Kamu pernah bilang, kenapa aku ngga mau sama kamu. Kamu aja yang ngga tau, aku mau banget sama kamu. Tapi kamu terlalu tinggi untuk aku raih.
Alexander Monoarfa jatuh cinta pada Rihana Fazira dan sempat kehilangan jejak gadis itu.
Rihana dibesarkan di panti asuhan oleh Bu Saras setelah mamanya meninggal. Karena itu dia takut menerima cinta dan perhatian Alexander yang anak konglomerat
Rihana sebenarnya adalah cucu dari keluarga Airlangga yang juga konglomerat.
Sesuatu yang buruk dulu terjadi pada orang tuanya yang ngga sengaja tidur bersama.
Terimakasih, ya sudah mampir♡♡♡
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rahma AR, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kecewa
Rihana menahan debaran di dadanya saat melihat papanya yang kini juga sedang memandangnya. Setelah mengangguk kecil, dia pun bergegas masuk ke dalam lift. Kertas laporan yang sudah difotokopi semakin erat berada dalam pelukannya. Ada air mata yang berusaha dia tahan.
Tapi dia mematung begitu sampai di depan kubikelnya. Puspa sedang berada di sana. Dia sedang memegang fotonya yang bersama mamanya.
"Ehem," batuknya pelan
"Eh, kamu udah datang?" ucap Puspa agak terkejut. Kemudian dengan kikuk dia meletakkan pigura itu di atas meja.
"Maaf, tadi aku ke sini. Ngga tau kenapa aku ingin melihat foto ini," katanya ringan, berusaha mengusir rasa canggungnya.
"Ngga apa," jawab Rihana dengan senyum manisnya. Sama sekali ngga terlihat marah karena Puspa sudah lancang menyentuh milik pribadinya.
"Oh, sudah kamu fotokopi senua?" tanyanya masih canggung ketika melihat Rihana sudah meletakkan berkas berkas itu di atas meja.
"Sudah."
"Oke, ayo kita pisahkan. Ini yang akan dibagikan untuk klien," kata Puspa cepat sambil membantu Rihana membagi berkas berkas itu dalam tujuh bagian.
"Oke," sahut Rihana cukup senang karena pekerjaannya terbantu oleh Puspa.
"Ri, dulu waktu kecil, kamu pernah tinggal di sini?" tanya Puspa tiba tiba.
Tangan Rihana yang akan mengambil laporan laporan itu terhenti.
'Dulu pernah ke sini sama mama," jawabnya pelan.
"Kamu punya keluarga di sini?" tanya Puspa seakan menyelidik.
"Entahlah. Aku sudah lupa," dustanya. Dia takut nanti dibilang menghalu karena mengatakan yang sesungguhnya.
"Oooh," balas Puspa kemudian menarik nafas dan membuangnya berkali kali.
"Omaku ingin sekali bertemu lagi denganmu. Katamya saat melihat kamu, oma seperti melihat putri bungsunya yang menghilang tanpa kabar."
DEG
Rihana tertegun. Selanjutnya apa yang akan terjadi kalo mereka tau mamanya sudah tiada?
"Bagaimana? Kamu bisa?' tanya Puspa sedikit mendesak.
"Kapan?" tanya Rihana pelan. Dia pun ingin bertemu lagi dengan Omanya Puspa. Ingin datang lagi ke rumah itu, melihat foto foto mamanya saat masih muda. Melihat betapa bahagia dan cerianya senyum di bibir mamanya.
'Pulang kerja hari ini kalo bisa. Aku akan mengantar kamu ke rumah Oma."
"Kalo hari ini aku ngga bisa. Aku udah ada janji. Gimana kalo besok aja?" tolak Rihana penuh rasa sesal.
"Oke, besok, ya." Wajah Puspa terlihat senang.
"Makasih ya. Oh iya, kamu ada janji sama siapa?".tanya Puspa lagi, agak kepo.
"Ada aja," senyum Rihana membuat Puspa.tertawa pelan.
*
*
*
Rihana menatap ragu pada Alexander yang terus meyakinkannya kalo orang tuanya sudah setuju.
Apa ada orang tua yang mau menukar permata dengan pasir?
Akhirnya terjawab juga.
"Mami, papi, titip Zira bentar, ya," ucapnya ketika melihat nama penelponnya.
"Ada yang penting?" tanya papinya heran.
"Pak.Efendi nelpon. Mungjkin nanya soal tender," sahutnya memberitau.
"Ooo... oke. Jawab aja sebentar. Kalo kamu ngga jawab dia bakalan ngga akan membuat hidup kamu tenang," kekeh papi. Mami juga ikut tertawa brrsama Alexander. Sedangkan Rihana hanya tersenyum tipis
Bisa dia lihat betapa sibuknya Alexander sekarang. Mereka baru saja datang. Berbasa basi sebentar, dan hidangan pun baru dinikmati beberapa suapan.
"Sebentar, ya, Zira," pamitnya sambil berdiri dan mulai menelpon balik.
Setelah melihat anggukan Rihana, Alexander berjalan agak menjauh.
"Ngga bakal lama. Ayo, dinikmati, Zira," ucap mami Alexander ramah.
Beliau menyebut nama Zira, seperti yang disebut putranya.
"Iya, tante," sahut Rihana canggung.
"Jadi sekarang Zira tinggal di jogja?" Papi Alexander juga ikut bertanya.
"Iya, Om."
Afif dari awal melihat Rihana seperti sedang berpikir.
Dia dan Dewan adalah sahabat saat kuliah dulu di Jerman.
Gadis yang dikenalkan putranya sangat cantik.
Walaupun dandanannya sederhana, tapi tetap terlihat anggun.
Tapi jika dibandingkan dengan Aurora, Rihana kalah jauh. Mungkin putri sahabatnya itu lebih bersinar karena dia seorang model. Dan apa pun yang melekat di tubuhnya selain branded, selalu membuatnya terlihat sebagai bintang utamanya
"Tante, Om? Lagi di sini?"
Rihana terkejut sekaligus ngga nyaman mendengar suara yang cukup dihapal gendang telinganya.
"Eh, kamu di sini Aurora?" sapa mami Alexander dengan perasaan ngga enak.
Kenapa Aurora harus menyapa mereka? batinnya sambil mencari Alexander yang belum terlihat dimana pun.
"Aku mau makan bareng teman waktu di Inggris, tante," ucapya sambil menunjuk ke arah teman temannya yang tersenyum pada kedua orang tua Alexander.
"Ooh, iya," senyum Papi Alexander sambil melambaikan tangannya pada teman teman Aurora yang juga teman teman Alexander.
Aurora melirik pada pegawai baru yang sedang menundukkan kepalanya, seakan sedang menikmati hidangannya tanpa merasa terganggu akan kehadirannya.
Oh, lagi dikenalin, yah, batin Aurora agak kecewa. Tadi dia ngga melihat kehadiran pegawai baru itu, hanya orang tua Alexander. Makanya dia datang menyapa.
"Kak Alex mama, tante, om?" tanya heran karena ngga melihat Alexander.
"Lagi terima panggilan telpon," jawab Papi Alexander tetap tenang dan santai.
"Kalo gitu, aku balik dulu ke sana, om, tante," ucapnya tanpa mau menyapa Rihana.
"Iya, sayang," ucap mama Alexander maklum.
Aurora pun melangkah pergi menuju ke meja teman temannya.
Saat itulah Alexaneer mulai terlihat dan sedang berjalan untuk kembali.
Wajah Rihana tampak lega. Tapi hanya sesaat, karena setelahnya terpaku pada pandangan romatis di depannya.
Seorang tamu tanpa sengaja menyenggol punggung Aurora dan membuat seorang pelayan yang sedang membawa secangkir kopi panas tanpa sengaja menabrak gadis itu, dan kopi panas itu pun tumpah mengenai lengannya.
"Aurora," jerit mama Alexander panik dan bergegas menghanpiri untuk melihat keadaan Aurora.
Tapi pandangan yang menyakitkan adalah saat Alexander memeluk gadis itu saat akan terjatuh. Dan tanpa kata pamit padanya, Alexander membawa Aurora pergi meninggalkan restoran dengan Mama Alexander mengikutinya. Teman teman Aurora pun membubarkan diri dan ikut menyusul kepergian mereka.
Ada yang hilang dan terbang begitu saja dalam hati Rihana saat melihatnya.
Alexander melupakannya!
Memang Rihana berusaha mewajarkan tindakan Alexander yang pasti panik melihat Aurora yang ketumpahan kopi yang pasti sangat panas itu. Pasti rasanya sangat menyakitkan.
Tapi saat ini Rihana merasa sendiri, ngga dipedulikan. Salahkah kalo dia merasa kecewa.
"Emm... Alex hanya menganggap Aurora sebagai adiknya saja," kata papi Alexander yang merasa ngga tega melihat keterpakuan Rihana mencoba menjelaskan agar Rihana ngga salah paham.
Dalam hati papinya bingung melihat kepedulian yang besar dari putranya pada Aurora, sampai bisa melupakan Rihana yang katanya dia suka sejak SMA.
Apa rasa sukanya pada Rihana sudah memudar tanpa putranya sadari.
Apalagi selama di Inggria, Alexander begitu perhatian pada Aurora. Dia menjadi penjaga yang sangat baik buat Aurora.
Rihana berusaha tetap tenang, tapi rasa sakit dan kecewanya tetap terlihat walaupun sudah berusaha disembunyikannya.
Rihana hanya mengangguk. Ngga ada lagi seleranya untuk menghabiskan makanan mahal ini.
Sekarang dia jadi teringat, jika ada bu Saras, pasti dia akan dimarahi karena mensia siakan makanan mahal di depannya. Padahal banyak orang yang ngga makan di luar sana.
Maaf bu, batinnya nelangsa dan merasa terlempar sangat jauh dari ramenya orang orang. Perasaan terkucilkan begitu nyata.