Nia tak pernah menduga jika ia akan menikah di usia 20 tahun. Menikah dengan seorang duda yang usianya 2 kali lipat darinya, 40 tahun.
Namun, ia tak bisa menolak saat sang ayah tiri sudah menerima lamaran dari kedua orang tua pria tersebut.
Seperti apa wajahnya? Siapa pria yang akan dinikahi? Nia sama sekali tak tahu, ia hanya pasrah dan menuruti apa yang diinginkan oleh sang ayah tiri.
Mengapa aku yang harus menikah? Mengapa bukan kakak tirinya yang usianya sudah 27 tahun? Pertanyaan itu yang ada di pikiran Nia. Namun, sedikit pun ia tak berani melontarkannya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon m anha, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kabar Bahagia
Melihat Nia dalam keadaan itu, membuat mereka semua menjadi panik terutama Faris. Namun, tidak untuk Agatha dan kedua ibu di rumah itu, mereka sudah beberapa hari ini curiga melihat Nia yang tak berselera makan dan terlihat lesu tak seperti biasanya.
"Bu, tolong panggil dokter," ucap Faris lihat ke arah ibunya.
"Iya, tenang saja. Ibu sudah memanggil dokter," jawab Agatha mencoba membantu menyadarkan Nia dengan memberi wewangian yang menyengat.
Tak lama kemudian, Nia pun bangun. Nia melihat Faris dan langsung menggenggam tangannya. "Mas, kepalaku sangat pusing," lirihnya.
"Apa sekarang masih pusing?" tanya Faris lagi membuat Nia pun menggangguk. Bahkan saat ini, Nia kembali menutup matanya dengan wajah yang pucat, membuat Faris semakin panik karena dokter tak kunjung datang.
"Tita, seharian ini kamu bersama dengan Mamamu kan? Emangnya apa yang dilakukannya? Apa dia makan sesuatu?" tanya Faris yang berpikir mungkin saja Nia menjadi seperti itu karena Nia makan sesuatu yang tidak sehat.
"Nggak, Pah. Tadi kami hanya di kamar dan hanya makan sesuai yang disediakan di rumah ini," ucap Tita merasa takut karena memang seharian ini ia bersama selamanya, takut jika disalahkan atas kondisi Nia saat ini.
Tak lama kemudian, dokter pun datang. Agatha yang sudah curiga jika mungkin saja ada kabar baik dari kondisi Nia, membuat dia langsung memanggil dokter kandungan.
Dokter mulai memeriksanya. "Bagaimana, Dok. Bagaimana kondisi istri saya?" tanya Faris melihat dokter yang sudah selesai memeriksa istrinya.
"Tenang saja, Pak. Istri Bapak tak apa-apa, kok," ucap dokter dengan senyum di wajahnya. Agatha yang melihat senyum dokter ikut merasa bahagia, ia yakin jika apa yang ada di dalam pikirannya itu benar terjadi.
"Tak apa-apa, tapi kenapa kondisinya seperti ini, Dokter?" tanya lagi merasa tak puas dengan jawaban dokter.
"Selamat ya, Pak. Sebentar lagi Bapak akan menjadi seorang Ayah, istri Bapak sedang hamil," jawab dokter membuat Faris terkejut, kabar itu merupakan kabar yang sangat bahagia.
"Benarkah? Dokter yakin?" tanya Faris membuat dokter itu pun mengangguk pasti.
"Iya, Pak. Selamat sekali lagi," ucap dokter begitu juga dengan yang lainnya. Semua memberi selamat kepada Faris.
"Terima kasih, Dok. Ini kabar yang sangat menggembirakan," ucap Faris yang menjabat tangan dokter, kemudian ia pun menggenggam tangan Nia, mengecup punggung tangan Nia berulang-ulang, melampiaskan rasa bahagia yang meluap di hatinya.
Nia yang mendengar ucapan dokter juga merasa senang, ia melihat ke arah Faris dan menggangguk.
"Selamat ya, sebentar lagi kamu akan menjadi seorang Ibu," ucapnya pada istri tercinta yang kini terlihat lemah.
Mata Nia berkaca-kaca, "Selamat juga ya, Mas. Kamu juga akan menjadi seorang Ayah," ucap Nia.
Berita kehamilan Nia langsung diketahui oleh keluarganya. Intan, ibu Nia juga sangat senang, begitupun dengan Dita sang kakak tiri.
Hari ini Nia terus berada di kamar, dari sore hari hingga malam hari. Nia masih belum merasa enak, membuat iy makan malam di kamar, disuapi oleh Faris.
"Sudah, Mas. Cukup! Aku sudah kenyang." Nia mendorong piringnya tak ingin makan lagi.
"Ayo, sedikit lagi. Makan dua suap saja, ya."
"Aku sudah kenyang, Mas."
"Sedikit lagi, ya. Kata ibu kamu dari pagi makannya sedikit, itulah yang membuatmu menjadi lemas dan bisa sampai pingsan seperti tadi. Makan sedikit lagi ya, biar kamu lebih kuat," ucap Faris membujuk istrinya. Namun, Nia menggeleng, rasa pahit dan mual terasa di ujung lidah dan tenggorokannya untuk makan lagi. Ia takut sudah dipaksa makan, bukannya menghabiskan makanannya ia mungkin akan memuntahkannya.
"Ya udah kalau begitu, apa kamu mau makan sesuatu? Katakan saja. Biasanya ibu hamil ingin makan sesuatu yang berbeda, sesuai dengan keinginan mereka," ucap Faris di mana ia sudah pernah menghadapi mantan istrinya yang tiga kali mengalami masa ngidam.
Nia berpikir sejenak, sebenarnya sejak kemarin dia sangat ingin memakan kue coklat. Namun, ia ragu untuk memintanya.
"Ayo, katakan saja apa yang kamu inginkan? Aku akan berusaha untuk memberikannya."
"Mas, Mas serius akan mengabulkan apapun yang aku inginkan?" tanya Nia menatap mata suaminya dengan serius, membuat Faris pun mengangguk.
"Katakan, apa yang kamu inginkan, jika aku bisa akan kuberikan," jawab Faris.
"Aku ingin makan kue coklat, tapi Mas sendiri yang membuatnya, bisa?" tanya Nia membuat Faris pun berpikir sejenak, selama ini ia tak pernah menyentuh dapur, apalagi membuat kue. Apakah dia bisa?
"Tapi, kamu punya resepnya kan?" ucap Faris lagi membuat Nia pun mengangguk.
"Iya, aku sering membuatnya. Tapi, aku ingin Mas yang membuatnya kali ini. Nanti aku arahkan," ucap Nia membuat Faris menggangguk.
"Ya, sudah. Ayo kita ke dapur," ucap Faris kemudian mereka pun berdua berjalan menuju dapur, di mana jam sudah menunjukkan jam 11 malam. Beberapa dari penghuni rumah sudah masuk dan beristirahat di kamar mereka masing-masing.