Tristan dan Amira yang berstatus sebagai Guru dan Murid ibarat simbiosis mutualisme, saling menguntungkan. Tristan butuh kenikmatan, Amira butuh uang.
Skandal panas keduanya telah berlangsung lama.
Di Sekolah dia menjadi muridnya, malam harinya menjadi teman dikala nafsu sedang meninggi.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon @Alyazahras, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Ada Hubungan Apa Kamu Dengan Rey?
Sial! Suara getaran ponsel Amira yang tidak tepat waktu itu terdengar cukup jelas karena suasana di sekitar sedang sepi. Tentu saja Amira kelimpungan panik setengah mati.
"Uhuk, uhuk, uhuk!" Reyhan pura-pura batuk untuk menyamarkan suara getaran tersebut.
Amira bergegas menonaktifkan ponselnya dengan telapak tangan berkeringat. Sofi yang menghubunginya barusan.
Sofi, oh, Sofi...! (Batin Amira menggeram)
Tristan mengernyitkan keningnya dengan mata menyipit. Kecurigaannya semakin dalam.
"Paman, aku sedang tidak enak badan hari ini. Mengenai perusahaan, kita bicarakan lain waktu saja," kata Reyhan sambil memasang wajah lemah.
"Kalau tidak enak badan, jangan dipaksakan kerja. Bagaimana jika murid-murid tahu kalau guru olahraganya tidak bisa menjaga stamina tubuhnya sendiri? Mereka bisa meragukanmu."
"Iya, iya, nanti aku akan lebih memperhatikan kondisi tubuhku. Aku akan minum obat dan istirahat sejenak sebelum mengajar. Paman tidak ada kelas?"
"Ada, tapi belum waktunya masuk. Ya sudah kalau begitu, aku pergi dulu."
Tristan pun beranjak bangun, lalu pergi begitu saja.
Reyhan menghela napas lega, lalu membungkuk mengintip Amira di kolong meja. Dia merekahkan senyumnya saat melihat Amira sedang bersembunyi di dalam sana sambil memeluk lutut. Terlihat lucu menggemaskan.
"Tikus kecil, keluarlah. Bahaya sudah pergi," ucap Reyhan sambil mengulurkan tangannya.
Amira menarik tangan Reyhan dan saat dia keluar, kepalanya terjeduk tepi meja. Dug!
"Akh!"
"Hati-hati! Sakit tidak?" tanya Reyhan cemas sambil mengusap kepala Amira yang terjeduk.
Amira menatap dalam bola mata amber Reyhan yang terlihat tulus memperlakukannya. Jarak wajah mereka pun cukup dekat sampai seluruh pupil matanya terisi wajah tampan Reyhan.
Perasaan Amira menghangat, terlebih saat melihat jakun Reyhan yang naik turun menelan saliva, seolah sedang menggodanya.
Apa yang kamu pikirkan, Amira! (Batin Amira tersadar)
Amira menepis semua pikiran yang tidak-tidak. Perasannya pada Reyhan sudah terkubur dalam-dalam bersama semua kenangan indahnya dulu dan tidak akan pernah bisa bangkit lagi.
Dia buru-buru melarikan diri dari hadapan Reyhan. Saking terburu-burunya sampai tidak melihat sekitar dan tidak menutup pintu.
Damar dari pos satpam yang sedang mengobrol dengan Petugas Keamanan Sekolah menyadari itu. Dia melihat Amira ke luar dari ruangan Reyhan dengan langkah cepat.
"Damar!" panggil Tristan sambil berjalan menghampiri. "Sore nanti antar aku ke suatu tempat. Hey, apa yang kamu lihat sampai tidak berkedip?"
"Amira," celetuk Damar yang tak melepaskan tatapannya dari Amira.
"Amira?" gumam Tristan sambil ikut melihat ke arah mana mata temannya itu tertuju. Benar saja pada sang istri tercinta yang sedang berjalan menghampiri teman-temannya.
"Dia ke luar dari ruangan Reyhan. Bukannya kamu juga tadi dari sana? Kenapa kelihatannya terkejut begitu?" sambung Damar sambil menyesap kopi dengan santai.
°°°
Malam harinya.
Mid Level.
Amira sedang tertawa terpingkal-pingkal di atas ranjang sambil menatap layar ponsel. Dia sedang video call dengan Uci dan Sofi. Membahas mengenai pantun hari ini.
Sofi juga sibuk mengatai Farel-mantan kekasihnya yang katanya sangat menyebalkan saat beradu pantun. Farel menganggap kalau Sofi belum bisa move on darinya.
Uci dan Amira pun ikut memojokkan Sofi, berkata kalau memang benar kelihatannya Sofi belum move on dari Farel. Tentu saja Sofi mengelak sedemikian rupa, membuat Uci dan Amira terkekeh geli melihat tingkahnya yang malu-malu tapi mau.
Tiba-tiba saja tanpa di duga, Tristan masuk membuka pintu kamar.
Amira yang sedang asyik video call tidak menyadari kedatangan Tristan ke rumahnya.
Panik menyerang kala sosok Tristan terlihat di kamera. Amira buru-buru mematikan teleponnya dan memasang tampang dingin, cuek.
Amira masih kesal pada kelakuan Tristan dan Siska di ruangannya siang tadi. Dia tidak akan pernah lupa akan hal itu.
"Biasanya kamu kalau mau datang ke sini, pasti menghubungiku dulu. Kenapa sekarang tidak?" tanya Amira acuh tak acuh.
Tristan dengan sorot mata penuh emosi langsung mencengkeram rahang Amira sambil mengerutkan keningnya dan berkata dengan nada marah,
"Ada hubungan apa kamu dengan Reyhan?!"
Deg!
Amira menelan saliva sambil meremas seprei. Sekujur tubuhnya menegang. Tatapan Tristan yang tajam menekannya dan membuatnya tak bisa berkutik.
"Hu-hubungan seperti apa yang kamu maksud?" tanya Amira gelagapan dengan dada naik turun.
Tristan kalau sedang benar-benar marah, beginilah sikapnya, kasar. Tapi, terkadang tidak terlalu kasar juga. Entahlah, Amira tak tahu, sikapnya tidak dapat diprediksi. Maka dari itu Amira tidak pernah mau berurusan dengan pria mana pun di sekolah hanya untuk menghindari hal seperti ini. Namun, entah kenapa para pria malah mendekatinya seperti magnet.
"Kamu pikir hubungan seperti apa yang saya maksud? Antara murid dan guru?" ujar Tristan dengan nada mengejek sambil lebih mengencangkan cengkeramannya pada rahang Amira.
Amira sudah merintih sakit, tapi Tristan tak kunjung melepaskannya.
"Tan, kamu sadar tidak sikapmu ini malah menyakitiku. Bukan hanya fisik, tapi juga perasaanku!" rintih Amira dengan mata berkaca-kaca.
"Siapa yang menyakiti siapa? Saya sedang tanya, ada hubungan apa antara kamu dengan keponakan saya? Siang tadi saya pergi berbincang dengan Reyhan di ruangannya, lalu setelah saya pergi, tidak lama saya lihat kamu ke luar dari ruangan Reyhan. Kamu bersembunyi di mana saat saya di sana?!" bentak Tristan dengan mata melotot marah.
Sekujur tubuh Amira sampai gemetar ketakutan. Oksigen di kamar seakan menipis, tertekan oleh aura mencekam Tristan dan membuatnya sesak tak tertahan. Ternyata siang tadi Tristan menyadarinya.
"Sepertinya kamu salah paham. Tidak bisakah kita bicara baik-baik?" ujar Amira dengan suara parau.
"Amirah, saya tahu kamu menyembunyikan banyak rahasia. Jika itu mengenai keluargamu saya bisa memaklumi dan pura-pura tidak tahu, tapi jika kamu menyembunyikan hubungan dengan pria lain di belakang saya, saya patahkan kakimu. Membuatmu seumur hidup hanya bisa di ranjang untuk melayani, tidak bisa ke mana-mana!"
...
tp amira tnpa sepengetahuan ibunya dia lnjutin sekolh,,
iya kah thor