Kisah seorang murid yang menjadikan gurunya sebagai inspirasi terbesar nya. Terjadi di dunia modern, yang semuanya serba ada namun serba sulit banyak kekurangan.
Murid yang selalu berusaha mencari perhatian sang guru. Dengan kemampuan aneh yang dimilikinya. Dan bagaimanakah kisah kelanjutannya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Febby Sadin, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Ditarik Bintang
Obrolan yang semakin memberikan banyak pertanyaan itu masih berlanjut, Bara dan Riz belum merasa puas dengan jawaban mamaknya Bintang, mereka berdiri perlahan dari duduknya.
"Mamak.... Bolehkah aku ke kamarnya Bintang sebentar?"
"Mau ngecek? Boleh...." ucap Mamaknya Bintang. Beliau masih tampak meyakinkan Bara dan Riz, kedua sahabatnya Bintang.
Bara dan Riz berjalan menuju kamarnya Bintang dari ruang tamu yang hanya berjarak dua meter saja, untuk kedua laki-laki yang berpostur tubuh tinggi itu ditempuh hanya lima langkah saja udah sampai di kamar Bintang. Mamaknya Bintang masih mengikuti dari belakang.
Suasana orang meninggal itu pun seketika berubah menjadi suara detektif saja. Mereka berdua meyakini Bintang meninggal dalam keadaan tidak wajar hingga hal itu harus dilakukan.
"Iya loh Bar... Gak ada jejak apapun tentang buaya yang menerkam Bintang." ucap Riz pada Bara yang berdiri tepat di sampingnya.
Bara mengangguk kepala, "Kalau memang di terkam buaya setidaknya ada tanda di rumah ini atau ditubuhnya Bintang." ucap Bara.
"Kan sementara Bintang masih dimandikan. Habis ini kira bisa melihatnya secara langsung." Riz pada Bara. "Boleh kan Mak?" kini Riz berkata pada mamaknya Bintang sambil menatap ke arah mamaknya Bintang.
Mamak mengangguk setuju. Dimana bersamaan dengan itu Bintang masuk ke dalam rumah digotong oleh beberapa orang. Bintang yang baru selesai dimandikan itu pun hendak dipakaikan kain kafan.
Terlihat dari tempat Bara dan Riz berdiri yaitu depan kamar Bintang, ada Modin juga yang berjalan setelah Bintang digotong, tampak modin itu sudah siap untuk mengkafani Bintang.
Semua yang telah memandikan Bintang keluar dari rumah itu lagi dan duduk-duduk diluar yang telah dipasang tenda tepat di depan rumah Bintang.
Modin sedang proses mengkafani Bintang, ada tabir penghalang ruang tempat mengkafani dengan orang-orang yang berlalu lalang melayani beberapa kerabat dekat yang datang takziah. Sehingga Modin itu pun menutup tabirnya.
Disaat yang bersamaan Bara dan Riz nyelonong memasuki tabir dan menyembulkan wajah nya sembari berkata pada sang Modin, "Pak bolehkah saya bantu mengkafani?" tanya Bara, sembari menunjukkan giginya yang putih. Dia canggung saat mengatakannya pada Modin, karena takut tak diizinkan.
Sedangkan Modin yang hendak mengkafani itu pun, menghentikan gerakan tangannya dan menjawab pertanyaan Bara, "Boleh kesini... Saya yang doakan saja. Nanti saya arahkan caranya." ucap sang Modin.
Dengan senang hati Bara dan Riz pun masuk untuk membantu mengkafani Bintang. Sedangkan Modin tak tahu jika mereka berdua berniat lain. Karena Bara dan Riz berniat untuk melihat bekas terkaman buaya di tubuh Bintang.
"Setidaknya ada di tangannya Bintang gitu, bekas terkaman buaya itu. Ingat ya cek bagian tangan." bisik Bara pada Riz.
Riz mengangguk paham. Moding masih berdoa, mendoakan kain kafan yang hendak dipakaikan ke Bintang.
Setelah mereka selesai membantu mengakafani Bintang, keduanya tambah penasaran. "Gimana Riz? Kamu menemukan bekas terkaman buaya nya?" tanya Bara pada Riz.
Riz menggeleng, "Tidak ada bekas apapun. Tubuh Bintang normal. Malah aku rasa dia kayak orang belum meninggal." ucap Riz dengan kedua alisnya yang mengerut hampir menjadi satu.
"Berarti benar apa yang dikatakan Mamaknya Bintang." ucap Bara. Kini pandangannya beralih ke segala arah, dimana dia lihat orang-orang sibuk sendiri-sendiri. Ada yang sedang memasak, menerima tamu takziah dan ada yang menyiapkan keranda untuk membawa Bintang ke kuburan.
"Yaudah lah kita ikhlasin aja teman kita." ucap Riz perlahan. Dia kini sambil membuka hp nya dan memberitahukan kepada grup alumni SDIMT tentang kabar duka selanjutnya, yaitu kematian Bintang.
Keduanya pun setelah itu ikut mengiring Bintang ke liang lahat. Mereka berdua berjalan sambil memikul keranda Bintang yang tak terasa berat sama sekali. Keduanya sama sekali tak meneteskan air mata. karena mereka masih tak siap ditinggal oleh Bintang. Pelopor adanya grup Alumni SDIMT.
Lailahailallah...
Lailahailallah...
Lailahailallah....
Tahlil terus bersahutan, dalam perjalanan menuju kuburan. Sekitar dua puluh orang saja yang datang dalam pemakaman Bintang, itu pun sudah termasuk Mamak dan mbaknya Bintang yang ikut ke pemakaman.
Suasana haru seketika, terlebih saat Bintang telah di doakan oleh Modin dan siap untuk dimasukkan ke dalam liang lahat.
Bara mengacungkan tangan, "Aku bantu menguburkan." ucapnya.
Riz tidak mampu menahan kesedihannya, sehingga dia tak memberanikan diri seperti Bara untuk memakamkan Bintang dengan kedua tangannya sendiri.
Bara melompat ke dalam liang lahat, sehingga berjajar dengan beberapa tukang gali kubur yang juga membantu mayat Bintang memasuki liang lahat, sedangkan setelah Bintang dimasukkan ke dalam liang lahat, Bara lah yang membuka tali pocongnya sehingga tampaklah kini wajah Bintang yang tampak berseri.
Bara masih merasa berat hati meninggalkan Bintang tidur sendirian di alam lain nantinya. Namun mau tidak mau dia harus mengikhlaskan kepergian Bintang untuk selama-lamanya.
Tangannya pun meraih ke pinggir tanah, dia hendak melompat ke luar kuburan. Namun tiba-tiba... Dia merasa tangannya berat saat dia hendak mengangkat tangannya.
Tanpa sadar Bara dengan santainya menatap ke arah tangan kirinya yang terasa berat itu nyantol ke apa. Dan ternyata?
"Bintang?!!!!" pekik Bara begitu terkejut. Bintang kini membelalakkan kedua matanya ke arah Bara dan memegang tangannya Bara.
.
.
.
Lanjutannya secepatnya 😘