Tipe pria idaman Ara adalah om-om kaya dan tampan. Di luar dugaannya, dia tiba-tiba diajak tunangan oleh pria idamannya tersebut. Pria asing yang pernah dia tolong, ternyata malah melamarnya.
"Bertunangan dengan saya. Maka kamu akan mendapatkan semuanya. Semuanya. Apapun yang kamu mau, Arabella..."
"Pak, saya itu mau nyari kerja, bukan nyari jodoh."
"Yes or yes?"
"Pilihan macam apa itu? Yes or yes? Kayak lagu aja!"
"Jadi?"
Apakah yang akan dilakukan Ara selanjutnya? Menerima tawaran menggiurkan itu atau menolaknya?
***
⚠️NOTE: Cerita ini 100% FIKSI. Tolong bijaklah sebagai pembaca. Jangan sangkut pautkan cerita ini dengan kehidupan NYATA.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon widyaas, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 19
Ara sedang mencerna apa yang dikatakan Gevan tadi. Otaknya yang pas-pasan dipaksa untuk memikirkan hal serumit itu. Padahal aslinya Ara tinggal patuh dengan apa yang Gevan ucapkan sebelumnya.
Sepertinya sejak awal Ara selalu mengharap pekerjaan dari Gevan, namun yang terjadi malah di luar nalar. Karena visual Gevan yang tak main-main dan juga termasuk tipe pria idamannya, Ara tak bisa menolak tawaran Gevan pada saat itu. Dia hanya mengikuti apa kata hatinya. Dan sekarang, Ara bingung mendeskripsikan perasaannya.
"Gak usah terlalu dipikirkan," celetuk Gevan membuat lamunan Ara buyar.
"Cepat makan itu, mumpung masih hangat," lanjutnya sambil menunjuk jajanan yang sudah Ara pindahkan ke piring.
Ara menurut. Dia mengambil piring siomay dan memegangnya, lalu menusuk potongan kecil siomay tersebut dan dia suapkan pada Gevan. Gevan pun menerimanya dengan senang hati. Sampai semua habis pun Ara tetap menyuapi Gevan.
Entah kenapa, meskipun dilamar dadakan, Ara merasa ingin terlihat baik di depan Gevan, contohnya memberi perhatian kecil seperti sekarang. Padahal sebelumnya dia sama sekali tidak mengenal Gevan.
Apa dia benar-benar tidak mengingatku? Batin Gevan.
"Jangan lihat aku kayak gitu kali, Kak," ucap Ara. Dia risih ditatap Gevan begitu teduh. Padahal biasanya pria itu menatapnya dengan datar.
"Kenapa?" Gevan bertanya.
"Risih," jawab Ara to the point.
Gevan terkekeh kecil. Tak heran lagi dengan mulut Ara yang kelewat jujur. Namun, Gevan tetap mengangguk paham dan tak lagi menatap Ara.
"Saya udah kenyang. Buat kamu aja," ujar Gevan saat Ara kembali menyuapinya.
Ara mengangguk patuh dan dengan cepat dia menghabiskan makanan yang ada. Dia tak peduli dengan imagenya. Yang penting perut kenyang, begitulah prinsip Ara.
****
Minggu pagi yang malas.
Sinar matahari berusaha menembus gorden kamar Ara, namun si pemilik gorden malah asik bergelung dalam selimut, bahkan sampai mendengkur saking pulas nya.
Beginilah keadaan setiap Minggu pagi Ara. Dia akan tidur sampai matahari meninggi, puncaknya ketika jam 9 pagi, Ara baru bangun. Mungkin hari ini dia akan mencetak rekor baru lagi. Tinggal sendiri di rumah membuat Ara bebas melakukan apapun.
Sayangnya, Ara tidak tau jika tadi malam Gevan diam-diam memasang alarm di ponselnya. Dan tepat jam 8 pagi, alarm ponsel Ara berdering nyaring, sampai membuat Ara terkejut dan refleks bangun dari tidurnya.
Ara mencari sumber suara dan segera mematikannya. Gadis itu merengek karena masih mengantuk dipaksa untuk bangun.
Saat hendak memejamkan mata lagi, ponselnya kembali berdering, kali ini dering tanda telepon.
Masih dengan mata terpejam, Ara menjawabnya. Karena dia tau siapa pelaku yang mengganggu tidurnya.
"Wake up, Ara."
"Lima menit lagi, Kak..."
"No. Bangun sekarang."
"Iya..."
"Saya tunggu di bawah."
Seketika mata Ara terbuka sempurna. Bahkan dia langsung duduk.
"Maksudnya?" tanya Ara linglung. Jangan sampai Gevan benar-benar ada di bawah.
"Saya di bawah."
"Bawah mana?" Ara menggaruk kepalanya, membuat rambutnya semakin acak-acakan.
"Mandi dan cepat turun ke bawah. Saya tunggu."
Tut
Ara berdecak. Dengan rasa malas tingkat dewa, Ara masuk ke kamar mandi dan memulai ritualnya. Kalau saja Gevan tidak menelpon, mungkin Ara akan bablas tidur sampai siang.
Namun, sepertinya Gevan sudah tau kebiasaan Ara.
Di lantai dasar, tepatnya di rumah Ara, Gevan duduk anteng di sofa. Di sampingnya ada paper bag berisi gaun untuk gadisnya. Entahlah, Gevan datang dengan inisiatif sendiri. Untung saja satpam di depan sudah tau kalau Gevan adalah calon suami Ara.
Pria itu memainkan ponselnya dengan tenang. Hingga hampir 30 menit lamanya, Ara baru menampakkan diri. Dia sudah wangi dan segar. Namun, ekspresinya terlihat lesu dan kesal, dan Gevan tau apa masalahnya.
Ara menghempaskan tubuhnya di samping Gevan, lalu menatap pria tampan itu.
"Kak Gevan yang pasang alarm di hp aku, kan?" tuding Ara.
"Jangan asal tuduh," ucap Gevan. Padahal itu fakta.
Bibir Ara mencebik tak suka, "Asal tuduh gimana maksudnya? Kakak tuh yang gak mau ngaku!"
Gevan menahan senyumnya. Dia mengambil paper bag di sampingnya dan menyerahkan pada Ara.
"Apa, nih?"
Menghilangkan rasa kesalnya sebentar, Ara pun bergerak membuka paper bag tersebut. Ternyata isinya gaun cantik.
"Untuk nanti malam," ucap Gevan.
Ara mengangguk paham. Dia pikir Gevan tak akan peka masalah beginian.
"Aku laper. Mau sarapan dulu." Ara mengelus perutnya yang berbunyi.
"Kak Gevan udah sarapan, belum?"
"Belum," jawab Gevan. Karena tujuan lain dia datang adalah untuk sarapan bersama Ara.
Ara beranjak dari duduknya dan berjalan menuju dapur. Karena malas ribet, dia memutuskan membuat nasi goreng dengan telur mata sapi di atasnya. Padahal nasi goreng tidak baik untuk sarapan. Tapi, ini adalah Ara, gadis itu tak akan peduli dengan kesehatannya.
"Saya lihat-lihat, sarapan kamu gak pernah sehat," celetuk Gevan membuat Ara terkejut.
"Bisa gak sih bersuara dikit?! Ngagetin!" dumel Ara. Dia lanjut mengaduk nasi goreng yang hampir matang.
"Sekali-kali makan makanan yang sehat, Ara. Sayur kamu sampai hampir busuk," ucap Gevan. Dia berdiri di depan kulkas yang terbuka, melihat sayuran Ara yang sepertinya tak tersentuh.
"Suka-suka Ara, lah," sahut Ara.
"Kalau kamu gak bisa masak sayur, saya bisa masakin buat kamu." Gevan menutup kulkas tersebut lalu berjalan menuju kursi yang ada di depan meja pantry.
"Aku bukan gak bisa, tapi males," jawab Ara.
"Buang rasa malas kamu," balas Gevan pula.
"Males," jawab Ara.
Ara malas membuang rasa malasnya.
Gevan menghela nafas. Kenapa ada manusia sejenis Ara di dunia ini?
"Terserah kamu," ucap Gevan menyerah.
"Lah emang terserah aku, Kak Gevan aja ngeyel dari tadi," sahut Ara. Dia menuangkan nasi goreng tadi ke dua piring putih. Tak lupa telur mata sapi dan juga sosis goreng sebagai toping nya.
"Minumnya mau apa, Kak? Kopi mau?" tawar Ara. Dia mengambil dua gelas dan juga satu sachet kopi untuknya, karena dia tau kalau Gevan tidak mau kopi.
"Teh aja," jawab Gevan.
Keduanya pun sarapan bersama. Sudah seperti suami istri jika begini. Tapi, itung-itung latihan juga, sih.
Ara langsung minum air ketika satu sendok nasi goreng buatannya sudah tertelan.
"Asin..." Gadis itu menyengir sambil menatap Gevan.
"Masih bisa dimakan," ucap Gevan.
"Gak usah, Kak! Kita pesan makanan aja, deh!" Ara hendak mengambil piring Gevan, namun pria itu menahannya.
"Jangan buang-buang makanan," tegas Gevan. Matanya menatap penuh peringatan pada Ara.
Ara cemberut, dia pun kembali duduk anteng.
"Ambil nasi putih, makan pakai telur sama sosisnya aja," ujar Gevan.
Ara menurut. Dia bergerak mengambil piring baru dan diisi nasi putih biasa, dia mengambil kecap dan saos sambal agar rasanya tidak biasa saja.
Pada akhirnya Gevan lah yang menghabiskan dua piring nasi goreng tersebut. Pria itu benar-benar anti mubazir. Bahkan Ara terperangah melihat dua piring nasi goreng tadi sudah bersih tanpa dibuang.
***
...-...
Pelaku pembuat nasi goreng asin 👆☺️
indah banget, ga neko2
like
sub
give
komen
iklan
bunga
kopi
vote
fillow
bintang
paket lengkap sukak bgt, byk pikin baper😘😍😘😍😘😍😘😍😘