Chan Khotthot naa ... dilarang boom like.
Kenzie, seorang wanita berusia 27 tahun, sering mendapat olokan perawan tua. 'Jika aku tidak dapat menemukan lelaki kaya, maka aku akan menjadi jomblo hingga mendapatkan kriteriaku' Itulah yang dikatakannya. Namun, ibunya tidak tahan ketika para tetangga menghina anaknya yang tidak laku. Akhirnya memutuskan untuk membuat perjodohan dengan sahabat lamanya! Akankah Kenzie bersedia ataukah menolak perjodohan itu?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ShiZi_, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Sikap aneh Ardi (31)
Benar, semenjak keduanya memutuskan untuk mengulang kisah yang pernah retak itu. Sikap Ardi sedikit aneh, hal tersebut semakin membuat Kenzie yakin jika ada sesuatu disembunyikan oleh suaminya karena ucapannya selalu membuat orang berpikir macam-macam seperti sekarang.
"Tuan yang terhormat, tempat Anda bukan di sini. Pergilah dan menjauh dari kehidupan kami," ucap Kenzie tanpa memiliki rasa sopan terhadap orang yang seharusnya dihormati.
"Siapa kamu? Dengan berani mengusirku," ujar pak Surya karena merasa dikalahkan oleh seorang wanita dan hal tersebut begitu memalukan.
Tak ingin Kenzie mendapat ucapan yang menyakitkan. Tidak ingin Kenzie ikut terdorong dengan masalahnya, Ardi pun berusaha untuk menenangkan istrinya walau hal itu dibantahnya.
"Zie, percayalah. Aku bisa mengatasinya," ucap Ardi dengan wajah pucatnya.
"Kamu ... kamu dengan suara rendah tak akan bisa mengatasi orang tua macam dia!" tunjuk Kenzie pada pak Surya.
"Tuan, pergilah. Aku sudah memberikan apa yang kamu mau," pinta Ardi yang kini menatap wajah orang yang pernah dipanggilnya 'Ayah' tetapi tidak untuk hari ini ataupun nanti.
Pak Surya pikir jika tadinya harus menggunakan ancaman untuk melawan Ardi, tapi siapa sangka. Semudah itu dia memberikan perusahan peninggalan ibunya.
"Jika kamu mati, itu lebih baik dari pada aku harus melihat pembu*h berkeliaran di depan mataku!" Setelah mendapat apa yang dimau, pak Surya menatap ke arah Ardi. Sebuah kalimat yang tak seharusnya terucap, tetapi kini dengan nada penuh dendam lelaki tua tersebut memintanya enyah dari kehidupan fana ini.
"Pak tua! Pergi atau aku harus memakai kekerasan untuk melawanmu dan jangan salahkan aku jika tidak sopan selama ini."
Pak Surya yang termakan oleh emosi. Menunjuk wajah Kenzie, meski begitu tak ada rasa takut di matanya sekalipun itu adalah orang tua, karena memang tidak pantas untuk mendapatkan itu.
Seakan kehilangan separuh kekuatannya. Ardi pun seketika duduk dengan wajah pucat. Dar4h segar keluar dari hidungnya hingga Kenzie begitu takut melihat suaminya tak berdaya.
"Ar, kamu kenapa? Kenapa bisa mimisan begini, Ar!" Dengan panik. Kenzie terus menepuk-nepuk pipi Ardi.
Suara batuk yang membuat nyeri telinga, tapi Kenzie tak mempermasalahkan hal itu. Usai membersihkan sisa darah di hidung Ardi, lantas Kenzie juga segera membuat minuman hangat untuk suaminya.
"Benar, jika memang aku pantas mati. Dengan begitu dia tidak akan menaruh benci padaku," batin Ardi seraya menatap kepergian Kenzie dengan mata sayunya.
Bunyi dering ponsel milik Ardi berdering. Membuat Kenzie yang saat ini sedang memegang gelas pun buru-buru untuk meletakkannya.
"Deva!" batin Kenzie karena ketika ingin membangunkan lagi-lagi ia tidak tega.
("Maaf, aku yang menerima. Jika tidak sibuk, datanglah ke sini untuk melihat keadaannya.") Tidak memberikan kesempatan untuk Deva, Kenzie pun langsung menutup ponselnya dan fokus merawat Ardi.
"Rayhan, bangun ... tolong bangun dan buka mata kamu," ucap Kenzie dengan mata berkaca-kaca.
Untuk pertama kalinya, Kenzie memanggil nama depan sang suami. Hingga Ardi berusaha membuka matanya dengan senyum yang begitu tulus. "Aku hanya kelelahan karena bekerja, jangan khawatir." Jawab Ardi seolah-olah tidak merasakan sakit.
"Ray, aku takut. Takut kamu kenapa-kenapa," ujar Kenzie dengan mengusap air matanya beberapa kali.
"Ulangi sekali lagi! Kamu memanggilku apa barusan." Kata Ardi, karena merasa jika kali ini dia tidak salah dengar.
"Rayhan, mulai sekarang aku akan memanggilmu Rayhan. Kita akan pergi ke rumah sakit dan sebentar lagi Deva datang," ucap Kenzie dengan suara penuh kekhawatiran.
"Aku menyukai panggilan itu, kelak. Jangan pernah menggantinya lagi. Zie, aku hanya perlu tidur tidak perlu membawaku ke rumah sakit," timpal Ardi masih dengan seulas senyuman.
"Kenapa kamu selalu menganggapnya hal serius menjadi sepele! Lihat wajahmu yang pucat itu, lebih mirip mayat hidup dan kamu masih saja keras kepala!" ucap Kenzie dengan nada ketus, karena Ardi masih berusaha menolak untuk pergi memeriksakan keadaannya.
Ardi, dengan wajah pucatnya dan kehilangan separuh tenaganya. Tertawa terbahak-bahak hingga membuat Kenzie bertanya-tanya. "Apa yang kamu tertawakan?" tanya Kenzie dengan penasaran, keningnya mengkerut karena Ardi tiba-tiba seperti orang gila.
"Aku hanya ingin tertawa dan menurutku itu lucu. Dengan kamu memintaku pergi ke rumah sakit, apakah begitu takut akan aku yang akan mati." Kata Ardi dengan nada mengejek karena biar bagaimanapun. Antara dirinya dan Kenzie berada di hubungan yang tak bagus.
Kenzie mendekat, ucapan Ardi seketika membuatnya luruh. Tidak menyangka jika lelaki di hadapannya bisa berkata seperti itu. "Aku pernah berharap kamu pergi dari dunia ini, aku pernah berdoa jika kamu tak akan bisa melihat matahari, tetapi sekarang ...." Kenzie yang tak mampu bicara akhirnya duduk bersimpuh di bawah Ardi.
"Maaf, aku minta maaf karena membencimu dan berdoa agar kamu mati, tapi sekarang aku ingin kamu! Cuma kamu dan tak akan kubiarkan pergi meninggalkanku."
Keduanya berada di suasana yang kacau. Ardi berusaha bangkit dan menarik Kenzie ke pelukannya.
"Bangunlah, terlalu berharga air matamu untuk menangisi lelaki sepertiku!"
"Ray, apa ini balasanmu untukku? Ucapanmu membuatku tak berdaya."
"Bangun, jangan menangis lagi. Bahkan aku sudah lupa apa saja yang kamu lakukan padaku, itu artinya sedikitpun tak ada niatan untuk membalas." Jawab Ardi dengan sendunya, ia meminta Kenzie berdiri hingga sekarang berada di dekapannya.
"Jangan pernah meninggalkanku," lirih Kenzie dengan suara gemetar.
"Tidak, aku tidak akan meninggalkanmu. Lagi pula tubuhku masih sehat dan kamu juga belum memenuhi kewajiban. Bagaimana mungkin aku pergi tanpa mendapat sesuatu," balas Ardi dan Kenzie seketika menutup wajahnya karena terlalu malu akan dirinya sendiri.
"Kalau begitu, biarkan begini. Aku lelah karena menangis," ujar Kenzie dengan wajah cemberutnya.
"Tidurlah jika lelah. Bahkan kamu bisa berhenti dari pekerjaanmu, jadilah istri yang baik."
Mendengar hal itu. Kenzie langsung menatap Ardi dengan wajahnya yang sembab. "Tidak, kita butuh tabungan untuk masa depan, biarkan aku tetap bekerja!" tolak Kenzie.
"Aku bisa memberikan apa yang kamu mau, asal ... berhenti bekerja dan menjadi istri patuh terhadap suaminya," jawab Ardi.
"Aku akan pikirkan nanti."
"Pada akhirnya akulah yang kalah dan menerima sebuah karma, di mana rasa tak rela kehilangannya. Ketidak kesanggupanku akan dirinya," batin Kenzie yang kini telah kalah dari Ardi hingga dirinya luluh.
Tanpa mereka ketahui, seseorang sedari tadi hanya bisa diam melihat pemandangan yang sedikit menyedihkan. Tidak ingin mengganggu dan memilih untuk bersembunyi.
Namun, melihat Ardi dengan tubuhnya yang berbeda. Membuatnya terus bertanya-tanya karena setiap hari terus saja memperlihatkan perubahannya.
semangatt..
jgn lamalama Up nyaa...