Sebuah kesalahan di satu malam membuat Ocean tidak sengaja menghamili sahabatnya sendiri. Hal itu membuat Cean menjadi labil dan berusaha menolak takdirnya yang akan menjadi Ayah di usia yang masih sangat muda.
"Aku hamil, Ce." (Nadlyn)
"Perjalanan kita masih panjang, Nad. Kita baru saja akan mengejar impian kita masing masing, aku harus ke London mengejar studyku disana." (Ocean)
"Lalu aku?" (Nadlyn)
Cean menatap dalam mata Nadlyn, "Gugurkan kandunganmu, Nad."
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Shann29, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 22
Kini Robi dan Cean tengah berada di sebuah cafetaria rumah sakit.
Robi ingin berbicara serius pada Cean tanpa menganggu Samudra yang tengah beristirahat.
"Kau sudah kembali, kenapa tidak segera kembali ke perusahaan dan mengambil alih peeusahaan?" Tanya Robi dengan dingin namun Cean hanya diam saja.
"Kenapa tidak menjawab?" Tanya Robi lagi yang kesal karena Cean tidak menjawabnya.
"Aku harus jawab apa, Uncle?"
Robi menghela nafasnya, "Kenapa tidak segera kembali ke perusahaan?" Tanyanya lagi dengan penuh penekanan.
"Karena aku masih menginginkan Uncle untuk tetap di perusahaan." Cean memberanikan diri menatap wajah Robi. Robi adalah pria yang juga Cean segani setelah Daddy Pras dan Uncle Regan.
"Kau tau kan jika aku akan segera pensiun?" Tanya Robi.
"Aku tau, karena itu aku tidak kembali ke perusahaan karena ingin Uncle tetap mengelola perusahaan Mommy."
Robi mengusap pelipisnya. "Jangan sita waktuku terlalu lama. Aku harus segera pensiun untuk mengurus cucuku."
Cean terdiam, ia merasakan kembali perasaan tidak nyaman. Perasaan dimana ia tidak rela jika Samudra tindak tinggal lagi di rumah orang tuanya meski hanya siang hari.
"Maaf, Uncle aku belum siap untuk memegang kendali perusahaan." Jawab Cean.
"Jangan mempermainkanku, Cean."
"Uncle, aku sungguh tidak mempermainkan Uncle. Tapi tolong beri aku waktu."
"Berapa lama?" Tanya Robi dengan tatapan tajam.
Cean mengingat jika empat bulan lagi, Samudra akan masuk ke sekolah dasar dan Cean ingin menyelami hatinya dengan cara dekat dengan Samudra, dan hal itu hanya bisa terjadi jika Samudra berada di rumahnya dengan membuat Robi terus bekerja di perusahaan milik keluarganya.
"Tiga bulan. Aku janji setelah tiga bulan aku akan memegang perusahaan dan membiarkan Uncle pensiun." Ucap cean dengan pasti namun hatinya ragu.
"Kenapa harus tiga bulan?"
Cean menunduk, "Aku ingin nenyelesaikan dulu perceraianku dengan Nadlyn." Ucapnya tanpa berani menatap mata Robi.
Di bawah meja, Robi mengepalkan tangannya, sungguh ia ingin sekali menghajar Cean saat ini juga, namun Robi menahannya karena tidak ingin membuat keributan.
Robi berdiri dari duduknya, "Segeralah menyelesaikan urusanmu dengan Nadlyn dan setelah itu jangan pernah lagi mengganggu putriku dan Samudra cucuku." Robi ingin meninggalkan Cean.
"Maafkan aku, Uncle." Lirih Cean yang masih menunduk.
"Kau tau, Cean? Dalam hidupku tidak pernah ada kata menyesal karena mengabdikan diri pada keluarga Pak Aryo Darmawan yang tak lain adalah Kakekmu. Tapi hari ini, aku sungguh menyesali mengapa dulu aku mengabdi pada Kakekmu, mengapa dulu aku membantu Mommy mu jika kini kau merusak putriku satu satunya dan aku bahkan tidak bisa membunuhmu meski aku sangat ingin melakukannya." Setelah mengatakan itu, Robi benar benar pergi meninggalkan Cean untuk segera kembali kerumahnya.
Cean hanya menghela nafas, ia berada dalam kebimbangan yang tak terarah, kebimbangan yang tak ada ujungnya dan Cean benci posisi seperti ini.
Cean berdiri dan kembali ke kamar perawatan Samudra, ia akan menepati janjinya untuk menemani pria kecil itu diambil darahnya oleh petugas laboraturium.
Suara tawa terdengar di kamar perawatan Samudra, ternyata Dirga tengah menceritakan sesuatu pada Samudra dan membuat Samudra juga Nadlyn tertawa.
Mereka percis seperti seorang keluarga kecil yang bahagia, namun Cean tidak menyukai hal itu. Sedari dulu, Cean selalu tidak suka jika Dirga dekat dengan Nadlyn.
"Uncle." Kata Samudra saat melihat Cean masuk ke dalam kamar perawatannya.
Seketika membuat Nadlyn dan Dirga menghentikan percakapannya.
Cean berjalan tanpa menganggap adanya keberadaan Dirga.
Tidak alam kemudian, dua orang petugas rumah sakit masuk untuk mengambil darah Samudra.
"Tidak apa apa." Kata Cean pada Samudra.
"Tapi itu sakit, Uncle. Kemarin aku sudah merasakannya." Adu Samudra.
"Boy, tidak apa apa, agar kamu cepat sembuh."
"Sakit, Pi." Kata Samudra pada Dirga.
"Papi akan memangkumu seperti kemarin, bagaimana?" Tanya Dirga dan Samudra mengangguk.
"Aku saja." Sahut Cean cepat dengan posessif.
"Biarkan Dirga saja yang memangku Sam, Sam sudah biasa bersama Dirga." Kata Nadlyn membela Dirga.
Namun Cean enggan mendengarnya, ia tetap mengangkat tubuh Samudra ke atas pangkuannya.
Dirga membiarkannya karena menjaga perasaan Nadlyn dan tidak ingin terlihat emosi di depan Samudra. Dirga bukan mengalah, hanya ingin memberi contoh yang baik saja untuk Samudra.
Setelah selesai mengambil darah, petugas itupun pergi. Dirga juga berpamitan karena harus kembali ke kantor.
Setelah satu jam Dirga pergi, Samudra kembali tertidur. Hal itu di jadikan kesempatan oleh Nadlyn untuk mengusir Cean.
"Pergilah." Kata Nadlyn pada Cean.
Cean mengangguk, "Aku memang akan pergi, tapi aku akan kembali lagi." Jawabnya tanpa ada rasa bersalah.
"Kau tak perlu kembali lagi."
Cean menatap wajah Nadlyn dengan ekspresi yang tidak bisa di artikan.
"Aku sudah menemukan pengacara untuk menyelesaikan perceraian kita." Kata Nadlyn.
"Biar aku saja yang mengurusnya, aku janji akan mempercepat prosesnya. Siapkan saja berkas berkasmu." Kata Cean kemudian melangkah pergi meninggalkan kamar perawatan Samudra.
Nadlyn merasa tak percaya dengan apa yang di dengar dari mulut Cean, Cean akan mengurus perceraian mereka dan mempercepatnya.
"Setega itukah Cean? Seingin itukah Cean bercerai dariku?" Batin Nadlyn.
Cean kembali ke rumahnya, Nanda melihat putranya baru saja masuk ke dalam rumah. Ia ingin sekali menanyakan mengapa putranya tidak pulang meski Nanda tau di mana Cean semalaman. Pras melarang Nanda menanyakan hal itu, Pras hanya ingin Cean terus menyelami hatinya hingga tau dan sadar jika dirinya bukanlah anak labil berusia delapan belas tahun lagi.
"Pagi, Mom." Sapa Cean.
Nanda hanya tersenyum.
"Mommy sudah rapih mau kemana?" Tanya Cean.
"Menjenguk Samudra." Nanda menjawab dengan singkat.
Cean terdiam, tadinya Cean akan kembali ke rumah sakit setelah membersihkan diri dan membawa baju ganti. Namun entah mengapa jika ada Nanda rasanya Cean terlalu gengsi untuk kembali ke rumah sakit.
"Kamu mau ikut?" Tanya Nanda penuh harap.
Cean masih diam dan bingung menjawab apa, Nanda sangat tau jika putranya memiliki rasa gengsi yang tinggi.
"Ceann.. Kamu mau ikut?" Tanya Nanda satu kali lagi.
"Sudahlah.." Kata Nanda sedikit kesal karena tak kunjung mendengar jawaban Cean.
"Tadi Daddy bilang, jika hasil lab Samudra sudah keluar, mungkin Dirga yang akan menemani Nadlyn untuk bertemu dengan dokter." Kata Nanda berusaha menyindir Cean.
"Aku akan ikut, tunggu aku mau membersihkan diri dulu, Mom." Kata Cean kemudian segera berlalu ke kamarnya.
Nanda tertawa pelan setelah Cean pergi ke kamarnya, "Dasar gengsi, Nadlyn tidak boleh didekati oleh orang lain tetapi dia sendiri menyia nyiakan nya." Gumam Nanda.
"Cean, segeralah sadari perasaanmu sebelum semuanya terlambat." Kata Nanda seolah bicara dengan Cean, padahal dirinya hanya seorang diri di ruang televisi itu.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Sudah kutambahin Up nya, mana Vote nya yang belum ngasih Vote? 🤭🤭
kayaknya author ya nulis nya Nggak pakai outline.Karena kadang diawal gimana ,sampai bab selanjutnya kontra . Andai runut tiap Bab nya novel ini bagus banget karena ceritanya kuat ,bahasa nya asik ,ceritanya juga clear ,plot nya seru .