Berawal dari pertemuan tidak sengaja dengan seorang gadis yang disangka adalah seorang wanita malam malah membuat Letnan Rico semakin terjebak masalah karena ternyata gadis tersebut adalah anak gadis seorang Panglima hingga membuat Panglima marah karena pengaduan fiktif sang putri.
Panglima memutasi Letnan Rico ke sebuah pelosok negeri sebagai hukumannya setelah menikahkan sang putri dengan Letnan Rico namun tidak ada yang mengira putri Panglima masih menjalin hubungan dengan kekasihnya yang notebene adalah sahabat Letnan Rico.
Mampukah Letnan Rico mendidik sang istri yang masih sangat labil. Bagaimana nasih sahabat Letnan Rico selanjutnya??? Apakah hatinya sanggup merelakan sang kekasih?? Siapakah dia??
Konflik, Skip jika tidak sanggup..!!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Bojone_Batman, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
14. Sosok yang ditakuti.
Bang Rico membantu sahabatnya membuka pintu rumah kemudian sigap menuju dapur untuk menyiapkan air panas.
"Jangan panik, Dan..!! Lepas pakaiannya dulu..!!" Bang Rico segera mengambil baskom dan mengambil air dari dispenser agar lebih cepat dan mencampurnya dengan air dingin agar lebih hangat.
:
Tak hentinya kepanikan Bang Danar, disana Bang Rico membantu mengepel lantai rumah sahabatnya yang basah.
Hujan masih terus mengguyur bumi, petir pun masih menggelegar menyambar. Nindy tak kunjung sadar. Kini suhu tubuhnya mendadak demam, bibirnya membiru, wajahnya pucat bagai mayat hidup.
"Sadar, dek..!! sadaar..!!! Ini Abang sudah pulang." Bujuk Bang Danar.
Bang Danar kemudian baru menyadari sisi belakang kepala Nindy terluka, bantal itu berwarna merah darah.
"Ricoo.. ini bagaimana, Ric..!!!!!" Jerit Bang Danar.
Bang Rico pun bingung, sahabatnya berada di dalam kamar bersama istrinya. Sebenarnya bisa saja dirinya menerobos masuk tapi rasanya akan menjadi tidak sopan.
"Ricoooooo..!!!!" Teriak Bang Danar lagi.
Bang Rico tetap berdiri di depan sana tanpa bisa berbuat lebih.
tok.. tok.. tok..
Bang Rico segera membuka pintu rumah. Sungguh kaget Bang Rico melihat siapa yang berada di depan pintu.
...
"Anak kurang ajar..!!! Dimana kau letakan pikiran Kau itu, Danar???? Apa kau kira Bapak Ibumu ini sudah mati????"
"Paaaa.." tegur Mama Delia.
"Eeiya Maa.." Papa Suharsono tersenyum kecil salah tingkah saat sang istri memelototi nya.
Disana Bang Danar hanya bisa berdiri di sudut pintu sambil menunduk tanpa suara.
Setelah selesai dengan urusan Nindy.. Mama Delia berdiri, Papa Harso si pria berdarah Sumatera pucuk Utara itu pun mundur teratur dan ikut berdiri berjajar bersama putra satu-satunya itu.
"Kenapa bisa sampai begini?????? Kamu ada dimana sampai istrimu pingsan di jalan?????"
"Kerja, Ma. Saya benar-benar tidak tau kalau Nindy keluar rumah saat hujan." Jawab Bang Danar.
Bang Rico pun melipir keluar dan tidak ingin ikut campur urusan Pak Harso dan keluarga.
Mama Delia berjalan menuju dapur dan melihat seluruh isi rumah Bang Danar. Beliau menggeleng kemudian mulai meneliti seluruh isi rumah.
"Kamu nggak kasih uang belanja untuk istrimu?? Pelitnya kamu, Danaar..!!!" Ujar Mama Delia dengan nada tinggi.
"Saya kasih Ma."
"Atau kamu membatasi uang jajan istrimu?????" Selidik Mama Delia.
"Nggak Ma."
"Kenapa rumah ini tidak ada bahan makanan??? Lantas istrimu seharian ini makan apa Danaaar???? Kenapa kamu mengecewakan Mama???? Kamu ini menikahi anak orang, bukan anak berang-berang." Mama sampai menjambak rambut Bang Danar saking jengkelnya dan tentu saja Bang Danar tidak akan berani berkutik sama sekali.
"Ibu.. Nindy yang salah..!!" Kata Nindy dengan suara lirih dan berusaha bangkit.
"Bantu istrimu, Danaaar..!!!! Kenapa diam saja..!!!!!" Suara tinggi Mama mengagetkan Bang Danar. "Ini lagi, kenapa panggil Ibu. Nggak suka punya Mama yang begini?????"
Nindy terisak dan akhirnya bersembunyi di lengan Bang Danar.
"Ya Tuhan. Mama pusing dengan tingkahmu, Danar..!!!!" Mama pun mengambil alih dapur untuk malam ini.
:
Mama terus saja menangis saat sedang memasak. Beliau sungguh kecewa dengan putranya yang menikah diam-diam. Bukan tanpa alasan, Mama ingin putranya bisa memperlakukan Nindy dengan baik meskipun hubungannya dengan Keinan sudah usai.
Bang Danar tau akan hal itu tapi tidak berani untuk mengganggu Mamanya. Mama Delia mengusap wajahnya kemudian segera masuk ke dalam kamar putranya.
~
Nindy yang melihat Mama mertuanya masuk sempat takut.
"Mama.. Nindy......!!!"
"Jangan banyak bicara, makan dulu..!!" Mama mengaduk bubur nasi seadanya kemudian menyuapi menantunya.
"Nindy sungguh tidak ingin mel***r, Ma..!!"
Seketika Bang Danar bersandar, dadanya terasa sesak. Seketika air matanya runtuh. Inikah yang membuat istrinya sampai pingsan di jalanan dan terendam dalam kubangan air.
"Mama tidak mempermasalahkan apapun tentangmu. Kalau Danar bahagia, Mama juga bahagia. Asalkan Nindy juga menyayangi putra Mama yang bengal itu, sudah cukup bagi Mama." Jawab Mama.
"Tapi, orang-orang sudah tau siapa Nindy. Apa Mama tidak akan malu punya menantu seperti Nindy? Nindy menjijikan, bukan wanita baik-baik." Tanya Nindy semakin lirih.
"Mama bukan malaikat yang harus menghitung seberapa banyak dosa manusia. Mama tidak pantas menghakimi manusia lain, sebab Mama pun banyak dosa." Kata Mama kemudian kembali menyuapi Nindy.
Mama mengangkat dagu menantunya. Wajah Nindy begitu cantik, sendu dan lembut. Perasaan seorang ibu tengah bermain, beliau menebak.. menantunya pastilah bukan wanita seperti itu.
"Mama minta maaf, Danar menyusahkanmu sampai seperti ini." Mama tersenyum tipis meskipun terlihat menahan tangis. Mama mengusap tangan Nindy yang tidak berhias apapun, di lihatnya leher Nindy juga kosong. "Mahar apa yang di berikan suamimu? Kenapa tanganmu kosong??"
"Mama, jangan menyalahkan Abang. Nindy memang minta surat Al-Baqarah dan surat An-nisa." Jawab Nindy. "Tapi Abang memberikan lebih untuk Nindy. Semua ada di dalam lemari."
"Boleh Mama buka?" Tanya Mama meminta ijin menantunya.
"Buka saja, Ma."
Mama membuka lemari pakaian Nindy dan Bang Danar. Memang terlihat banyak mahar yang belum sempat di buka.
"Alhamdulillah." Ucap Mama usai melihatnya. Beliau pun kembali duduk di samping Nindy Lalau mengecup kening menantunya itu. "Nindy ikhlas kan, mendampingi Bang Danar? Danar itu usil, kadang buat emosi dengan tingkahnya, Danar itu juga manja."
Nindy terdiam sejenak, rasanya sungguh tidak percaya sebab Letnan Danar adalah pria mandiri, disiplin, tegas, garang dan di takuti di Batalyon.
.
.
.
.