> "Rei Jaavu, apakah anda siap meninggalkan dunia ini dan pergi menuju negeri impian anda sekarang?"
"Jepang? Beneran aku bisa ke Jepang?"
> "Jepang? Ya, Jepang. Tentu saja."
Kata-kata itu muncul di layar laptop Rei, seperti tawaran menggiurkan yang nggak mungkin ia tolak. Sebuah sistem bernama "AniGate" menjanjikan hal yang selama ini cuma ada di dalam imajinasinya. Jepang klasik, negeri isekai, atau bahkan jadi tokoh kecil di dalam novel klasik yang selalu ia baca? Semua seperti mungkin. Ditambah lagi, ini adalah jalan agar Rei bisa mewujudkan impiannya selama ini: pergi kuliah ke Jepang.
Tapi begitu masuk, Rei segera sadar... ini bukan petualangan santai biasa. Bukan game, bukan sekadar sistem main-main. Di tiap dunia, dia bukan sekadar 'pengunjung'. Bahaya, musuh, bahkan rahasia tersembunyi menghadangnya di tiap sudut. Lebih dari itu, sistem AniGate seolah punya cara tersendiri untuk memaksa Rei menemukan "versi dirinya yang lain".
"Sistem ini... mempermainkan diriku!!"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon RE-jaavu, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Cinta Tanpa Cinta: Bagian 5
Bagian 5: Malam Rahasia Terbuka
Aku masih terpaku di depan pintu, menatap Sayuri, atau lebih tepatnya Quinsha Rinn yang berdiri sembari mengangkat ponselnya ke arahku. Layar ponsel itu masih menampilkan pesan yang sama dengan yang baru saja aku terima:
> “Bagaimana menurutmu, Rei? Dunia ini cukup menarik, bukan?”
Aku mencoba berkata sesuatu, tapi kata-kata itu seperti tersangkut di tenggorokan. Dia mengangkat alisnya, ekspresi santainya berubah menjadi sesuatu yang lebih serius.
“Kau tidak ingin menjelaskan ini?” tanyanya, suaranya terdengar tenang tapi penuh tekanan.
“Aku… aku tidak tahu apa yang kau maksud,” aku mencoba berbohong, tapi nada gugupku membuatnya tidak mungkin dipercaya.
Dia mendesah, lalu melangkah masuk tanpa menunggu izinku. “Rei, kau benar-benar buruk dalam menyembunyikan sesuatu.”
Aku hanya bisa menutup pintu di belakangnya, merasa seperti anak kecil yang tertangkap basah melakukan sesuatu yang salah. Dia berjalan ke kursi di dekat meja belajarku dan duduk dengan gerakan anggun, seperti sudah mengenal tempat ini.
“Jadi, kau ingin mulai dari mana?” tanyanya sambil menyilangkan kaki, tatapannya tajam seperti sedang menginterogasiku.
“Apa maksudmu?” Aku mencoba terdengar bodoh, tapi sepertinya itu hanya membuatnya semakin yakin.
Dia mengeluarkan ponselnya lagi, memperlihatkan pesan yang sebelumnya dia tunjukkan. “Ini, Rei. Jangan bilang kau tidak mengenal ini.”
Aku menelan ludah, tahu bahwa menyangkal hanya akan membuat segalanya semakin buruk. “Baiklah,” aku akhirnya menyerah. “Kau benar. Aku bukan... Takuto Ishigami.”
Dia tersenyum kecil, tapi ada sesuatu yang terasa dingin di balik senyum itu. “Ya, tentu saja. Aku tahu itu sejak awal.”
...****************...
Aku menatapnya dengan mata membelalak. “Tunggu, apa maksudmu? Sejak kapan kau tahu?”
Dia menghela napas pelan, lalu menyandarkan punggungnya ke kursi. “Kau benar-benar tidak pandai menyembunyikan identitas, Rei. Caramu berbicara, caramu membawa diri—semuanya seperti orang luar yang mencoba terlalu keras untuk menyesuaikan diri. Itu tampak cukup jelas.”
Aku merasa wajahku memanas. “Kalau kau tahu sejak awal, kenapa tidak mengatakan apa-apa?”
Dia menatapku dengan senyuman penuh arti. “Karena aku ingin melihat seberapa lama kau bisa bertahan tanpa membuat kekacauan.”
Aku mendengus, merasa sedikit kesal dengan nada superiornya. “Dan sekarang? Apa kau hanya datang ke sini untuk menghakimiku?”
Dia tertawa kecil, tapi tawanya tidak terdengar sepenuhnya tulus. “Tidak, Rei. Aku datang karena aku ingin memastikan sesuatu.”
“Apa itu?”
Dia menatapku langsung, matanya tajam dan penuh dengan sesuatu yang tidak bisa kugambarkan. “Aku ingin tahu apakah kau benar-benar ada di sini untuk misi ini, atau hanya untuk mengacaukan semuanya.”
“Apa maksudmu?” tanyaku bingung.
Dia berdiri, berjalan mendekat hingga jarak di antara kami hanya beberapa langkah. “AniGate nggak mungkin memberikan misi ini tanpa alasan. Dunia ini bukan cuma tempat untuk bersenang-senang. Kau harus memainkannya dengan serius, atau kau akan gagal.”
Aku mencoba memahami maksudnya, tapi pikiranku masih terlalu sibuk mencerna fakta bahwa aku akan bertemu dengannya lagi untuk kedua kalinya. Sebenarnya apa yang sedang direncanakan AniGate dibalik semua ini?
Aku merasa ada sesuatu yang dia sembunyikan, tapi aku tidak yakin bagaimana cara menggalinya tanpa membuat dia marah. “Jadi, apa kau punya rencana?”
Dia tertawa kecil, nada sarkastisnya membuatku merasa seperti anak kecil yang bertanya sesuatu yang jelas. “Tentu saja aku punya rencana, Rei. Kau pikir aku hanya duduk-duduk di sini tanpa arah?”
Aku menatapnya, mencoba menahan rasa kesalku. “Kalau begitu, kenapa tidak kau jelaskan? Kalau kita akan bekerja sama, aku perlu tahu apa yang ada di kepalamu.”
Dia mengangkat alisnya, tampak sedikit terkejut dengan nada suaraku yang lebih tegas. Tapi kemudian, dia tersenyum kecil, seperti puas dengan jawabanku. “Baiklah,” katanya sambil melangkah kembali ke kursi.
Dia duduk dengan santai, lalu memulai penjelasannya. “Pertama-tama, misi ini adalah tentang menjalin hubungan. Kau tahu itu, kan?”
Aku mengangguk, meskipun sebenarnya aku masih merasa bingung tentang bagaimana aku harus melakukannya.
“Yang kedua,” lanjutnya, “AniGate tidak peduli bagaimana kau melakukannya, asalkan kau mencapai tujuan akhirnya.”
Aku menatapnya dengan curiga. “Apa maksudmu?”
Dia menyeringai, lalu bersandar ke kursi. “Maksudku, kita bisa sedikit… kreatif. Selama sistem tidak mendeteksi pelanggaran langsung, kita punya kebebasan untuk memainkan peran kita dengan cara kita sendiri.”
Aku merasa ada sesuatu yang tidak nyaman dengan cara dia mengatakannya, tapi aku tidak bisa membantah bahwa idenya masuk akal.
“Jadi, bagaimana kau berencana melakukannya?” tanyaku akhirnya.
Dia tersenyum, tapi kali ini senyumnya terasa lebih tulus. “Kita akan membuat perjanjian.”
“Perjanjian?”
Dia mengangguk. “Aku akan membantumu menyelesaikan misi ini, tapi dengan tiga syarat.”
Aku mengerutkan kening, merasa seperti baru saja masuk ke dalam perangkap. “Apa syaratnya?”
Dia berdiri, berjalan mendekat lagi, lalu menatapku dengan senyum yang penuh percaya diri. “Yang pertama, jangan berbicara tentang misi ini kepada siapa pun kecuali aku.”
Aku mengangguk, merasa itu cukup masuk akal.
“Yang kedua,” lanjutnya, “ikuti setiap instruksiku tanpa pertanyaan.”
Aku merasa tubuhku menegang. “Dan yang ketiga?”
Dia tersenyum lebar, matanya bersinar dengan sesuatu yang licik. “Jangan jatuh cinta padaku, Rei.”
Aku menelan ludah, merasa wajahku memanas. “Itu… itu tidak akan terjadi,” jawabku, meskipun suaraku sedikit gemetar.
Dia terkekeh kecil, lalu melangkah ke pintu. “Bagus. Kalau begitu, sampai jumpa di kelas, Takuto-kun. Jangan buat aku menyesal bekerja sama denganmu.”
Dia membuka pintu dan melangkah keluar, meninggalkanku dengan seribu pertanyaan dan sedikit harapan bahwa mungkin, hanya mungkin, misi ini tidak akan seburuk yang kupikirkan.
aku mampir ya 😁