Narecha memilih untuk melarikan diri dari kehidupannya penuh akan kebohongan dan penderitaan
Lima tahun berselang, Narecha terpaksa kembali pada kehidupan sebelumnya, meninggalkan berjuta kenangan indah yang dia ukir ditempat barunya.
Apakah Narecha sanggup bertahan dengan kehidupannya yang penuh dengan intrik?
Di tengah masalah besar yang terjadi padanya, datang laki-laki dari masa lalunya yang memaksa masuk lagi dalam kehidupannya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ssintia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Nakal
...••••...
Sore itu Echa tengah menjelajahi seisi rumah yang baru dia sadari ternyata begitu luas dan juga mewah.
Tidak tanggung-tanggung, dilantai tiga atau yang paling atas terdapat tempat olahraga, perpustakaan, bioskop mini, dan juga sebuah ruangan terbuka yang bisa berfungsi sebagai apapun.
Lanjut lantai dua, tempat dimana kamar-kamar berada. Master bedroom yang berada paling tengah-tengah, juga sisi sayap kanan dan kirinya kamar-kamar lainnya.
Dan pada lantai satu ada ruangan kerja Pram yang terhubung pada satu ruangan kosong yang Pram siapkan jika Echa ingin menempatinya.
Beralih pada area belakang rumah, terdapat kolam renang yang sungguh menggiurkan untuknya menceburkan diri. Tapi Echa harus menahannya karena sesi house tour nya belum selesai.
Maju lagi, terdapat sebuah paviliun berbentuk unik yang terdapat di sisi kolam.
Echa ingin memasukinya tapi pintunya terkunci membuatnya urung. Meskipun satu pelayan yang setia mengikutinya menawarkan agar mengambil kuncinya tapi Echa tetap menolaknya.
Masih ada waktu untuk melakukan hal itu.
Tepat di samping paviliun terdapat sebuah pohon mangga yang sedang berbuah membuat Echa meneguk ludahnya membayangkan rasa manis mangga di lidahnya.
Melihat ke sekitar tidak ada yang bisa Echa jadikan alat untuk menggapai mangga mangga itu membuatnya berpikir keras.
Apakah Echa naik saja ke atas pohon sana. Toh dilihat-lihat sepertinya pohon mangga itu tidak terlalu tinggi. Masih bisa Echa untuk menaikinya.
"Nona membutuhkan sesuatu?" Lian, wanita berusia dua tahun lebih tua dari Echa itu berbicara ketika melihat majikannya yang tengah menggulung lengan bajunya. Wanita yang ditunjuk secara langsung oleh Pram untuk menjadi personal asistennya.
Meskipun Echa sempat menolaknya tapi Pram tidak menghiraukannya sama sekali membuat Echa tidak bisa lagi menolak titah suaminya itu.
"Oh? ngga perlu, santai saja." Echa mendekati pohon membuat Lian langsung mengerti dengan apa yang akan dilakukan nyonya nya itu.
Lian dengan panik menahan Echa agar mengurungnya niatnya untuk naik pohon. Akan sangat berbahaya dan juga penuh risiko.
Lian tidak ingin hal itu terjadi karena masih sayang dengan nyawanya sendiri.
Pram sebelumnya sudah memberikan ultimatum pada seluruh pekerja yang berada di rumah itu untuk tidak menempatkan Echa dalam posisi yang membahayakan, jangan membiarkan Echa untuk melakukan pekerjaan apapun, dan yang paling terpenting adalah menjaga Echa dengan baik.
Dan membiarkan Echa naik pohon mangga tinggi didepannya itu? Tidak akan pernah Lian biarkan hal itu terjadi.
"Nona, saya mohon jangan." Lian menahan tangan Echa dengan erat. Tatapannya dibuat se melas mungkin agar Echa iba dan mengurungkan niatnya.
"Memangnya ada apa sih? Apa ada larangan untuk naik pohon ini?" Echa yang belum memberi situasinya tentu saja dibuat bingung dengan tingkah asistennya ini.
"Nona mau mangga itu kan, sebentar saya panggilkan orang agar mengambilnya dan nona jangan naik." Lian dengan cepat masuk kedalam rumah untuk memanggil pekerja laki-laki yang bisa dia mintai untuk mengambil mangga.
Sayangnya orang yang biasa bertugas sebagai tukang kebun hari ini kebetulan tidak bisa masuk karena sakit membuat Lian sampai harus minta tolong pada satpam yang berjaga didepan gerbang yang sialnya jaraknya cukup jauh.
Lagi, Lian dibuat hampir henti jantung ketika gerbang terbuka dan masuk mobil sang majikan. Tidak jadi ke pos satpam, Lian kembali masuk untuk memberitahu Echa jika suaminya telah pulang.
Sudahlah, Lian benar-benar akan berhenti bernafas ketika melihat Echa yang kini tengah nangkring diatas pohon dengan kedua kaki yang diayunkan.
Cepat-cepat Lian berlari hingga berhenti dibawah pohon.
"Nona turun, tuan Pram-"
"Ya Tuhan Narecha, turun." Suara dari arah belakangnya membuat tubuh Lian kaku tanpa berani membalikkan badannya. Lian hanya bisa menundukkan kepalanya dan mundur perlahan agar memberikan space untuk sepasang suami istri itu.
Pram yang baru pulang tentu saja bingung ketika melihat Lian berlari terbirit-birit masuk kedalam rumah.
Tentu saja pikiran Pram langsung tertuju pada sang istri. Karena takut terjadi sesuatu, Pram langsung keluar dari mobil dan melangkahkan kakinya lebar-lebar menuju area belakang.
Insting Pram mengatakan jika istrinya itu berada disana.
Benar saja, begitu diarea belakang rumahnya jantung Pram mencelos begitu mendapati istrinya berada diatas pohon dan duduk santai dengan kaki yang diayun ayunkan.
Pram dengan cepat menyuruh agar Echa turun. Mengabaikan Lian yang sudah pucat pasi.
"Narecha saya bilang turun." Pram berkaca pinggang. Terlihat seperti ayah yang memarahi anaknya yang berbuat nakal.
"Tunggu dulu mas, aku belum ambil mangganya."
Dikarenakan baju yang dipakai Echa berjenis overall yang terdapat saku besar ditengah tengah membuatnya mengisi saku itu dengan mangga mangga yang dia ambil.
Keberadaan Pram dibawah sana tidak Echa hiraukan. Dia benar-benar asik memetik mangga dengan riangnya.
Ugh, Echa benar-benar senang ketika mangga sudah berada di genggamannya kini.
Melihat Echa yang tidak kunjung turun membuat Pram memanggil Lian agar mengambil tangga untuk Echa turun.
Bisa Pram pastikan jika istrinya itu akan kesulitan untuk turun melihat saku di badannya sudah terisi penuh dengan mangga.
"Sudah baby, nanti tidak habis."
Echa menunduk dan melihat kantong bajunya sudah penuh bahkan sampai mengembung.
Bahkan baru Echa sadari jika dirinya tidak berpegang tubuhnya menjadi tidak seimbang karenanya.
Jantung Pram dibuat berdetak dengan kencang ketika melihat Echa yang akan terjatuh jika tidak cepat-cepat memeluk pohon.
"Diam, jangan bergerak." Bertepatan dengan Lian datang membawa tangga membuat Pram menaruh tangga itu tepat dibawah kaki Echa.
Setelah mengalami kesulitan yang berarti, Echa akhirnya mendarat sempurna dibawah.
"Jangan marah." Echa cepat-cepat memeluk tangan Pram yang terlihat akan mengomelinya.
Pram menghembuskan nafasnya dengan kasar lalu menyentil kening Echa dengan gemas.
"Kamu ini, naik keatas sana berbahaya baby, jangan mengulanginya lagi." Pram merangkul Echa yang kesulitan berjalan karena mangga menuju area dapur.
"Iya-iya." Tidak janji juga karena bisa saja kan nanti Echa ingin mangga lagi.
Dan yang paling penting nanti Echa lakukan jangan sampai ketahuan Pram.
"Letakkan mangganya disana." Pram menunjuk keranjang yang sudah disiapkan pekerja bagian dapur membuat Echa langsung menurutinya.
Echa mengambil mangga satu persatu dari saku bajunya dan menyimpannya di keranjang sesuai dengan perintah Pram.
Total ada lima belas mangga yang Echa petik membuatnya meringis dan menatap Pram dengan senyum tanpa dosanya.
"Yakin habis semua ini?"
"Pasti habis dong, kan aku memang mau." Echa mengambil dua mangga berukuran sedang dan langsung diambil alih pekerja untuk dikupas dan dipotong.
"Ayo kita tunggu di ruang tengah saja."
Pram merangkul pinggang Echa untuk dia bawa ke rumah tengah.
Seharusnya Echa yang menyambut kedatangannya pulang dari kantor tapi ini malah Pram yang disambut dengan kelakuan nakal sang istri yang membuatnya hampir terkena serangan jantung.
Semakin hari ada saja tingkah Echa yang baru pertama kali wanita itu tunjukkan.
Sejujurnya Pram begitu menantikan Echa yang sepenuhnya terbuka padanya. Mungkin kali ini menang masih hanya awalan saja jadi Pram harus bersabar menunggunya.
...••••...