seorang wanita cantik yang bertemu dengan Laki-Laki tampan membuat diri nya jatuh hati, Namun sangat di sayangkan mereka memiliki perbedaan yang sulit untuk mereka bersatu selama nya. apakah cinta mereka akan bahagia?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Fallenzio, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Part 31
Nabillah dan Pita telah kembali ke Kota Bogor untuk bekerja seperti biasanya. Saat ini, mereka sedang bekerja sama menghias kantor karena akan diadakan acara untuk para bapak/ibu yang sedang menjalani terapi di sana.
Bagus memegang pinggangnya setelah memindahkan lemari bersama Pita.
"Pegal banget pinggang gue," ucap Bagus sambil memijat pinggangnya dan duduk di lantai.
"Gitu aja ngeluh. Lo laki apa bukan?" tanya Pita sambil mengejek Bagus.
"Ya, lo mah enak, cuma pegang lemari. Gue yang angkat!" jawab Bagus kesal.
Memang, saat mengangkat lemari, Bagus yang memikul bebannya, sedangkan Pita hanya memegang sisi lemari.
"Enak aja! Gue bantuin, tahu!" protes Pita yang tak terima dianggap tak membantu.
Bagus hanya mendengus tidak percaya dengan ucapan Pita.
"Nih, minum dulu. Capek, kan?" kata Nabillah yang menghampiri mereka sambil membawa minuman.
Bagus bangkit dari duduknya lalu tersenyum senang. "Terima kasih, Bil."
"Sama-sama," jawab Nabillah singkat.
Mereka pun meminum minuman yang dibawa Nabillah hingga habis.
"Habis ini, kalian bantuin gue tiup balon, ya," kata Nabillah.
Pita, yang ingin berbicara, urung melanjutkan ketika Nabillah kembali berkata, "Kalau bukan kalian, siapa lagi yang gue suruh?"
Nabillah langsung menarik tangan Pita, sementara Pita ikut menarik tangan Bagus yang masih minum hingga minumannya tumpah. Mereka pasrah saat tangan mereka ditarik Nabillah menuju ruang tunggu.
"Berapa balon yang harus kita tiup?" tanya Pita.
"Kayaknya semua aja, deh. Takutnya bapak/ibu ngambilin balon lagi kayak waktu kita di Pondok Ranji," jawab Nabillah. Mereka pun mengangguk tanda mengerti.
Mereka mulai meniup balon yang telah disediakan Nabillah, meskipun beberapa balon meledak karena Bagus meniupnya terlalu besar.
"Lo bisa nggak sih, tiup balon jangan gede-gede?" protes Pita sambil menepuk pundak Bagus.
"Yang gede-gede lebih enak, tahu," jawab Bagus asal, membuat suasana menjadi ambigu.
"Apa yang gede-gede?" celetuk Bu Yayan, yang tiba-tiba bergabung dengan mereka.
"Ini maksud saya, Bu. Balonnya yang gede-gede," jawab Bagus sambil menunjuk balon yang besar.
Mereka saling melirik dan tertawa entah apa yang ditertawakan.
Setelah semua balon selesai ditiup, mereka mulai menghias atap ruang presentasi. Nabillah memanjat bangku untuk memasang hiasan karena ide menghias ini berasal darinya.
Sementara itu, Bu Yayan menerima telepon dari atasannya dan pergi meninggalkan mereka yang sibuk menghias.
Saat Nabillah sedang naik ke bangku, posisi bangku yang tidak stabil membuatnya hampir jatuh. Beruntung, Bagus sigap menangkapnya. Mereka pun saling bertatap muka.
"Ekhem!" suara seseorang memecah suasana.
Nabillah segera menjauhkan diri saat mendengar suara itu. Mereka menoleh dan melihat Delvin sudah berdiri di sana dengan ekspresi sulit ditebak. Tatapannya tajam mengarah ke Bagus.
"Mampus lo, Bil," gumam Pita panik.
"Udah gue bilang, jangan sentuh milik gue!" sentak Delvin sambil memegang kerah baju Bagus.
"Kak, ini cuma salah paham!" ujar Nabillah sambil memegang lengan Delvin.
Delvin melirik Nabillah, lalu melepaskan kerah baju Bagus dengan kasar. "Ikut aku," ucapnya sambil menarik tangan Nabillah pergi dari sana.
Nabillah hanya bisa pasrah dan menundukkan kepala. Ia tahu bagaimana jika Delvin sudah dalam mode seperti ini.
Bagus yang ingin menyusul Nabillah segera ditahan oleh Pita. "Lo di sini aja! Jangan ikut campur urusan mereka," ucap Pita tegas.
Namun, Bagus tidak mendengarkan. Ia tetap menyusul Nabillah dan Delvin. Mau tak mau, Pita pun ikut mengejar mereka.
Bagus berhasil mengejar mereka dan memegang tangan Nabillah. Delvin berhenti berjalan, lalu menatap tangan Bagus yang masih menggenggam tangan Nabillah. Nabillah berusaha melepaskan genggaman Bagus karena tangannya yang satu lagi masih dipegang Delvin.
"Lepasin tangan lo dari milik gue!" bentak Delvin sambil menepis tangan Bagus dengan kasar.
"Lo nggak bisa seenaknya tarik Nabillah begitu saja!" jawab Bagus dengan emosi.
"Urusan lo apa?" tanya Delvin mengejek.
"Tentu saja ini urusan gue! Semua tentang Nabillah adalah urusan gue!" tegas Bagus.
"Lo pikir, lo siapa buat Nabillah?" tantang Delvin, membuat Bagus terdiam.
"Lo nggak pantas buat Nabillah," jawab Bagus, memicu emosi Delvin.
"Dan lo lebih nggak pantas buat Nabillah!" ucap Delvin dengan penuh tekanan.
Bugh!
Tanpa aba-aba, Bagus memukul Delvin hingga ia tersungkur sambil memegang bibirnya yang berdarah.
"Apaan sih, lo?!" seru Nabillah marah sambil mendorong pundak Bagus.
Bagus hanya terdiam, menatap wajah Nabillah yang penuh amarah.
Nabillah beralih ke Delvin yang masih di lantai. "Ada yang sakit?" tanyanya khawatir. Melihat luka di pelipis Delvin, Nabillah menatap Bagus dengan tajam lalu menarik tangan Delvin pergi.
Delvin memberikan senyuman miring ke arah Bagus sebelum beranjak pergi.
Pita, yang melihat kejadian itu, hanya bisa tercengang. "Lo bikin masalah aja, sih!" gerutunya sambil menarik Bagus kembali ke dalam kantor.
TBC...