"Rangga, gue suka sama lo!"
Mencintai dalam diam tak selamanya efektif, terkadang kita harus sedikit memberi ruang bagi cinta itu untuk bersemi menjadi satu.
•
Rangga Dinata, sosok pemuda tampan idola sekolah & merupakan kapten tim basket di sekolahnya, berhasil memikat hati sosok wanita cantik yang pintar dan manis—Fira. Ya itulah namanya, Fira si imut yang selama ini memendam perasaannya kepada kapten basket tersebut.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon patrickgansuwu, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 7. Hadirnya sosok baru
Minggu-minggu berlalu sejak perpisahan yang menyakitkan antara Fira dan Rangga. Meskipun rasa sakit itu masih menghantui, Fira mulai menemukan cara untuk menyesuaikan diri dengan keadaan barunya. Ia berusaha menenggelamkan diri dalam kegiatan sekolah dan belajar, mencoba mengalihkan pikirannya dari Rangga. Namun, bayang-bayang kenangan mereka masih tetap ada, menyelinap di sela-sela pikirannya, terutama saat ia sendirian di kamarnya atau ketika ia melewati lapangan basket.
Di sisi lain, Rangga juga tampak sibuk dengan dunianya. Sebagai kapten tim basket, ia semakin fokus pada persiapan untuk turnamen besar yang akan datang. Meskipun mereka tidak lagi berinteraksi secara langsung, Fira selalu mengikuti perkembangan tim basket melalui kabar dari teman-temannya dan pengumuman sekolah. Namun, ia tetap menjaga jarak, merasa bahwa hal itu adalah yang terbaik untuk mereka berdua.
Suatu hari, saat Fira sedang duduk di taman sekolah sambil membaca buku, seseorang yang tak pernah ia kenal sebelumnya duduk di sebelahnya. Seorang pria dengan postur tinggi dan rambut agak berantakan, mengenakan kacamata hitam yang memberikan kesan misterius. Dia membawa sketsa buku dan pensil, dan dengan santai mulai menggambar di sebelah Fira tanpa memperkenalkan diri.
Fira, yang pada awalnya merasa aneh dengan kehadiran pria asing itu, mencoba mengabaikannya dan melanjutkan membaca. Namun, setelah beberapa menit berlalu, rasa penasaran mulai mengusiknya. Siapa orang ini? Dan mengapa dia duduk di sebelahnya?
Fira menutup bukunya dan menoleh ke arahnya. “Eh, maaf, lo anak baru ya?” tanya Fira, mencoba memecah keheningan.
Pria itu berhenti menggambar sejenak, menurunkan kacamatanya, dan menatap Fira. Senyum tipis terlukis di wajahnya. “Iya, gue anak baru. Nama gue Ezra,” jawabnya dengan nada tenang.
Fira mengangguk, merasa sedikit canggung. “Oh, gue Fira.”
“Gue udah denger soal lo,” Ezra melanjutkan tanpa ragu.
Fira sedikit terkejut. “Dari mana lo tau soal gue?”
Ezra tersenyum kecil. “Lo populer, terutama di kalangan anak-anak basket. Gue sering denger cerita tentang lo dan Rangga.”
Fira langsung merasa tidak nyaman. Tentu saja, gosip tentang dirinya dan Rangga masih beredar. Meskipun sudah lama mereka tidak bersama, nyatanya cerita tentang hubungan mereka tetap menjadi topik menarik di kalangan siswa. “Oh, itu… udah lama berlalu,” balas Fira sambil tersenyum kecut.
Ezra kembali ke sketsanya, seolah-olah tidak terganggu oleh perubahan suasana hati Fira. “Tapi cerita-cerita itu selalu menarik perhatian gue. Gue selalu penasaran kenapa orang suka ngomongin hubungan orang lain, seakan-akan hidup mereka kurang menarik.”
Fira tidak tahu bagaimana harus menanggapi kata-kata itu. Ada sesuatu tentang Ezra yang membuatnya merasa nyaman, meski baru pertama kali bertemu. Dia tampak berbeda dari anak-anak lain di sekolah. Cara bicaranya, cara dia membawa dirinya, semuanya terasa… lebih santai.
“Kamu suka menggambar?” Fira bertanya, mencoba mengganti topik.
Ezra tersenyum tipis sambil memperlihatkan sketsa yang sedang ia buat. Itu adalah gambar taman sekolah tempat mereka duduk, dengan detail yang luar biasa. “Iya, gue suka menggambar. Kadang-kadang ini satu-satunya cara buat gue lepas dari semua omong kosong di sekitar gue.”
Fira terkesan dengan bakat Ezra, tapi lebih dari itu, ia merasakan ada kesamaan antara dirinya dan Ezra—sama-sama mencari pelarian dari masalah-masalah yang mengganggu. Mereka mengobrol beberapa saat lagi sebelum akhirnya bel masuk berbunyi.
•••
Beberapa hari setelah pertemuan pertamanya dengan Ezra, Fira mulai sering melihatnya di sekolah. Kadang-kadang mereka bertemu di perpustakaan, kadang di kantin, dan mereka sering berbicara tentang hal-hal acak—tentang buku, seni, bahkan film. Ezra membawa suasana yang berbeda dalam kehidupan Fira, seakan memberi warna baru yang menenangkan. Meskipun ia belum benar-benar mengenal Ezra, Fira mulai merasa bahwa ia bisa menjadi seseorang yang penting dalam hidupnya.
Namun, di balik ketenangan itu, konflik baru mulai muncul. Suatu sore, ketika Fira sedang dalam perjalanan pulang dari sekolah, ia bertemu Dinda di pintu gerbang. Dinda, yang selalu menjadi teman setia Fira, tampak agak gelisah.
"Fir, lo deket sama Ezra sekarang?" tanya Dinda tanpa basa-basi.
Fira tersenyum. “Nggak juga. Kita cuma sering ngobrol, kok. Kenapa?”
Dinda menggigit bibirnya, tampak ragu untuk melanjutkan. “Lo tau nggak, Ezra itu anaknya rumit. Gue denger dari beberapa orang, dia punya masalah di sekolah-sekolah sebelumnya. Bahkan katanya, dia pernah diskors karena berantem sama guru.”
Fira tercengang mendengar informasi itu. Ezra, dengan sikapnya yang tenang dan misterius, ternyata punya sisi gelap yang belum pernah ia lihat. “Serius, Din? Gue nggak pernah denger soal itu.”
Dinda mengangguk serius. “Gue nggak bilang lo harus ngejauhin dia, tapi gue cuma mau lo hati-hati. Ezra bukan tipe cowok yang gampang ditebak.”
Kata-kata Dinda menggantung di pikiran Fira sepanjang sore itu. Ia tidak tahu apakah yang Dinda katakan benar atau hanya sekedar gosip. Namun, sejak saat itu, Fira mulai memperhatikan Ezra lebih dekat, mencoba menemukan tanda-tanda bahwa mungkin ada sesuatu yang ia lewatkan.
•••
Pada suatu malam, setelah seharian sibuk di sekolah, Fira sedang duduk di kamarnya, merenung tentang semua yang terjadi dalam beberapa minggu terakhir. Ia merasa hidupnya sedang berada di titik yang aneh—di satu sisi, ia masih merindukan Rangga, namun di sisi lain, kehadiran Ezra mulai membuatnya merasa nyaman.
Tiba-tiba, ponselnya berbunyi. Sebuah pesan dari nomor yang tidak dikenal muncul di layar.
"Hati-hati dengan Ezra. Dia bukan orang yang lo pikir."
Fira membelalak, merasakan jantungnya berdetak lebih cepat. Siapa yang mengirim pesan ini? Dan kenapa mereka memperingatkannya tentang Ezra?
Keesokan harinya, ketika Fira bertemu Ezra di perpustakaan, ia tidak bisa menahan rasa penasaran yang membebani pikirannya sejak menerima pesan itu.
“Ezra,” Fira memulai dengan nada hati-hati, “gue denger cerita tentang lo. Tentang masa lalu lo di sekolah lain.”
Ezra berhenti menulis di buku catatannya dan menatap Fira dengan tatapan yang sulit dibaca. Dia tidak terkejut, seolah sudah menduga pertanyaan ini akan muncul. “Gue nggak kaget kalau lo denger cerita-cerita itu.”
Fira menunggu Ezra melanjutkan. Jantungnya berdegup lebih kencang, menanti penjelasan dari cowok yang mulai ia percayai ini.
Ezra menutup buku catatannya, menarik napas dalam-dalam. "Bener. Gue pernah punya masalah di sekolah sebelumnya. Tapi bukan seperti yang mereka bilang. Gue nggak berantem sama guru. Gue cuma... punya cara sendiri buat ngadepin hal-hal yang nggak adil."
"Hal yang nggak adil?" Fira mengernyit. "Maksud lo apa?"
Ezra menatap Fira dalam-dalam. “Gue pernah di-bully, Fir. Dan ketika gue lawan balik, mereka yang nge-bully gue nggak dihukum. Cuma gue yang kena akibatnya. Itu yang terjadi.”
Fira terdiam. Cerita Ezra membuatnya merasa bersalah karena sempat meragukan pria ini. Namun, di sisi lain, ia tidak bisa sepenuhnya mengabaikan pesan misterius yang ia terima. Apakah ini benar-benar kisah yang sesungguhnya, atau ada lebih banyak hal yang Ezra sembunyikan?
"Jadi, sekarang lo ngerti kenapa gue nggak suka deket sama banyak orang," Ezra melanjutkan, suaranya lebih tenang namun penuh makna. "Gue nggak mau orang salah paham lagi."
Fira hanya bisa mengangguk pelan, meskipun hatinya masih diliputi keraguan. Kehadiran Ezra dalam hidupnya membawa angin segar, tapi juga mengundang badai baru. Dan di balik senyum santai serta sikap tenangnya, Fira merasa ada sesuatu yang lebih dalam dari yang terlihat.
•••
Di bab ini, Fira berkenalan dengan Ezra, tokoh baru yang membawa konflik baru dalam hidupnya. Kehadiran Ezra memperkenalkan dinamika baru yang mengguncang perasaan Fira, sementara masa lalunya yang penuh teka-teki menambah ketegangan. Bagaimana menurutmu?