Sifa Kamila, memilih bercerai dari sang suami karena tidak mau diduakan. Ia pun pergi dari rumah yang dia huni bersama Aksa mantan suami selama dua tahun.
Sifa memilih merantau ke Jakarta dan bekerja di salah satu perusahaan kosmetik sebagai Office Girls. Mujur bagi janda cantik dan lugu itu, karena bos pemilik perusahaan mencintainya. Cinta semanis madu yang disuguhkan Felix, membuat Sifa terlena hingga salah jalan dan menyerahkan kehormatan yang seharusnya Sifa jaga. Hasil dari kesalahannya itu Sifa pun akhirnya mengandung.
"Cepat nikahi aku Mas" Sifa menangis sesegukan, karena Felix sengaja mengulur-ulur waktu.
"Aku menikahi kamu? Hahaha..." alih-alih menikahi Sifa, Felik justru berniat membunuh Sifa mendorong dari atas jembatan hingga jatuh ke dalam kali.
Bagaimana kelanjutan kisahnya? Kita ikuti yuk.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Buna Seta, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 35
"Mau kemana kamu?!" Seorang pria menahan tangan Sifa, lalu menyeretnya ke dalam gubuk. "Jangan coba-coba untuk lari, jika kamu masih ingin hidup" Warman tiba-tiba saja mengacungkan celurit ke arah Sifa. Sifa lantas bungkam. Ternyata bukan hanya Rady yang membawa senjata tajam, yang saat ini sudah di tangan Sifa tanpa Rady sadari.
Rady menyeret sifa lebih kencang kemudian mengikat kembali.
Sifa terkejut, seketika ingat mayat di dalam kamar. Dia belum mau mati, memilih diam dan menurut ketika tangannya diikat. Aneh dan bingung perasaan Sifa, ia pikir dua pria itu tidur pulas tetapi rupanya hanya pura-pura tidur. Sifa tidak bisa berbuat apa-apa selain pasrah, lebih baik berdoa semoga Tuhan memberi keselamatan.
*****************
Di kontrakan kecil, tepatnya di teras rumah, Felix meneliti handphone mahal milik Sifa yang dia ambil dari Warman dan Rady. "Bagus juga handphone wanita itu, kalau gue jual pasti laku mahal" Batinya senyum-senyum membolak balik handphone tersebut.
"Sebaiknya gue aktifkan saja handphone ini" gumamnya. Namun mengurungkan niatnya. Jika dia aktifkan handphone kembali sama saja menyerahkan diri. Sudah barang tentu orang-orang terdekat Sifa sedang mencarinya. Tentu saja akan melacak keberadaan handphone Sifa.
Felix hendak melepas nomor handphone Sifa, kemudian membuangnya. Namun, derit pintu menggagalkan rencananya.
"Mas..." suara lembut itu yang membuka pintu. Felix seketika memasukkan handphone ke dalam saku celana.
"Kenapa kamu malam-malam keluar Nia" Felix sebenarnya ingin sendiri, tetapi kehadiran Dania sepertinya mengganggu.
"Aku nggak bisa tidur" Dania ikut duduk di kursi sebelah suaminya itu. "Aku bingung Mas, besok waktunya bayar kontrakan" Lanjut Dania, ia sama sekali tidak memegang uang.
"Biar besok saya yang bayar" Felix menjawab enteng. Karena dia sudah menyuruh orang untuk menjual motor Sifa yang dirampas Warman.
"Mas lagi punya duit ya? Kalau gitu aku minta untuk periksa anak kita ya Mas" Dania ingin sekali-sekali Felix memperhatikan anak dalam kandungannya. Dania malu jika periksa kehamilan saja harus minta mama Susana. Padahal Susana masih banyak membantu mencukupi kebutuhan rumah tangga Dania. Apa lagi setelah satu bulan ini perusahaan Felix gulung tikar.
"Nggak ada, sudah aku bilang gugurkan saja bayi itu, tetapi kamu ngeyel" Felix menjawab tidak punya perasaan.
"Maasss!!!" Dania seketika bendiri sambil berteriak di depan Felix. Hatinya sakit mendengar ucapan Felix yang tidak menyayangi buah hatinya sendiri.
"Jangan teriak Nia, sudah malam, kamu mau tetangga keluar semua" Felix menjawab seenaknya seolah tidak bersalah, kemudian masuk rumah.
Dania mengejar lalu menutup pintu kencang. "Aku tidak peduli lagi jika para tetangga datang ke rumah ini Mas. Biar semua tahu jika suamiku adalah pria jahat, dan jika selama ini terlihat baik itu hanya pencitraan saja" Dania terisak-isak.
"Cukup aku yang kamu siksa lahir batin Mas, tetapi aku tidak akan terima karena kamu sudah berniat membunuh darah dagingmu sendiri. Jika kamu masih ingin mempunyai istri aku, rubah sifat burukmu itu!" Dania mendorong dada Felix dengan telunjuk, kemudian masuk ke kamar. Dania menangis sesegukan, tidak percaya dengan sikap Felix. Kenapa juga dulu dia percaya dengan kata-kata Felik hingga mengalami nasib seperti ini. Dania tidak menyangka jika pria yang dulu terlihat baik dan melindungi itu, tetapi tidak lebih dari binatang.
Felix tidak mau menyusul Dania ke kamar, memilih tidur di kursi sofa berbantalkan tangan. Tetapi pria itu tidak bisa tidur, kemudian bangun mengecek jam tangan yang berada di atas meja. "Inilah saatnya" Bantin Felix ketika jam sudah dini hari. Dia bangkit dari sofa, ingin menjalankan rencananya entah apa itu. Felix membuka laci ambil map kemudian pergi meninggalkan rumah. Tanpa dia sadari jika handphone milik Sifa yang dia kantongi nyelorok ke lantai.
Mobil Felix meluncur dengan kecepatan tinggi menembus jalan yang sepi. Hingga tiba di pinggir hutan dia parkir, kemudian meninggalkan mobil di pinggir jalan.
Dengan pendar senter handphone, Felix berjalan menuju gubuk yang sudah sering dia kunjungi. Dia mengintai dari lubang kunci, tatapan matanya tertuju kepada wanita yang akan menjadi targetnya. Yaitu Sifa yang tengah terpejam di kursi entah tidur atau tidak.
Ceklak Ceklak.
Felix membuka kunci cadangan.
Sifa yang hanya tidur ayam lantas membuka mata ketika mendengar kunci pintu ada yang membuka. "Siapa itu? Dua pria itu masih tidur" Sifa bertanya dalam hati ketika memandangi Warman dan Rady masih tidur di lantai.
"Felix?" Gumam Sifa ketika pria yang dia benci itu muncul. Sudah dia duga bahwa Felix adalah dalang dari penculikan ini. Ketika Felix mendekati, Sifa pura-pura tidur.
"Bangun! Bangun! Bangun. Kalian ini disuruh jaga malah tidur" Felix menendang kaki anak buahnya berkali-kali hingga terbangun.
"Maaf Bos, tapi semua aman" Warman menatap Sifa. Felix lalu menanyakan tentang Sifa selama dalam penyekapan. Warman dengan Rady hanya menceritakan yang mulus-mulus saja.
"Sekarang kalian berjaga-jaga diluar, jangan ganggu saya. Saya mau bersenang-senang dulu" Felix berjalan ke arah Sifa, pikirannya sudah ngeres membayangkan tubuh Sifa.
Sifa yang mendengarkan percakapan itu merasa sudah putus harapan, selain hanya berharap kepada Tuhan. Jari telunjuk terasa menelusuri wajahnya, Sifa mendelik gusar. Tangan siapa lagi jika bukan tangan jahanam Felix.
"Hentikkan Felix, jika tidak! Saya ludahi wajah kamu untuk yang kedua kali" Ancam Sifa. Seketika Felix menarik tangannya.
"Sekarang kamu sudah tidak akan bisa berbuat apa-apa lagi Sifa, setelah saya menikmati tubuhmu, tiga hari lagi tubuhmu yang wangi ini akan membusuk meninggalkan bau seperti orang di kamar itu" Felix lantas tertawa. Seolah mengakui bahwa ia adalah tersangka.
"Sudah saya duga Felix. Kamu memang benar-benar pembunuh berdarah dingin. Kamu pasti kecewa dengan dukun palsu itu bukan? Karena kamu ini pria bodoh, dan kebodohan kamu dimanfaatkan dukun yang kamu anggap bisa mengabulkan permintaan kamu. Hihihi... Lucu kedengarannya, seorang Felix Alfadio lulusan s2 luar negeri rela uangnya dikuras dukun palsu. Tapi setelah uang kamu habis tidak ada hasil lantas kamu bunuh dukun itu"
Braaakk!
Tamparan yang dilayangkan Felix ke pipi Sifa meleset mengenai kursi karena wajah Sifa berkelit ke samping.
"Cepat tanda tangan ini" Felix menjatuhkan map ke pangkuan Sifa.
"Apa yang harus saya tandatangani" Sifa menatap map berwarna biru. Lalu beralih menatap wajah Felik memang benar-benar bodoh atau sedang mabuk, entahlah. Padahal seharusnya Felik tahu bahwa tangan Sifa masih diikat.
"Buka! Jangan banyak tanya"
"Mana mungkin saya bisa membuka map ini kalau tangan saya masih diikat begini Felix" Sifa geleng-geleng kepala.
Felix pun akhirnya membuka ikatan dengan cepat.
Sifa tersenyum, akhirnya tangannya bisa lepas juga. Rupanya Warman dengan Rady tahu jika tambang yang sebelumnya rusak maka dia ganti yang baru, tetapi tambang yang baru lebih kuat karena menggunakan tambang jemuran. Sifa lantas membaca isi map tersebut.
"Tanda tangan sekarang" Felix membentak.
"Saya tidak mau" Sifa seketika berdiri menolak tanda tangan entah apa isi surat tersebut. Sifa pun berjalan mundur menjauh dari Felix.
"Cepat tanda tangan, atau..." Felix mencengkeram pundak Sifa. Sifa berusaha melepas tangan Felix lalu terus mundur hingga tubuhnya jatuh ke reruntuhan tempat tidur.
"Hahaha... kamu sudah tidak sabar ingin bersenang-senang denganku seperti dulu Sifa" Felix membuka kancing baju.
"Berani maju selangkah, pisau ini akan menembus jantungmu Felix" Sifa mengacungkan pisau.
...~Bersambung~...