Ralina Elizabeth duduk tertegun di atas ranjang mengenakan gaun pengantinnya. Ia masih tidak percaya statusnya kini telah menjadi istri Tristan Alfred, lelaki yang seharunya menjadi kakak iparnya.
Semua gara-gara Karina, sang kakak yang kabur di hari pernikahan. Ralina terpaksa menggantikan posisi kakaknya.
"Kenapa kamu menghindar?"
Tristan mengulaskan senyuman seringai melihat Ralina yang beringsut mundur menjauhinya. Wanita muda yang seharusnya menjadi adik iparnya itu justru membuatnya bersemangat untuk menggoda. Ia merangkak maju mendekat sementara Ralina terus berusaha mundur.
"Berhenti, Kak! Aku takut ...."
Ralina merasa terpojok. Ia memasang wajah memelas agar lelaki di hadapannya berhenti mendekat.
Senyuman Tristan tampak semakin lebar. "Takut? Kenapa Takut? Aku kan sekarang suamimu," ucapnya lembut.
Ralina menggeleng. "Kak Tristan seharusnya menjadi suami Kak Karina, bukan aku!"
"Tapi mau bagaimana ... Kamu yang sudah aku nikahi, bukan kakakmu," kilah Tristan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Momoy Dandelion, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 32: Otak Sebenarnya
Tristan bercermin, memperhatikan bibirnya yang lecet karena digigit. Ia tersenyum mengingat kembali kejadian tadi. Baru kali ini ia digigit oleh kucing yang berusaha ia lindungi.
"Apa aku terlalu lembut padanya?" lirihnya.
Seminggu ini ia bersabar menanti wanita itu kembali. Ia bertindak sehalus mungkin agar sang istri tak menyadari. Ternyata Ralina cukup pintar membaca situasi. Sejauh ini wanita itu belum mau menyerah kepadanya.
Ia ingin terlihat seperti orang baik. Tapi terkadang kesabarannya habis dengan respon sang istri. Apalagi jika mengingat ada lelaki lain yang dipikirkan Ralina, jiwa agresifnya tak bisa dikontrol lagi.
"Aku rasa apa yang kamu lakukan kali ini sudah melewati batas," ucap Regis yang masih berada di ruangannya.
"Kenapa? Apa kamu mau membela John Arthur?" tanya Tristan.
Ia melepaskan kemeja yang terkena noda wine dan mengganti dengan kemeja baru yang Regis bawakan untuknya.
"Tidak. Aku hanya kasihan pada istrimu. Lagi pula, John Arthur itu ayah mertuamu sendiri. Orang-orang akan tertawa jika tahu ada seorang menantu yang melaporkan mertuanya sendiri. Dan aku yakin, istrimu akan sangat membencimu."
Tristan menyeringai. Ia memasangkan kancing satu per satu pada kemejanya.
"Kalau begitu, jangan memberitahunya," jawabnya enteng.
"Aku sudah sangat berbaik hati menangani hal ini secara diam-diam tanpa media."
Melihat sisi pembangkang Ralina cukup mengejutkannya. Tapi, Ralina juga pasti akan terkejut jika tahu dia tak sebaik kelihatannya. Tuduhan sang istri tak semua benar tapi tak semua salah. Ia memang otak di balik penangkapan ayah mertuanya sendiri.
Bertahun-tahun ia sudah menahan diri dengan kelakuan John Arthur. Setelah menikahi Ralina, ia rasa tidak ada gunanya lagi membantu keluarga lelaki tua itu. Mau hancur juga dia tidak peduli. Ralina bisa ia jaga tanpa melibatkan mereka.
"Tidak semua orang bisa memahami jalan pikiranmu, Tristan!" Regis menggeleng-gelengkan kepalanya. Ia heran temannya bisa senekad itu.
"Kamu sudah tahu kalau aku selalu melakukan apa yang menurutku benar," ucap Tristan.
"Sepertinya hari ini aku ingin pulang cepat. Kamu tolong selesaikan pekerjaanku, ya!" pintanya.
Regis mematung dengan permintaan atasannya itu. Lagi-lagi ia harus lembur karena mood Tristan tampaknya kurang baik. Dengan tanpa rasa bersalah temannya itu pergi begitu saja meninggalkan ruangan.
***
"Kamu sudah pulang?" Emili melihat putranya yang sudah kembali di rumah padahal masih sore.
"Ya, Mom. Aku sedikit tidak enak badan."
"Bibirmu kenapa?" Emili fokus melihat bibir putranya yang tampak lecet.
"Ditonjok Regis," jawab Tristan asal.
"Apa? Regis memukulmu? Kalian bertengkar?" Emili tampak syok mendengarnya. Selama ini ia tahu hubungan putranya dengan Regis sangat baik.
Tristan tertawa kecil. "Aku bercanda, Mom. Ini karena aku menabrak pintu," kilahnya.
"Ya Tuhan ... Bisa-bisanya kamu jalan tidak lihat-lihat sampai menabrak pintu. Kalau jalan hati-hati!" omel Emili. Ia sebenarnya khawatir, tapi yang terucap dari mulutnya justru omelan.
"Oh, iya. Ralina bagaimana? Dia belum mau pulang ke sini?"
Tristan diam tak menjawab pertanyaan itu.
Emili menghela napas. "Dia sebenarnya mau tidak menjadi istrimu? Kenapa tidak mau ikut denganmu ke sini?" gumannya.
"Mommy dengar ayahnya juga ditangkap polisi? Apa itu benar?"
"Kata siapa?" Tristan heran ibunya bisa mendengar kabar itu.
"Daddy yang bilang."
Tristan lupa kalau ayahnya juga pasti mengikuti berita-berita di kalangan pengusaha. Ia sudah berusaha agar informasi itu tidak bocor, tapi tetap saja ia kecolongan.
"Firasat Mommy memang tidak pernah salah. Ini yang selalu Mommy khawatirkan sejak awal! Kamu sudah sembarangan memilih istri! Keluarga mereka memang tidak beres, Tristan!"
"Mungkin lebih baik kamu tidak usah berurusan dengan mereka lagi. Kalau Ralina memang tidak mau menjadi istrimu, tinggalkan saja! Ceraikan saja dia!"
Tristan tampak kurang suka mendengar ucapan ibunya. "Mom, biar aku yang menyelesaikan masalah ini. Ralina pasti akan datang ke sini. Mommy sabar," pintanya.
"Apa tidak aneh sepasang pengantin baru tapi hidup terpisah? Mommy tidak mengerti apa yang sedang kamu rencanakan," gumam Emili. Ia heran putranya bersikeras untuk tetap berhubungan dengan wanita dari keluarga Arthur.
Tristan hanya tersenyum. "Aku mau naik ke atas dulu, Mom. Mau istirahat," pamitnya.
Tristan lantas melewati ibunya menuju kamar pribadinya yang ada di lantai atas. Kamar yang biasa ia gunakan itu sudah diberi lemari tambahan untuk menyimpan baju-baju istrinya yang sudah ia persiapkan. Sayangnya, wanita itu belum juga kembali.
Tristan berjalan lurus ke arah kamar mandi. Ia melepaskan satu per satu pakaiannya dan masuk ke dalam bathtub yang terisi penuh oleh air. Saat ia masuk, air di dalamnya sampai ada yang tumpah.
Ia menyandarkan punggungnya pada tepian bathtub seraya menghela napas. Hari ini terasa melelahkan. Bayangan yang tiba-tiba terlintas dalam pikirannya adalah wajah Ralina yang tampak bersemu merah saat ia menciumnya tadi di kantor.
"Ah, sialan!" pekiknya.
Tristan menyadari ada bagian tubuhnya yang tegak berdiri hanya dengan membayangkan sang istri. Ia merasa seperti seekor binatang yang sedang bir ahi.
Tangannya perlahan memegangi miliknya sendiri. Matanya terpejam sambil membayangkan sosok cantik sang istri.
"Aku pasti sudah gila," gumamnya sembari terus menggerakkan tangannya.
Bayangan Ralina tampak begitu nyata hadir di hadapannya. Gadis muda yang telah bertumbuh dengan bentuk badan yang semakin indah. Membuat Tristan tak bisa menahan dirinya.
Masih tergambar jelas manisnya ciuman bercampur wine di kantor tadi. Bibir kecil itu begitu nikmat untuk disesapi. Pinggang yang ramping, kulit yang mulus, serta dada yang sintal benar-benar membuatnya menggila. Seakan ia sudah tidak sabar untuk menjamah seluruh tubuhnya.
"Ah, dia pasti akan takut kalau tahu aku segila ini."
"Ralina ... Aku ingin memelukmu."
Ia membayangkan Ralina memeluknya. Duduk di atas pangkuannya sembari memberikan ciuman yang mesra. Lalu sang istri memasukkan miliknya perlahan-lahan dengan suara desa han penggugah hasrat. Menggoyang-goyangkan pinggulnya ke depan belakang yang membuatnya merasa nikmat.
Ia menyusu padanya sementara tangan yang lain memegangi dada satunya.
Bukan kali ini saja ia membayangkan wanita itu sembari berbaring di atas bathtub. Sejak menyelamatkannya di klab malam, bayangannya selalu terngiang-ngiang.
Tiga tahun sudah ia menahan diri untuk tidak menyentuhnya. Setelah sah menjadi suami istri, ingin sekali ia mewujudkan imajinasinya.
"Ah, Ralinku sayang ... Istriku tersayang ...."
Cairan kental meluncur keluar dari ujung miliknya. Napas Tristan terengah-engah. Seketika ia jadi lemas dengan debaran jantung yang terdengar begitu cepat.
Ia terkekeh menyadari betapa gila dirinya sudah menjadikan Ralina sebagai obyek fantasi. Ia mengakui jika dirinya memang tidak waras.
"Hah ... Ralin ... Aku sudah menunggumu sampai cukup dewasa," ucapnya sembari menyeringai.
kira" kemana raliba apa diculik jg sama bobby bisa sj kn raliba dpt info dr seseorang beritahu kbradaan karina yg trnyata dibohongi jg sma orang itu krn oerginya ralina g ada yg tau knp hamin g ngejar waktu itu
tristan pdkt sama ralina ny jngan kasar"
klo g kabur masa iya tristan rela jd suami karina yg urak an demi mnjaga ralina udah dikuras uagnya msih korban raga pdhl udah menyadari klo suka sama ralina... buang " ttenagadan harta tristan
ralina kabur kemana nih