NovelToon NovelToon
KARMA Sang Pemain Cinta

KARMA Sang Pemain Cinta

Status: sedang berlangsung
Genre:Nikahmuda / CEO / Dikelilingi wanita cantik / Pernikahan Kilat / Pelakor jahat / Balas dendam pengganti
Popularitas:6.7k
Nilai: 5
Nama Author: Lintang Lia Taufik

Naura, seorang gadis desa, terjerat cinta pria kaya raya—Bimo Raharja, saat memulai pekerjaan pertama di kota.

Pada suatu hari, ia harus menahan luka karena janji palsu akan dinikahi secara resmi harus kandas di tengah jalan, padahal ke-dua belah pihak keluarga saling mengetahui mereka telah terikat secara pernikahan agama.

"Mas Bimo, tolong jangan seperti ini ...." Naura berbicara dengan tangis tertahan.

"Aku menceraikan kamu, Naura. Maaf, tapi aku telah jatuh cinta pada wanita lain."

Baru saja dinikahi secara agama, tapi tak lama berselang Naura ditinggalkan. Masalah semakin besar ketika orang tua Naura tahu jika Bimo menghamili wanita lainnya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lintang Lia Taufik, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab4. Rahasia di Balik Janji

Hari-hari setelah pernikahan siri itu terasa seperti mimpi bagi Naura.

Bimo memenuhi setiap kebutuhannya dengan kemurahan hati yang sulit dipercaya.

Ayahnya kini menjalani masa pemulihan dengan lancar, sementara ibunya terlihat lebih ceria karena tekanan finansial keluarga mulai mereda.

Namun, di balik semua itu, hati Naura masih diliputi oleh bayangan keraguan.

Malam itu, Bimo mengajak Naura ke apartemen mewahnya untuk makan malam. Ia mengatakan ingin merayakan kesembuhan ayah Naura sekaligus memberikan kejutan kecil.

Naura setuju, meski ia masih belum sepenuhnya nyaman dengan semua perubahan yang mendadak terjadi dalam hidupnya.

Saat Naura tiba di apartemen, Bimo menyambutnya dengan senyum lebar.

"Naura, masuklah. Aku sudah menyiapkan semuanya," ucapnya, menarik tangan Naura dengan lembut.

Ruangan itu begitu indah, dihiasi dengan lilin-lilin kecil di atas meja makan dan bunga mawar segar yang memenuhi udara dengan wangi lembut.

"Mas Bimo, ini semua ... terlalu berlebihan," kata Naura, mencoba menyembunyikan kegugupannya.

"Tidak ada yang berlebihan untuk istriku. Aku ingin kamu tahu bahwa aku sangat mencintaimu, Naura. Kamu adalah segalanya bagiku," rayu Bimo.

Naura mencoba tersenyum, meski di dalam hatinya ia merasa kata-kata Bimo terlalu muluk.

"Terima kasih, Mas. Aku hanya ingin semuanya sederhana."

Bimo mengangguk, lalu menggenggam tangan Naura. "Ada sesuatu yang ingin aku bicarakan, Naura."

Naura menatapnya dengan penuh perhatian.

"Apa itu, Mas?"

Bimo menarik napas dalam-dalam sebelum menjawab.

"Aku ingin kita pindah ke apartemen ini. Aku merasa lebih nyaman jika kita tinggal bersama di sini. Lagipula, aku ingin kamu jauh dari beban yang selama ini kamu pikul di rumah."

Naura terkejut. Pindah ke apartemen ini? Meninggalkan orang tuanya?

"Mas, aku... aku tidak bisa meninggalkan Ayah dan Ibu. Mereka masih membutuhkan aku."

Bimo tersenyum tipis, lalu berkata dengan nada lembut namun tegas, "Naura, aku ingin kamu mempercayai aku. Aku akan memastikan keluargamu tidak kekurangan apa pun. Tapi sebagai suami, aku ingin kamu berada di dekatku."

Kata-kata itu membuat Naura terdiam. Ia tahu betul apa yang dimaksud Bimo, tetapi hatinya masih diliputi dilema.

Bagaimana ia bisa meninggalkan keluarganya, sementara mereka adalah alasan utama ia menerima pernikahan ini?

Namun, sebelum ia sempat menjawab, ponsel Bimo berdering. Ia melirik layar dan wajahnya berubah seketika.

"Maaf, Naura. Aku harus menjawab ini," katanya, lalu berdiri dan berjalan ke balkon.

Naura hanya bisa memperhatikan dari jauh. Nada suara Bimo saat berbicara di telepon terdengar berbeda—dingin, tajam, dan penuh tekanan.

Ia tidak bisa menangkap semua kata-kata Bimo, tetapi satu kalimat yang ia dengar jelas membuat dadanya berdegup kencang.

"Jangan sampai dia tahu. Semua harus berjalan sesuai rencana."

Naura merasakan dingin menjalari tubuhnya.

Siapa yang dimaksud Bimo? Apa yang sebenarnya sedang direncanakannya?

Saat Bimo kembali ke meja, ia tersenyum seperti tidak ada yang terjadi.

"Maaf, Naura. Urusan pekerjaan," ujarnya ringan.

Naura mencoba menyembunyikan rasa cemasnya dan mengangguk.

Namun, di dalam hatinya, ia tahu ada sesuatu yang Bimo sembunyikan darinya.

***

Setelah makan malam, Bimo mengantar Naura pulang seperti biasa.

Namun, ketika Naura turun dari mobil, ia mendapati sebuah amplop diselipkan di pintu rumahnya.

Amplop itu tidak memiliki nama pengirim, hanya bertuliskan “Untuk Naura” dengan tinta hitam.

Dengan tangan gemetar, Naura membuka amplop itu. Isinya hanya satu lembar kertas, tetapi kata-kata di dalamnya membuat jantungnya serasa berhenti berdetak.

“Kamu pikir dia menikahimu karena cinta? Buka matamu, Naura. Kau hanya bagian dari rencana besar yang akan menghancurkanmu.”

Naura tertegun, amplop itu hampir terlepas dari tangannya. Siapa yang mengirim pesan ini? Apa maksudnya? Dan... apa sebenarnya rencana yang dimaksud?

****

Naura memandangi amplop itu lagi, jemarinya gemetar. Pesan misterius yang ia baca tadi siang seolah menjadi petunjuk akan sesuatu yang lebih besar. Sesuatu yang Bimo sembunyikan darinya.

Ia duduk di atas ranjang, mencoba mengatur napas. Bayangan Anita yang dengan santai melontarkan peringatan kembali terlintas di benaknya.

Kata-kata wanita itu begitu tegas dan mengguncang, seolah-olah Anita tahu sesuatu yang Naura tidak ketahui.

“Mas Bimo,” gumam Naura pelan, menatap cincin di jari manisnya. “Apa yang sebenarnya Mas sembunyikan dariku?”

***

Malam itu, Bimo datang ke rumahnya seperti biasa.

Ia membawa kantong besar berisi makanan dan beberapa kebutuhan untuk keluarga Naura.

Tapi kali ini, tatapan Naura padanya berbeda—lebih tajam, lebih menyelidik.

“Naura, kamu kenapa?” tanya Bimo, menyadari perubahan sikap istrinya.

Naura berusaha tersenyum, tetapi senyuman itu tidak sampai ke matanya. “Nggak apa-apa, Mas. Aku cuma banyak pikiran.”

Bimo menatapnya sejenak, lalu tersenyum kecil. “Kalau ada apa-apa, bilang saja, ya. Aku di sini buat kamu.”

Naura hanya mengangguk.

Namun, di dalam hatinya, ia tahu ini saatnya mencari jawaban.

Setelah makan malam, saat keluarga Naura sudah masuk ke kamar masing-masing, ia memutuskan untuk mengutarakan apa yang mengganjal di hatinya. Mereka duduk di ruang tamu, hanya ditemani oleh suara jangkrik di luar jendela.

“Mas,” panggil Naura pelan.

“Iya, Sayang? Ada apa?” Bimo menatapnya sambil tersenyum.

Naura menghela napas panjang. “Hari ini, aku bertemu seseorang. Dia bilang dia teman Mas.”

Ekspresi Bimo berubah. “Siapa?”

“Namanya Anita,” jawab Naura, memperhatikan setiap gerakan kecil di wajah Bimo.

Wajah Bimo menegang sesaat, tetapi ia cepat-cepat memasang senyuman.

“Oh, Anita. Iya, dia teman lama. Kenapa dia ngomongin aku sama kamu?” tanya Bimo penasaran.

Naura menelan ludah. “Dia bilang aku harus berhati-hati. Dia bilang Mas bukan tipe orang yang hanya mencintai satu orang.”

Bimo terkekeh, meski tawa itu terdengar hambar.

“Anita memang suka bercanda. Jangan dengarkan dia, Naura. Dia hanya iri melihat aku bahagia dengan kamu.”

Namun, Naura tidak berhenti di situ. “Mas, ada apa sebenarnya antara Mas dan Anita? Kenapa dia bilang begitu?”

“Naura, aku sudah bilang. Dia cuma teman lama. Kamu jangan terlalu memikirkan omongannya,” jawab Bimo dengan nada lebih tegas.

“Tapi, Mas…” Naura menggigit bibir, mencoba menahan air matanya. “Aku dapat pesan-pesan aneh. Mereka bilang aku cuma bagian dari rencana besar. Aku tidak mengerti, Mas. Apa maksud semua ini?”

Bimo membeku. Untuk pertama kalinya, ia kehilangan senyumnya. “Pesan? Pesan apa maksudmu?”

Naura mengambil amplop yang ia simpan di bawah bantal dan menyerahkannya pada Bimo.

“Ini. Aku terima ini tadi malam.”

Bimo membaca pesan itu dengan ekspresi tak terbaca. Setelah beberapa detik, ia meremas kertas itu dengan kasar dan membuangnya ke lantai.

“Naura, ini cuma orang iseng. Kamu nggak perlu percaya omong kosong seperti ini.”

“Mas, kenapa aku harus percaya sama Mas kalau Mas terus menyembunyikan sesuatu?” suara Naura bergetar, matanya basah.

“Naura!” suara Bimo meninggi, membuat Naura terkejut. “Aku melakukan ini semua demi kamu. Demi kita. Aku nggak mau hal-hal seperti ini merusak hubungan kita.”

“Tapi apa maksud mereka, Mas? Apa ada sesuatu yang aku nggak tahu?” Naura balas menantang, suaranya pecah di ujung kalimat.

Bimo menghela napas panjang.

“Naura, dengar. Ada hal-hal yang memang lebih baik kamu nggak tahu. Percayalah padaku. Aku cuma ingin melindungi kamu.”

Namun, jawaban itu justru membuat hati Naura semakin resah.

“Melindungi? Dari apa, Mas? Atau... dari siapa?”

Bimo tidak menjawab. Ia berdiri, mengambil jasnya, dan melangkah ke pintu.

“Mau ke mana, Mas?” tanya Naura, bangkit dari duduknya.

“Udara di sini terlalu pengap,” jawab Bimo tanpa menoleh. “Aku butuh waktu untuk berpikir.”

Naura hanya bisa memandang punggungnya yang perlahan menghilang di balik pintu. Air matanya akhirnya jatuh, membawa serta perasaan takut yang tak bisa ia abaikan lagi.

(Bersambung)

1
Antonio Johnson
Lupain
Anne Clair
Sama Raka aja lah
Anne Clair
pembohong besar
Anne Clair
jangan cengeng lah
Samantha
Depresi itu
Samantha
bukan jahat lagi ini
Samantha
kasian
Samantha
kabur
Teddy
Kasian Naura
Teddy
Diapain enaknya tuh orang
Teddy
Sedih/Smug/
Nina_Melo
Jahat banget Bimo
Nina_Melo
Aku nangis bacanya /Sob/
Nina_Melo
Gak tanggung jawab
Antonio Johnson
lagi dong
Anne Clair
up
Samantha
next
Teddy
lanjut
Teddy
Bantu Like, Love dan Vote yuuuk, Guys biar semangat update Authornya
Daulat Pasaribu
Gilak sih Bimo
si Naura pun bodoh juga Uda di ingatkan
Lintang Lia Taufik: Wah makasih banget sudah mampir baca.
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!