Seorang pengangguran yang hobi memancing, Kevin Zeivin, menemukan cincin besi di dalam perut ikan yang tengah ia bersihkan.
"Apa ini?", gumam Kevin merasa aneh, karena bisa mendengar suara hewan, tumbuhan, dan angin, seolah mampu memahami cara mereka berbicara.
"Apakah aku halusinasi atau kelainan jiwa?", gumam Kevin. Namun perlahan ia bisa berbincang dengan mereka dan menerima manfaat dari dunia hewan, tumbuhan, dan angin, bahkan bisa menyuruh mereka.
Akankah ini berkah atau musibah?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mardi Raharjo, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Ancaman Cyborg Mutan
Kevin pun menduga yang dimaksud oleh cyborg itu adalah Tino.
"Walikota Dorman maksudmu? Hahaha, dia bahkan ingin bekerjasama denganku", jawab Kevin. Nampak cyborg itu terdiam karena Kevin mengenal tuannya dan nampak tidak berbohong atas hubungan yang ia katakan.
"Itu saja, kau masih bisa mengancamku. Baik lah, kusisakan saja kepala kalian kalau begitu", ucap Kevin lantas kembali membenturkan mereka hingga tersisa 10 kepala yang setengah hancur. Mereka semua tak sanggup melawan kebrutalan Kevin meski itu cukup menguras tenaganya.
Kevin melihat ke arah tiga mutan yang mengobati Aldo. Naga Merah itu tengah terbaring lemah, di mana penanganan rumah sakit Bremlin tak kan sebanding dengan operasi yang dilakukan ketiga cyborg mutan ini.
"Harus kah kubinasakan dia sekarang atau aku membuat kesepakatan dengan saudaranya, si walikota Dorman?", pikir Kevin menimbang risiko sebelum bertindak. Bagaimana pun, Aldo dan antek-anteknya mengincar nyawanya selama ini setelah mengacaukan bisnis kotor mereka.
Kevin belum memutuskan apapun namun melangkah mendekati Aldo.
"Aku tahu kamu tidak selemah itu. Dengarkan aku! Sekarang aku bisa saja melenyapkan nyawa kalian berempat. Berhenti mengusikku dan cabut tuduhanmu atau akan kukejar ke manapun kau lari, sekuat apapun pelindungmu, aku yakin mampu menghancurkan kalian seperti hari ini", ucap Kevin, membuat ketiga cyborg mutan memandang sinis dirinya.
"Huh, apa kau kira aku memang lemah hanya karena sedang terluka parah? Bahkan seribu bocah bodoh sepertimu pun aku tidak takut!", nampak Naga Merah mempertahankan wibawanya meski tetap memejamkan mata. Kevin tidak tahu apakah otaknya rusak atau memang ada suatu kehebatan yang masih tersembunyi.
"Krak!"
"Aagh!"
Tiga cyborg dan Naga Merah dijerat dengan akar berduri, hanya Aldo yang memekik kesakitan karena kondisinya semakin parah. Ketiga mutan cyborg itu didesain untuk pengobatan meski mampu bertarung. Namun mereka jelas bukan tandingan Kevin sekarang.
"Jika kau memang sehebat itu, tunjukkan kemampuanmu sekarang atau kulepas satu per satu jarimu hingga meregang nyawa kehabisan darah dan tersiksa!", tantang Kevin.
"Aagh!"
Aldo kembali memekik hingga pingsan, saat ibu jari kaki kirinya dilepas dengan cara ditarik keras dengan akar berduri.
"Ck ck ck. Kau belum boleh pingsan", Kevin menusuk tulang sumsum punggung Aldo hingga memekik dan tersadar dari pingsannya. Nampak keringat dingin merembes keluar dari dahinya.
"Kau, bajingan!", kutuk Aldo, merasakan sensasi sakit luar biasa namun bertahan agar tidak pingsan lagi.
"Kau lebih bajingan, menjual perempuan muda seperti kuda. Juga, kalian bersekongkol dengan Vico yang culas untuk menjadikanku buronan sekarang. Katakan alasan lagi, maka sebanyak itu pula akan kulepas jemarimu itu!", ancam Kevin sungguh-sungguh. Ia benar-benar senang mempermainkan lawan, di mana sebelumnya Kevin diperlakukan seperti tikus yang dikejar dan harus dimusnahkan.
'Kau! Aagh!", belum selesai berucap, Kevin telah melepas ibu jari kaki kanan Aldo hingg berteriak dan menahan diri dari pingsan.
"Ups, maaf, kamu belum bicarakan alasan lain ya, maaf. Tapi, sudah terlanjur lepas. Jadi, aku berikan satu kesempatan mengatakan alasan lain. Untuk alasan berikutnya, seharga satu jarimu. Ayo katakan!", ujar Kevin dengan wajah bahagia.
Aldo bukan pria bodoh. Harga diri, wibawa tidak bisa menyelamatkannya sekarang. Lebih baik diam, mengalah dan membalas nanti saat semua sudah terkondisi.
"Loh, kau bisu sekarang! Mungkin jari lain akan membuatmu berbicara", ujar Kevin bersiap mengeksekusi.
"Jangan, jangan! Aku kalah, aku mengaku kalah. Tolong lepaskan aku. Aku sudah mencabut laporanku sekarang. Kau bisa memeriksanya di kantor polisi sekarang", Aldo adalah ajudan Vico. Tentu saja dengan teknologi sekarang ia bisa secepatnya mencabut laporan. Tentu saja Aldo takkan memanggil polisi sekarang, karena jejak sidik jari Kevin sama sekali tidak ada. Kevin menggunakan akar tanaman untuk melawan.
"Nah, itu bagus. Besok aku akan menemui walikota Dorman untuk membuat kesepakatan. Kalau kau masih dendam, datang lah. Aku tahu kau punya hubungan dengan Tino Sebastian", ujar Kevin lantas melempar mereka berempat ke arah reruntuhan Bibcock.
"Brugh! Brugh! Brugh!"
Kevin melesat pergi untuk mengisi kembali energinya sekaligus membuat strategi jika dirinya esok dikeroyok. Bagaimana pun, Tino dan Aldo punya hubungan kerabat.
Di atas pohon, Kevin menganalisa kelemahan zirah anginnya sembari mengisi ulang energi cincin keramatnya.
"Peningkatan kecepatan pemulihan dan respon atas serangan. Hufh, ini memang bagus namun pasif dan membutuhkan banyak energi", gumam Kevin lantas memilih fokus mengindari serangan dan menyerang balik di titik lemah lawan saja.
Entah terbiasa atau kemampuannya telah berkembang, daya serap energinya semakin cepat. Dua indikator cincin biasanya butuh setengah hari. Kini hanya dua jam saja sudah penuh.
Di atas pohon, Kevin terus berlatih mengembangkan kemampuannya. Terlebih untuk area yang minim hewan dan tumbuhan seperti di istana Tino.
"Bang Rain, mohon maaf nih. Itu kepala terbuat dari api kan?“, heran Kevin. Ia sudah pernah mencari dalam ingatannya, tidak ada hewan atau tumbuhan yang bisa memunculkan api. Lantas kenapa kepala sosok raja cincin ini malah menyerupai api?
"Ini memang api. Tapi, ini adalah simbol nafsu yang dimiliki semua hewan. Nafsu ini tidak memiliki aturan yang sama dengan bangsa manusia. Semua selalu sesuai fungsi penciptaan, tidak kurang atau lebih", jawaban Rain membuat Kevin bingung.
"Apa kaitan nafsu dan api sih bang?", Kevin benar-benar bingung.
"Dari dahulu, tak ada yang tahu bentuk asli api, begitu pun nafsu. Mereka sama-sama membakar energi menjadi bentuk lain. Tanpa asupan, baik api atau pun nafsu akan melemah atau bahkan padam. Mereka juga butuh pemantik. Dari pemahaman ini lah pemilik cincin sebelumnya mampu memantik api hanya dari jentikan jarinya", jelas Rain.
"Waw, keren!", puji Kevin tanpa sadar.
"Jangan tanya bagaimana caranya, karena aku pun tak tahu. Kamu hanya mendapat warisan ingatan cara menggunakan cincin ini. Selebihnya harus kamu kembangkan sendiri", ungkap Rain.
Dengan sangat bersemangat, Kevin mencoba jentikan jarinya. Namun tentu tak menghasilkan apapun selain suara.
"Eh, susah juga ya", gumam Kevin yang tetap terus mencoba, pantang menyerah.
Hingga malam tiba, Kevin akhirnya berhenti mencoba.
"Ah, sudah lah. Kucoba lain kali. Besok aku harus bersiap menghadapi Tino dan pasukannya", Kevin memilih istirahat saja meski tidak lelah. Malam itu begitu dingin dan hujan rintik. Berpayung rimbunnya daun dan zirah udara, tubuhnya tetap aman, sama sekali tidak basah.
Keesokan pagi, setelah sarapan ikan bakar, Kevin memperhatikan mancis miliknya.
"Pemantik ini terbuat dari batu khusus dan logam, membakar bahan bakar di dalam", gumam Kevin mencoba mencari padanan. Ia mempelajari bagaimana pemantik memicu api untuk membakar bahan bakar yang hanya menyala di ujung mancis, tidak membakar bahan di dalam mancis.
"Jadi, bahan bakar itu takkan menyala tanpa udara", gumam Kevin mulai memahami. Saat itu, memorinya terpicu menunjukkan pohon pinus dan resin dari getahnya.
