seorang gadis "bar-bar" dengan sikap blak-blakan dan keberanian yang menantang siapa saja, tak pernah peduli pada siapa pun—termasuk seorang pria berbahaya seperti Rafael.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lince.T, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
kejaran yang tak terelakan
Liana berlari cepat, napasnya terengah-engah. Setiap langkah terasa berat, namun ia tahu, jika berhenti, Darius akan menangkapnya. Kegelapan malam mengelilinginya, hanya ada suara langkah kaki yang menggebu, dan suara kejaran yang semakin mendekat. Gudang yang dulu terasa begitu menakutkan, kini menjadi tempat yang hanya menyisakan ancaman dan kebebasan yang terenggut.
Di depan, Liana bisa melihat cahaya terang dari pintu belakang gudang. Pintu yang memberikan sedikit harapan untuk kabur dari kejaran yang terus mendekat. Namun, tepat saat dia mencapai pintu, dua pria berbadan kekar muncul di depannya. Kedua pria itu menatapnya dengan tatapan tajam, tubuh mereka membentuk dinding yang kokoh.
Liana terhenti sesaat, matanya menyusuri kemungkinan-kemungkinan. Ke mana dia bisa pergi sekarang? Satu-satunya jalan keluar tertutup. Tanpa banyak pilihan, Liana berputar arah dan berlari ke sisi lain gudang, berharap menemukan celah untuk keluar. Namun, dari belakang, suara langkah kaki Darius dan anak buahnya semakin keras.
Mereka semakin dekat.
Liana bisa merasakan ketegangan itu. Tubuhnya terasa lelah, napasnya semakin terengah, namun keinginannya untuk bertahan hidup jauh lebih kuat. Di sisi kanan, dia melihat sebuah jendela kecil yang terbuka. Tanpa ragu, Liana mempercepat langkahnya dan melompat ke arah jendela itu, berusaha menembus ruang sempit yang menjadi satu-satunya jalan keluar.
Namun, tepat saat ia menyentuh jendela, tangannya ditangkap dari belakang oleh seorang pria besar yang dengan cepat menariknya kembali. “Kau tidak akan ke mana-mana,” kata pria itu dengan suara kasar, memegang pergelangan tangannya dengan kuat.
Liana meringis, berusaha membebaskan diri, tetapi pria itu terlalu kuat. Dia menggertakkan giginya dan berusaha bertarung, tetapi tubuhnya terlalu lelah untuk melawan lebih lama. Saat itulah, suara Darius terdengar mendekat.
“Jangan biarkan dia lolos,” teriak Darius dengan suara berat dan penuh kebencian. “Kita tidak akan memberi ampun padanya.”
Liana menatap Darius yang kini muncul dari bayangan, tatapannya tajam dan penuh amarah. “Kamu pikir kamu bisa mengendalikan segalanya?” kata Liana, suaranya penuh tantangan. “Tidak semua orang bisa dikuasai dengan kekuatan.”
Darius mengangkat alis, menyeringai sinis. “Itu yang kamu kira. Kau harus tahu, di dunia ini, uang dan kekuasaan berbicara lebih keras dari kata-kata.”
Liana menggigit bibir bawahnya, berusaha berpikir cepat. Saat itu, dia melihat kesempatan. Dengan satu gerakan cepat, dia menendang pria yang memegang tangannya ke arah lututnya. Pria itu terhuyung mundur, memberi ruang bagi Liana untuk meronta bebas.
Tanpa menunggu lama, Liana berlari secepat mungkin, menuju pintu keluar. Di belakangnya, Darius berteriak marah, namun Liana tidak menoleh. Ia terus berlari dengan segenap tenaga yang tersisa. Langkah-langkah berat itu semakin dekat, dan Liana bisa mendengar suara langkah kaki yang mengejar semakin kencang.
Pintu belakang gudang semakin dekat, namun Liana tahu, dia tidak akan bisa meloloskan diri dengan mudah. Darius pasti sudah menyiapkan jebakan lainnya. Di saat seperti ini, dia harus pintar mencari celah.
Saat akhirnya dia melintasi pintu dan keluar ke luar, udara malam yang dingin menyambutnya. Liana merasa sedikit lega, tetapi hanya sebentar. Dia bisa mendengar mobil yang meluncur mendekat, tetapi kali ini, ia tidak tahu apakah itu akan menyelamatkannya atau malah membawa lebih banyak masalah.
Di saat terakhir, sebuah mobil hitam melaju kencang, berhenti tepat di depan Liana. Pintu mobil terbuka, dan dari dalam, sebuah suara familiar terdengar.
“Liana! Masuk!” seru suara itu, dengan nada yang penuh urgensi.
Liana tidak berpikir panjang lagi. Ia berlari secepat mungkin, melompat ke dalam mobil yang segera melaju meninggalkan tempat itu. Dari jendela belakang, dia bisa melihat bayangan Darius yang menghilang dalam gelap, dan dia tahu, untuk sementara, dia berhasil melarikan diri.
Namun, rasa takut tetap menghantuinya. Darius tidak akan membiarkannya pergi begitu saja. Ini baru permulaan dari kejaran yang tak terelakkan.Mobil itu melaju kencang di jalanan yang gelap, meninggalkan gedung gudang yang terbenam dalam kegelapan malam. Liana duduk di kursi belakang, tubuhnya masih terasa tegang, matanya tertuju ke luar jendela, meskipun dia tahu, tidak ada yang bisa dilihat di kegelapan malam yang pekat. Hanya bunyi mesin mobil yang bergema, mengisi kesunyian yang mencekam.
Tapi meskipun mobil ini membawa kecepatan dan harapan, Liana tahu bahwa dia belum aman. Rasa cemas yang tak tertahankan masih menggelayuti dadanya. Darius pasti tidak akan menyerah dengan mudah. Dia sudah terlalu banyak kehilangan untuk membiarkan Liana pergi begitu saja. Kejaran ini belum berakhir. Liana bisa merasakan ketegangan itu di dalam dirinya—ketegangan yang tak bisa dia hilangkan begitu saja.
Tak lama setelah mobil mulai melaju di jalanan sepi, suara dari depan kabin mobil terdengar.
"Tenang, Liana. Kamu aman sekarang," suara yang familiar dan menenangkan itu terdengar dari sopir. Liana menoleh dan melihat pria itu, sosok yang sejak awal sudah ada di sana untuk menolongnya, meskipun dia belum tahu siapa dia sebenarnya. “Kami akan membawamu ke tempat yang aman."
Liana mengangguk, meski hatinya masih penuh keraguan. “Terima kasih, tapi siapa kamu sebenarnya?” tanyanya, suara terdengar lebih tenang meskipun masih ada sedikit ketegangan. “Kamu... tahu apa yang terjadi di sana, dan kenapa kamu membantu?”
Pria itu, yang mengenakan jas hitam dan kacamata hitam meskipun malam sudah larut, tersenyum kecil. "Aku hanya melakukan pekerjaan," jawabnya singkat. "Tapi kamu harus tahu, jika tidak ada yang membantumu, Darius akan terus mengejarmu. Tidak ada tempat yang benar-benar aman."
Liana merasa terkejut, namun dia tidak mengatakan apa-apa lagi. Mereka melaju semakin jauh, memasuki jalanan yang lebih asing baginya. Perasaan kebingungannya semakin bertambah. Siapa orang ini? Mengapa dia membantunya? Apa tujuannya?
Namun, dia tahu satu hal pasti—Darius akan terus mengincarnya. Liana mengingat wajah pria itu, senyum licik dan matanya yang penuh kebencian. Darius tidak akan berhenti.
Ketegangan di dalam mobil itu semakin terasa, seiring dengan jarak yang semakin jauh dari tempat kejadian. Liana berusaha untuk menenangkan diri, mengatur napas, namun pikirannya terus terarah pada apa yang akan terjadi selanjutnya. Apa yang harus dia lakukan? Bersembunyi? Menyerah? Atau terus melawan?
Tiba-tiba, mobil itu belok ke arah jalan kecil yang menembus hutan. Dedaunan yang lebat dan pepohonan tinggi mengelilingi jalan itu, menciptakan suasana sepi dan sunyi. Liana merasakan ketidaknyamanan saat mobil itu semakin jauh dari keramaian. Tidak ada yang tahu mereka ke sini. Tidak ada saksi yang bisa membantu.
“Kita sudah hampir sampai,” kata pria itu, tanpa melihat ke belakang.
Liana menatapnya bingung. “Ke mana? Siapa yang akan menolongku di sini?”
Pria itu tidak menjawab. Mobil itu terus melaju dalam diam, melewati jalan berbatu dan berliku-liku, hingga akhirnya berhenti di depan sebuah rumah besar yang terlihat seperti sebuah villa tua. Bangunan itu terletak di tengah hutan, dikelilingi pohon-pohon besar yang menaungi halaman depan rumah.
Liana menatap villa itu dengan penuh kebingungan dan keraguan. “Ini… tempat siapa?” tanyanya, mulai merasakan ketegangan lagi.
“Aku sudah bilang, kamu aman di sini. Tapi kamu harus berhati-hati. Tidak ada yang bisa dipercaya di luar sana,” pria itu menjawab, sambil membuka pintu mobil.
Liana mengangguk perlahan, merasakan ketakutan yang semakin merayap. Ia keluar dari mobil dan melangkah ke dalam rumah dengan langkah hati-hati, mencoba membaca setiap gerakan di sekitarnya. Setiap sudut yang ada sepertinya menyimpan rahasia yang belum terungkap.
Setibanya di dalam, Liana disambut oleh seorang wanita muda yang mengenakan pakaian hitam. Wajahnya cantik, tetapi ada kesan misterius yang mengelilinginya. “Selamat datang, Liana. Kami sudah menunggu kedatanganmu,” kata wanita itu dengan suara lembut namun penuh penekanan.
Liana hanya bisa diam. Semua ini terasa begitu asing, dan meskipun rumah ini terlihat aman, dia tahu bahwa itu hanyalah ilusi. Dunia yang ia masuki saat ini bukanlah dunia yang dia kenal, dan tidak ada yang bisa dia percayai.
“Siapa kamu?” tanya Liana, tidak bisa menahan rasa curiga yang menguasainya.
“Jangan khawatir,” jawab wanita itu, tersenyum tipis. “Kami di sini hanya ingin membantu.”
Tapi di dalam hati Liana, rasa cemas dan kebingungannya hanya semakin dalam. Siapa yang akan membantunya? Apa yang sebenarnya terjadi di balik semua ini? Dan, yang lebih penting—siapa yang bisa dia percayai di dunia yang penuh dengan rahasia dan kebohongan ini?