia pasti sedang asyik bersama cewek itu. Cowok semua sama aja. Suka lupa sama janjinya!”
Namun, tetap saja pikiran buruk terlintas membuatnya kesal.
...----------------...