Firman selama ini berhasil membuat Kalila, istrinya seperti orang bodoh yang mau saja dijadikan babu dan tunduk akan apapun yang diperintahkan olehnya.
Hingga suatu hari, pengkhianatan Firman terungkap dan membuat Kalila menjadi sosok yang benar-benar tak bisa Firman kenali.
Perempuan itu tak hanya mengejutkan Firman. Kalila juga membuat Firman beserta selingkuhan dan keluarganya benar-benar hancur tak bersisa.
Saat istri tak lagi menjadi bodoh, akankah Firman akhirnya sadar akan kesalahannya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Itha Sulfiana, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Surat perjanjian
"Kalila! Hentikan!" teriak Firman saat melihat kelakuan Kalila. Bukannya patuh membersihkan rumah seperti biasa, justru wanita itu malah hendak menghancurkan segalanya.
"Kalila! Berhenti kubilang! Sudah cukup!" teriak Firman sekali lagi.
Kalila tersenyum sangat puas. Ia memejamkan mata sejenak sambil menarik napas dalam-dalam. Puas, melihat kelakuan diri sendiri yang ternyata bisa sekuat sekarang.
"Masih mau memerintah aku layaknya babu, Mas?" tanya Kalila sambil berkacak pinggang.
"Kalila... Kamu..." Firman menggeram penuh amarah.
"Dasar menantu miskin sialan! Kamu sudah menghancurkan semua barang-barangku," ucap Bu Midah dengan emosi yang tak bisa terbendung.
"Barang-barang Ibu?" Kalila tertawa. "Ibu sudah pikun atau bagaimana? Semua perabotan yang ada di rumah ini, dibeli pakai uangku, Bu. Bukan pakai uang anakmu yang pelit ini!" ditunjuknya Firman dengan tegas.
"Kamu..." Bu Midah semakin bertambah kesal.
"Kamu benar-benar sudah keterlaluan, Kalila! Kamu sudah berubah!" geram Firman. "Katakan! Siapa yang sudah mempengaruhi kamu sehingga kamu berubah jadi sejahat ini, hah? Apa kamu semalaman nggak pulang karena sedang bersama lelaki lain?"
"Ya, aku memang sudah berubah, Mas. Tapi, bukan karena orang lain. Justru, aku berubah karena kamu. Kamu yang sudah mengubah aku sampai seperti ini."
Firman memijit ujung pelipisnya. Kepalanya terasa hendak pecah detik ini juga.
"Mas benar-benar tidak mengenali kamu lagi, Sayang!" lirih Firman. "Kemana perginya Kalila Mas yang lembut dan penurut dalam waktu semalam, hah?"
"Sudah mati," jawab Kalila asal. "Kalila yang dulu Mas Firman kenal, sudah mati karena pengkhianatan Mas Firman sendiri. Ngerti?"
Firman terdiam sambil menatap manik mata Kalila dalam-dalam. Cinta mungkin benar sudah sirna. Tapi, apakah harus secepat ini? Jujur, Firman mendua bukan karena tak lagi cinta. Firman mendua hanya karena merasa bosan dengan penampilan dan pelayanan Kalila yang tak lagi secantik dan seenerjik dulu.
"Istri durhaka!! Berani-beraninya kamu meninggikan suara didepan suamimu, Kalila. Kamu memang perempuan laknat. Perempuan tidak tahu sopan santun," ketus Bu Midah yang tak terima anaknya dibentak oleh Kalila.
"Aku, istri durhaka?" tanya Kalila pada sang Ibu mertua. "Kalau aku istri durhaka, lantas anak Ibu harus disebut apa, hah? Suami dzalim? Atau... suami bin@tang? Ingat, Bu! Selama pernikahan, Mas Firman belum pernah menafkahi aku secara layak."
"Ka-kamu..." Bu Midah reflek memegang tengkuknya yang mendadak terasa menegang.
"Ibu!!" pekik Firman khawatir. "Ibu nggak apa-apa?" tanyanya sambil menghampiri wanita paruh baya itu.
"Ceraikan perempuan bermulut pedas itu, Firman! Ibu benar-benar sudah tidak tahan dengan ulahnya," pinta Bu Midah pada sang putra.
"Tidak bisa, Bu," tolak Firman.
"Kenapa tidak bisa?"
Tak ingin Kalila mendengar, Firman memutuskan untuk berbisik di telinga sang Ibu. Detik itu juga, Bu Midah terlihat membuang muka lalu menghela napas kasar.
"Ingat, Bu! Sebelumnya, Ibu sendiri yang meminta Firman untuk tetap mempertahankan Kalila," bisik Firman lagi.
"Sudah selesai bisik-bisiknya?" celetuk Kalila. "Kalau sudah, aku permisi dulu! Bye!"
"Kalila, tunggu!" panggil Firman.
"Apa?" tanya Kalila.
"Ibu belum suntik insulin sejak kemarin sore. Apa kamu..."
"Pantesan langsung lemes," sambar Kalila cepat. "Mending, Mas segera kasih suntikan ke Ibu, gih! Kalau ditunda-tunda, penyakit Ibu bisa kambuh bahkan semakin parah, loh."
"Tunggu, Sayang!" cegah Firman dengan panik saat Kalila hendak melangkah lagi.
"Apa lagi, sih?" tanya Kalila.
"Kan, biasanya kamu yang selalu kasih Ibu suntik insulin, Sayang."
"Ya, memang. Tapi, itu dulu. Mulai sekarang, aku mundur dari semua tugas-tugas bodoh itu, Mas! Termasuk, bersih-bersih, masak dan segala apapun yang menyangkut rumah ini dan keluarga kamu."
"Nggak bisa begitu dong, Kalila!"
"Oh, jelas bisa. Kan, sekarang kamu sudah nikah lagi, tuh. Jadi, suruh dong istri baru kamu buat handle semuanya! Termasuk, kasih suntik insulin ke Ibu kamu."
"Lia takut sama jarum suntik, Kalila."
"Bodo amat. Itu sih, derita dia," ujar Kalila seraya mengendikkan bahunya.
Melihat tingkah Kalila yang semakin keterlaluan, Firman tak tahu lagi harus menghadapi sang istri dengan cara seperti apa. Tampaknya, kemarahan Kalila benar-benar sudah mencapai puncaknya.
"Kalau kamu seperti ini terus, kamu bisa-bisa Mas ceraikan, Kalila!" ancam Firman. Ini senjata terakhir yang bisa ia keluarkan supaya Kalila mampu ia kendalikan lagi seperti dulu.
Kalila hanya diam saja saat sang suami melayangkan ancaman seperti itu. Dan, diamnya Kalila dianggap sebagai bentuk ketakutan oleh Firman.
Diam-diam, pria itu tersenyum miring. Dia yakin sekali bahwa Kalila pasti takut akan ancamannya.
"Kembalilah seperti Kalila yang dulu, Sayang! Mas tahu kalau saat ini kamu hanya sedang marah dan kecewa karena Mas menghadirkan Lia ditengah-tengah keluarga kecil kita. Tapi, ketahuilah, Sayang! Sedikitpun, rasa cinta Mas sama kamu, nggak pernah berkurang meski sudah ada Lia diantara kita. Kehadiran Lia hanya jadi pelengkap dalam kesempurnaan keluarga kita. Mas hanya ingin memberi kamu hadiah surga dengan cara ikhlas berbagi suami bersama Lia. Bukankah agama memperbolehkan lelaki beristri lebih dari satu?"
"Pret!" timpal Kalila. "Nggak usah sok ceramah deh, Mas! Surah Al-fatihah aja masih belum hafal, malah sok-sokan mau ngasih pemahaman soal poligami. Mikir Mas, mikir! Yang ahli agama aja belum tentu sanggup menjalankan poligami dengan baik. Apalagi kamu yang bahkan jumlah rakaat sholat Maghrib aja nggak tahu," lanjutnya mengulti sang suami. "Dasar suami pecinta sel@ngkangan!"
"Kalila!! Tolong berhenti menghina Mas!" peringat Firman. "Kalau tidak, Mas benar-benar akan..."
"Menceraikan aku? Gitu kan, yang mau Mas katakan?" potong Kalila. "Silakan kamu ceraikan aku, Mas! Tapi, jangan lupa... Aku punya bukti perjanjian hutang antara kamu dan aku saat dulu kamu menjual perhiasan aku buat modal usaha kamu. Dan, sampai detik ini, kamu belum pernah sekalipun mencicil hutang kamu itu. Dan, tentu saja, kalau kamu berani menceraikan aku secara sepihak, maka aku akan melaporkan kamu ke pihak yang berwajib sesuai kesepakatan yang sudah kita buat dalam perjanjian itu."
Tak ada yang bisa Firman katakan untuk menyanggah ucapan sang istri. Kalila saat ini sedang berada diatas angin. Dia berhasil melumpuhkan semua nyali Firman hanya dengan satu buah senjata pamungkas yaitu surat perjanjian hutang diantara mereka.
"Bodoh kamu, Man! Kenapa dulu kamu mau-mau saja sih, menandatangani surat perjanjian bodoh itu?" tanya Bu Midah ketika Kalila sudah pergi entah kemana.
"Ya, mau bagaimana lagi, Bu! Saat itu kan, Firman harus melakukan sesuatu supaya Kalila tidak perlu ragu untuk membantu Firman."
"Tapi, dampaknya sekarang sudah kamu lihat, kan? Perempuan itu berani-beraninya mengancam kamu."
"Firman juga nggak nyangka, Bu. Entah sejak kapan, Kalila jadi selicik itu."
"Kamu sih, jadi laki-laki kok bodoh sekali. Kok, bisa-bisanya perselingkuhan kamu sampai diketahui sama si Kalila? Jadi ribet kan, sekarang?"
Syukurlah yang akan membeli Kalila sendiri. pethiasan yang untuk modal usaha Firman ditagih sekalian,
Dia penjaja tubuh, dan modal rayuan harus bisa Firman, kamu ngerasa kan tak ada campur tangan Kalila kamu tidak bisa apa- apa, dan buka siapa- siapa. Nikmati saja toh itu pilihanmu, dulu miskin kembali miskin, pas kan. Itu tepat bagimu yg tak bisa bersyukur dan lupa kau jadi kaya darimana