NovelToon NovelToon
Pernikahan Satu Tahun

Pernikahan Satu Tahun

Status: sedang berlangsung
Genre:Pernikahan Kilat / Dijodohkan Orang Tua
Popularitas:4.5k
Nilai: 5
Nama Author: wiwit rthnawati

Andara Mayra terpaksa menerima perjodohan dengan seorang pria yang sudah dipilihkan oleh ayahnya.

Namun dibalik perjodohan yang ia terima itu ternyata ia sudah memiliki kesepakatan sebelumnya dengan sang calon suami. kesepakatan jika setelah satu tahun pernikahan, mereka akan bercerai.

akankah mereka benar-benar teguh pada kesepakatan mereka? atau malah saling jatuh cinta dan melupakan kesepakatan itu?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon wiwit rthnawati, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

berusaha

"Mbak sudah lama disini?" Aku membawanya duduk kembali di sofa yang sempat ia duduki tadi.

Mas Bara langsung pergi menuju kamarnya, sepertinya ia memang mencoba menepati janjinya.

"Dari pagi." Ia sedikit tersenyum, meski kutahu matanya sempat mencuri pandang pada suamiku yang pergi.

"Ah sepertinya aku mengganggu kalian. Ya sudah, aku pulang dulu yah."

"Loh, kenapa pamit? Nanti dulu lah mbak. Main aja dulu."

"Beneran aku tidak mengganggu?" Ia menatapku dengan ragu.

"Enggak. Bagaimana kalau kita makan dulu?"

"Masak bareng?"

Mbak ana mengajakku masak bersama dia. Dia begitu piawai dalam memasak. Bahkan dapur ini sudah seperti dapurnya saja karena dengan gesit ia melakukan semuanya.

"Kamu tahu May, Bara sangat suka sup iga buatanku. Jika dia lagi ngambek, cukup dengan sup iga aku bisa kembali meluluhkannya."

Di tengah-tengah memasak, mbak ana menceritakan tentang dirinya dan mas Bara. Ada sedikit rasa panas didalam hatiku saat mendengarnya. Kenapa dia seperti sedang memanasiku ya. Apa dia sengaja? Hello May, jangan berprasangka buruk.

"Ah maaf aku malah curhat. Tidak seharusnya aku mengatakan semuanya padamu May."

"Tidak apa mbak. Setidaknya aku tahu bagaimana kedekatan kalian dulu."

"Hehe. Takutnya kamu cemburu." Ia sedikit terkekeh pelan.

Sudah tau aku cemburu, masih saja menceritakannya.

"Oh iya. Kamu tau gak, Bara itu paling gak bisa sekolah tanpa aku. Dia bahkan rela ikutan bolos gara-gara aku terlambat."

Mata mbak ana nampak berbinar saat menceritakan kenangannya dengan mas Bara.

Saat aku akan menjawab tiba-tiba ponsel mbak ana berbunyi. Ia langsung pamit untuk mengangkat panggilannya menuju kolam.

Sepintas rasa bersalah itu kembali hadir didalam hatiku. Apakah aku salah sudah hadir diantara mereka.

"Asiiik, habis masak sup iga yah?"

Lama termenung membuatku tak sadar jika mas Bara sudah ada di belakangku.

"Iya nih. Sup iga kesukaannya mas." Aku tersenyum seraya menuangkan sup panas dari panci kedalam mangkuk.

Kulihat ia sudah berganti pakaian. Celana hitam selutut dan kaus yang sama hitamnya membuat ia terlihat cool kali ini. Kulihat rambutnya juga basah, apa dia habis mandi lagi?

"Duh makasih banget loh udah buatin aku sup iga." Ia melingkarkan tanganya di perutku. Bibirnya bahkan mulai menjelajahi pipiku dengan lembut.

"Ini sup iga buatan mbak ana mas. Bukankah mas sangat menyukainya." Tubuhnya seketika terasa menegang, namun ia kembali menjatuhkan dagunya diatas pundakku.

"Yaaah kukira sup ini buatan istriku yang cantik." Ia mengecup pipiku kembali. "Padahal aku berharap ini buatan kamu loh, enak banget sih."

Cup cup cup

Mataku membulat saat ia mengecup pipiku dengan intens.

"Ehem." Deheman Mbak ana membuat aku terperanjat dari pelukan mas Bara.

"Eh an, kamu masih disini?" Mas Bara melerai pelukannya dan duduk di salah satu kursi di dekat meja makan.

"Iya mas. Aku minta mbak ana main dulu sebentar, ayo mbak kita makan siang." Aku duduk di samping mas Bara. Sementara mbak ana duduk di depan mas Bara.

Kusiapkan piring untuk kami makan, dan mbak ana langsung mengambil satu piring untuk ia isi dengan nasi. Tak lupa ia juga mengambil beberapa iga sapi dari dalam mangkuk sup.

"Cukup satu sendok kan?" Ia menatap mas Bara dengan tersenyum lalu memberikan nasi itu pada suamiku. Ah, aku merasa panas lagi. Tapi kurasa wajar sih, lama bersama membuat itu terbiasa.

Mas Bara mengambil piring yang mbak ana berikan padanya. Dan aku hanya bisa menahan diri untuk tetap memberikan ekspresi yang biasa saja di depan mereka.

"Sayang, ayo makan yang banyak. Bukankah baby kita juga butuh asupan nutrisi? Sini biar papa suapin." Mas Bara menatapku dengan tersenyum, ia mulai mengambil satu sendok nasi dari piring yang ia terima tadi dari mbak ana tadi.

"Aaa." Ia menyuruhku membuka mulut untuk ia suapi.

"Aku bisa sendiri mas."

"Aku tau. Tapi aku ingin menyuapi istriku." Mas Bara berbicara seolah ia memang sadar jika mbak ana harus paham jika saat ini mas Bara sudah bukan kekasihnya lagi.

Akhirnya aku membuka mulutku dan memakan nasi yang ia berikan untukku. Bisa kulihat mbak ana memandang kami dengan tatapan yang, entahlah. Aku takut salah mengartikannya. Tapi aku tahu jika saat ini dia tidak bisa melihat ini.

"Apa Bar? Baby? Kalian akan punya baby?" Mbak ana nampak penasaran menatap kami.

"Iya An, aku sebentar lagi akan menjadi ayah."

Kembali kutemukan raut yang tak mampu kuartikan di wajah mbak ana.

Yeah, wajar saja jika ia terkejut dan wajar juga ia marah ataupun kecewa. Bukankah selama ini mas Bara adalah kekasihnya. Dan sekarang ia malah mengetahui jika wanita lain telah mengandung anak dari kekasihnya itu, ya walaupun kami suami istri tapi tetap saja. Aku juga pasti akan sangat marah dan kecewa andai aku berada di posisi mbak ana.

"Maaf mbak. Kami-" Aku tak mampu melanjutkan perkataanku, aku sendiri bingung harus mengatakan apa. Dari awal kami memang sudah salah, dan tak seharusnya juga semuanya terjadi seperti ini, tapi ya mau bagaimana lagi. Kembali lagi jika semua ini adalah takdir yang tak mampu kami tolak.

 Mas Bara tiba-tiba menggenggam tanganku.

"Aku yang salah an. Maafkan aku. Tapi ini semua memang diluar kendaliku. Aku tahu kamu pasti sangat kecewa dan juga marah, tapi aku benar-benar sangat mencintai Mayra. Kuharap kamu mengerti." Mas Bara berbicara dengan begitu tegas. Ia seolah sangat yakin dengan apa yang ia katakan itu. Mata mbak ana nampak mulai berkaca.

Ah aku jadi tak tega melihatnya.

"Tidak apa kok Bar. Aku ngerti. Selamat ya May." Ia tersenyum kaku menatapku. Aku yakin jika ia begitu tersakiti saat ini.

"Kalau begitu aku permisi dulu. Kebetulan aku ada acara lain." Mbak ana bangkit untuk pergi, tapi tiba-tiba ia memegangi kepalanya dan sedikit terhuyung.

"Ann."

"Mbak."

Aku dan mas Bara kompak memanggilnya, bahkan kami sudah berdiri untuk membantunya.

"Aku gak papa kok." Ia tersenyum pelan.

"Biar aku suruh asisten lie mengantarmu." Aku menatap mas Bara yang sedang mengutak atik ponselnya, kukira ia sendiri yang akan mengantar mbak ana.

Tatapanku beralih pada mbak ana yang begitu sendu menatap suamiku. Kurasa aku tahu apa yang sedang ia pikirkan.

"Mas, kenapa harus asisten lie? Kenapa tidak kamu saja yang antar mbak ana?"

Aku ingin tahu bagaimana respon kedua sahabat ini saat kuberikan saran itu.

Tuh kan benar, mbak ana nampak sedikit tersenyum mendengar saranku. Dan coba kita lihat bagaimana dengan respon suamiku.

"Ahh baiklah." Mas Bara bangkit dan mengambil kunci mobilnya. Ah, jadi dia memang senang aku menyuruhnya mengantar mbak ana.

kulihat kebahagiaan di wajah mbak ana semakin jelas. Kini ia tersenyum lebar dengan menatap suamiku. Ia juga bahkan sedikit berjalan menghampiri suamiku. Hem.

"Ayo sayang, kamu juga ikut. Sekalian kita cek kandungan kamu. Aku penasaran baby kita sudah sebesar apa sekarang." Mas Bara malah menghampiriku dan menggandeng tanganku. Ah lega sekali rasanya. Kini aku percaya jika suamiku pasti akan memegang janjinya.

Ah, tapi kasihan sekali mbak ana. Wajahnya jadi kembali berubah murung.

"May, aku boleh di depan kan? Aku suka pusing kalau di belakang." Aku yang hendak duduk di sebelah kemudi mas Bara harus menghentikan langkahku saat mbak ana menginginkan tempatku. Aku terdiam sejenak. Kenapa rasanya semakin tidak enak saja hatiku ini.

"Oh boleh mbak. Silakan." Aku mempersilakan ia duduk disamping mas Bara, dan aku duduk di belakang. Ayolah May. Positif thinking okey.

Mbak ana terus saja mencari topik pembicaraan untuk mengobrol dengan mas Bara, sepertinya ia lupa jika ada istrinya disini.

"Oh iya Bar, kamu inget gak dulu kita pernah jatuh bareng dari pohon mangga."

"Hemm. Ya ya." Aku melihat mas Bara dari kaca spion. Nampak ia juga tengah mencuri pandang padaku dari sana. Sontak aku tersenyum. Pantas saja diajak ngobrol sama mbak ana jawabannya dari tadi itu-itu saja.

kulihat mas Bara terus melihatku dari kaca spion, dan tentunya itu membuat pipiku terasa memanas sekarang.

"Bar, kamu dengerin aku gak sih?" Aku melihat mbak ana yang nampak kesal pada mas Bara.

"Ah ya?"

"Udah ah. Aku mau turun disini." Nampak mbak ana cemberut.

"Loh kenapa? Sebentar lagi juga sampai."

"Enggak. Turunin aku disini saja."

"An.

Akhirnya mas Bara menghentikan mobilnya. Mbak ana keluar dengan wajah kesal, sepertinya ia sadar jika mas Bara terus mencuri pandang dari tadi padaku.

"Mas. Kasian mbak ana. Kamu gak mau bujuk dia?"

"Udah gak papa. Udah deket ini. Biar nanti aku suruh asisten lie untuk memastikan ia sampai apa tidak ke apartemennya. Mending kita ke rumah sakit sekarang."

1
Guillotine
Nyesel kalo gak baca.
Niki Fujoshi
Nggak bisa move on.
Shinn Asuka
Ngga bisa berhenti!
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!