Sakit hati sang kekasih terlibat Cinlok (Cinta Lokasi) hingga berakhir di atas ranjang bersama lawan mainnya, Ameera bertekad menuntut balas dengan cara yang tak biasa.
Tidak mau kalah saing lantaran selingkuhan kekasihnya masih muda, Ameera mencari pria yang jauh lebih muda dan bersedia dibayar untuk menjadi kekasihnya, Cakra Darmawangsa.
Cakra yang memang sedang butuh uang dan terjebak dalam kerasnya kehidupan ibu kota tanpa pikir panjang menerima tawaran Ameera. Sama sekali dia tidak menduga jika kontrak yang dia tanda tangani adalah awal dari segala masalah dalam hidup yang sesungguhnya.
*****
"Satu juta seminggu, layanan sleep call plus panggilan sayang tambah 500 ribu ... gimana?" Cakra Darmawangsa
"Satu Milyar, jadilah kekasihku dalam waktu tiga bulan." - Ameera Hatma
(Follow ig : desh_puspita)
------
Plagiat dan pencotek jauh-jauh!! Ingat Azab, terutama konten penulis gamau mikir dan kreator YouTube yang gamodal (Maling naskah, dikasih suara dll)
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Desy Puspita, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 07 - Tidak Bercanda
"Sering begini?"
"Baru kali ini," jawab Ameera pelan, matanya sejak tadi mencuri pandang Cakra yang tengah mengompres pipinya dengan air hangat.
Pak Rizal memerintahkan para aktrisnya istirahat makan siang, tapi Cakra justru membawa Ameera pergi ke bengkel tempatnya bekerja karena tidak yakin bisa mengendalikan diri. Setelah sekian lama, perasaan marah itu muncul dan Cakra benar-benar membenci kala melihat wanita tersakiti, apapun alasannya.
"Kenapa tidak balas?"
Ameera tertawa pelan, pertanyaan Cakra sama seperti pertanyaan keponakannya kala Ameera mendapat peran teraniaya. "Akting, Cakra, masa balas."
"Kalau sekali wajar, sampai berkali-kali begitu minta hajar," tutur Cakra seraya menghela napas kasar.
Sudah jelas apa yang terjadi, bisa-bisanya Ameera masih membela seseorang yang seolah sengaja cari kesempatan agar bisa menyakitinya. Sedikit banyak dia bisa membaca keadaan walau belum lama mengenal Ameera dan lingkungannya.
Mengingat Anita adalah orang ketiga dalam hubungan Ameera dan Julio, jelas saja Cakra curiga. Terlebih lagi, dari yang Cakra lihat adegan tersebut sudah sangat baik, nyaris sempurna bahkan pipinya sampai memerah, untung saja tidak mengeluarkan darah.
Ameera tidak lagi menjawab, dia juga sedikit malas membahas hal itu. Dia berperan di serial itu hanya karena memandang Kama, produser yang dia kenal dari Yudha dan begitu terobsesi menjadikannya bintang film horor entah apa alasannya.
"Apa tidak bisa ambil job yang lain saja?" tanya Cakra kemudian duduk di sisi Ameera, lalu lalang kendaraan di depan sana adalah pemandangan ternyaman sejak beberapa tahun terakhir di mata Cakra.
"Sudah setengah jalan, Cakra, aku tidak bisa lari dari tanggung jawab ... tidak masalah, kan tidak setiap hari adegannya begitu," balas Ameera kemudian, dia tidak ingin memperpanjang masalah dan meraih botol air mineral di hadapannya.
"Tetap saja tidak masuk akal, yang nulis skenario bodoh atau bagaimana," gerutu Cakra meraih botol minum Ameera yang tampak kesulitan membukanya, sebuah tindakan sederhana dan berhasil membuat Ameera tertegun sejenak.
Seolah lupa siapa yang meminta, Ameera dibuat terkejut hampir setiap detiknya akan tindakan Cakra. Padahal di surat perjanjian tertera jelas bahwa Cakra harus bertindak sebagai kekasih sungguhan dan mendalami peran. Harusnya dia biasa saja, tapi anehnya beberapa hari berada di dekat Cakra dunia Ameera seakan terasa benar-benar berbeda.
Cara Cakra memerlakukan Ameera memang berbeda, mungkin dia tengah mendalami perannya. Bukan hanya di hadapan orang-orang yang mengenal Ameera saja, tapi juga teman-temannya sama.
Cakra tetap mengaku jika Ameera adalah kekasihnya, panggilan sayang dan semua perhatian tetap dia tunjukkan hingga Ameera mendadak malas untuk kembali ke lokasi syuting setelah ikut Cakra.
"Yakin tetap di sini?"
"Iya, tidak masalah, 'kan,?" tanya Ameera dengan tatapan penuh permohonan ke arah Cakra, terpaksa dia mengangguk karena tidak tega juga jika harus dipaksa pergi.
"Kalau butuh apa-apa bilang, aku bantuin bang Yandi dulu." Cakra menunjuk seseorang di ujung sana. Walau sebenarnya hari ini Cakra diizinkan libur oleh bosnya, tapi melihat bengkel ramai mana mungkin dia hanya berpangku tangan.
Tanpa menjawab, Ameera hanya mengangguk pelan. Sama seperti pertama kali melihat Cakra, tatapan Ameera sama sekali tidak terlepas dari pria itu. Sekalipun dia memalingkan muka ialah ketika Cakra mengganti pakaiannya, kendati demikian bentuk tubuh pria itu sempat terlihat jelas di matanya.
Semakin lama Ameera pandangi, pria itu semakin mengingatkan Ameera pada seseorang yang begitu berharga dalam hidupnya. Tanpa sadar, Ameera merogoh ponsel dan mulai mencuri kesempatan untuk mengabadikan Cakra melalui kamera ponselnya.
Tidak berbeda layaknya seorang wanita yang menemani pasangannya bekerja, Ameera begitu sabar walau duduk di tempat seperti ini bukan gayanya sama sekali. Terlebih lagi, Cakra menyiapkan tempat duduknya lebih dahulu agar nyaman untuk istirahat di sana.
Tidak berselang lama, Cakra kembali menghampirinya. Sudah jelas dengan penampilan berbeda, keringat yang membasahi wajahnya saja sudah membuat jantung Ameera tidak aman, tiba-tiba pria itu melepas baju dan memperlihatkan otot perut yang terlihat sempurna. Sialnya, Ameera tidak dapat membohongi diri dan terus memandang Cakra hingga pria itu tertawa sumbang.
"Ke-kenapa?" tanya Ameera gelagapan, bak seseorang yang tertangkap basah melakukan kejahatan, dia panik seketika.
"Lap liurmu sana," ucap Cakra asal seketika membuat Ameera mengusap dagunya, jelas saja gelak tawa Cakra semakin pecah.
"Apa sih? Cepat ganti baju, aku sudah janji pulang cepat hari ini." Telanjur malu, Ameera mengarang cerita dan minta diantar saat itu juga, padahal hanya karena hal sepele.
"Ayo," ajak Cakra hendak menarik pergelangan tangannya.
"Ayo apanya? Ganti baju dulu, masa pulang begitu?"
"Ya ganti baju, biar puas lihat_"
"Cakra!!"
Ameera seketika memerah, dia menghempas genggaman tangan pria itu sebelum kemudian menjauh beberapa langkah. Sementara Cakra hanya tersenyum tipis melihat reaksi Ameera, padahal sejak tadi mencuri pandang, lantas kenapa ketika diajak menolak mentah-mentah, pikirnya.
.
.
Hari ini terasa begitu singkat, padahal sama seperti hari kemarin. Mungkin karena mereka menghabiskan waktu berdua. Hingga, ketika hari berganti Cakra menghubungi Ameera demi membahas masalah penting terkait mereka.
"Kamu sudah lihat beritanya?"
"Sudah, biarkan saja ... nanti juga tenggelam sendiri."
Ameera mungkin biasa saja, tapi Cakra jelas saja khawatir. Agaknya ancaman Julio kemarin tidak bercanda. Tepat beberapa menit lalu, gosip tentang retaknya hubungan Julio dan Ameera memenuhi laman sosial media.
Sudah jelas isinya jauh berbeda dari apa yang terjadi. Julio memutarbalikkan fakta dan memberikan pernyataan bahwa putusnya mereka akibat perselingkuhan Ameera dengan berondong modal tampang bernama Cakra, lengkap dengan foto-foto dimana Cakra tinggal dan tempatnya bekerja.
"Biarkan bagaimana, Ra? Kamu tidak malu?"
"Malu kenapa? Justru dia yang malu-maluin ... sudahlah, kamu tenang dan biar masalah ini jadi tanggung jawabku, okay?"
Sebenarnya dia agak tidak tenang, tapi kembali Cakra ingat siapa Ameera beserta keluarganya. Bukan hal sulit baginya membuat berita semacam itu lenyap, untuk itu Cakra memilih mengikuti saran Ameera untuk tenang.
"Ya sudah kalau begitu. Ehm, kamu sedang apa?"
"Mandi," jawab Ameera membuat Cakra mengerutkan dahi.
"Mandi jam segini? Nanti pegal-pegal gimana? Masa tugasku nambah jadi tukang pijat juga," ucap Cakra kemudian menggigit bibir, sudah jam sembilan malam dan Ameera masih di kamar mandi.
"Aku tidak setua itu, ngejek apa gimana?"
"Siapa tahu, tapi jika terdesak aku bisa kok mijitin kamu," ucapnya memelankan langkah. Sejak tadi begitu Cakra begitu saja, maklum dia sengaja keluar di sekitaran gang karena tetangga kostnya dangdutan dan berisik luar biasa.
"Tidak, terima kasih atas tawarannya!!"
Semakin Ameera emosi, semakin Cakra gemas sendiri hingga dia kembali berpikir keras hendak mengusik Ameera dengan cara apa lagi. "Aku serius, Ra, kata dokter tidak baik mandi malam."
"Kalau gerah gimana, Cakra?"
"Ganti bajunya sama yang tipis, dan masih banyak cara lain tanpa harus man_"
Bugh
Ucapan Cakra terhenti kala dia merasakan sesuatu menghantam punggungnya. Sakit, sangat sakit bahkan tidak mampu mempertahankan ponselnya dalam genggaman.
Entah apa yang terjadi, tapi ketika hendak menoleh seseorang mendaratkan bogem mentah tepat di wajahnya hingga Cakra terhuyung dan mulai kehilangan keseimbangan.
"Bereskan!!"
Suara itu terdengar memerintah, Cakra sempat mendongak dan hendak melawan, tapi semua berlalu teramat cepat dan yang dia lawan tidak sendirian.
"Cakra!! Apa yang terjadi? Cakra jawab aku!!"
.
.
- To Be Continued -
bukannya ponselnya masih belum kembali? /Doubt/