AKU BENCI DIA

Hujan turun begitu deras malam ini. Dingin nya malam membuat tubuh ku yang cuma terbalut kimono tipis terasa menggigil kedinginan. Ku lirik jam dinding klasik yang ada di ruang tengah, hampir tengah malam.

Alya sedari tadi sudah berangkat ke kamar, mungkin saja dia lelah dan sudah tertidur pulas. Aktivitas para pelayan pun tak terdengar lagi, semua mungkin sudah beristirahat. Hanya aku yang tertinggal sendirian menikmati dingin nya malam.

Entah kenapa, mata ku sulit terpejam beberapa hari ini. Sepertinya aku butuh secangkir kopi hangat untuk menemani kesendirian ku. Ku langkah kan kaki menuju dapur. Ku pikir, tak kan ada seorang pun pelayan yang ada masih bekerja di sana.

Tapi aku salah, sosok Farah terlihat mengendap-endap ke arah dapur mengejutkan ku.

"Apa yang kau lakukan di sana?!" tanya ku mengagetkan nya.

"Oh, eh tuan muda. Maaf mengejutkan anda. Sa-saya ingin mengambil minum." jawab nya terbata-bata.

"Hm, bagus lah kau ada disini. Buatkan aku secangkir kopi hangat dengan satu sendok gula." perintah ku senang karna ada yang bisa ku suruh untuk membuat kan kopi.

"Baik tuan muda." Farah segera mengikuti perintahku membuat kan kopi hangat.

"Antarkan kopi itu ke ruang tengah." ucap ku lagi sembari berbalik pergi meninggalkan nya begitu saja.

Aku menghempaskan pantat ku di atas sofa empuk di ruang tengah. Ku ambil sebuah remote dan ku nyalakan layar besar yang ada di depan ku dengan menekan tombol *O**N* di remote control yang ku pegang. Layar besar itu pun mengeluarkan gambar yang tiap kali ku pencet tombol ber angka di remote, chanel nya bisa berganti-ganti.

Aku sedikit tertarik pada satu chanel yang sedang menampilkan grup lawak. Aku ingin merubah suasana hati ku yang selama ini selalu kaku dan kurang berwarna. Barangkali dengan menonton chanel seperti itu bisa meredakan sedikit ketegangan ku.

"Tuan, kopi nya." Farah mendadak muncul di dekat ku membawakan kopi untuk ku.

"Ya sudah, taruh di meja, lalu pergi lah." tanpa menoleh sedikitpun ke arah nya, aku mengibaskan tangan ku dan tanpa sengaja menyenggol nampan yang berisi cangkir kopi yang ada di tangan nya.

"Aww...!" Farah kaget dan berteriak saat kopi itu tumpah mengenai bagian atas baju nya.

Aku terkejut, tak ku sangka ia berdiri begitu dekat dengan ku. Baju yang ia pakai, tampak basah dan kotor penuh dengan tumpahan kopi berwarna hitam pekat.

"Kau tak apa-apa?" Aku jadi cemas, karena kopi itu pasti terasa panas mengenai kulit nya.

Aku sontak berdiri dan merebut nampan yang masih ada dalam genggaman nya. Farah tampak shock, dan kelimpungan karna rasa panas yang mengenai kulit nya.

Dengan cepat, aku menaruh nampan itu di meja dan menarik nya ke salah satu kamar yang kosong yang ada di rumah ku.

Aku terus menarik nya masuk ke kamar mandi.

"Bersihkan tubuh mu cepat. Aku akan ambilkan salep luka bakar." ucap ku panik.

Farah hanya mengangguk mengikuti perintah ku.

Aku berlari keluar kamar dan mencari kotak obat yang ada di lemari di ruang tengah. Setelah itu aku kembali lagi ke kamar dimana Farah berada.

Ku lihat Farah mengibaskan baju yang ia kenakan sambil meniup dada nya yang tertutup baju nya yang basah.

"Oleskan salep ini ke dada mu. Agar luka nya tidak berbekas." ucap ku penuh rasa bersalah.

Aku menyodorkan salep pada nya.

Farah sejenak tertegun kemudian mengambil salep itu dari tangan ku dengan perlahan.

"Makasih tuan." ucap nya tersenyum kikuk.

Aku mengabaikan senyuman nya. Lalu bergegas pergi meninggalkan Farah sendirian di kamar itu dan kembali duduk di sofa yang ada di ruang tengah.

Ku ambil remote control yang ada di atas meja dan menekan tombol OFF mematikan layar yang masih menyala sedari tadi. Ku hempaskan kembali pantat ku di atas sofa dan meraup wajah ku dengan kasar.

Rasa bersalah ku pada Farah, membuat ku gagal menikmati kesendirian ku.

"Maaf tuan, saya jadi merepotkan anda." ujar Farah mendadak sudah berada di dekat ku lagi.

"Tidak, tak apa-apa. Aku yang salah, membuat mu terluka." Sahut ku merasa tak enak.

"Anda tidak bersalah tuan. Itu hanya faktor ketidak sengaja an, saya yang ceroboh karena berdiri terlalu dekat dengan Anda." ucap Farah tersenyum.

Aku jadi kasihan melihat nya.

"Tuan mau saya buatkan kopi lagi?" tanya nya kemudian.

"Tidak, tidak usah. Lebih baik kau kembali ke kamar mu. Ganti lah baju mu yang basah itu." ucap ku canggung.

Keadaan nya yang basah membuat ku tak enak hati. Apalagi cuaca yang dingin seperti ini, ia justru memakai baju yang lumayan basah karna bekas kopi.

"Kalau begitu, saya permisi dulu tuan." ucap Farah berpamitan seraya mengambil nampan bekas kopi yang tumpah yang terletak di atas meja, dan membawa nya kembali ke dapur.

Sesaat setelah kepergian Farah, hati ku jadi sedikit gundah. Tatap mata Farah terakhir kali tampak sedikit aneh ku perhatikan.

Tatapan nya begitu dalam dan seolah menyimpan rasa pada ku.

"Ah, mungkin itu perasaan ku saja." aku membatin dalam hati menepiskan rasa curiga ku pada Farah.

Tak mau berlama-lama menahan dingin tanpa kopi hangat yang tak jadi ku nikmati, aku pun bergegas masuk ke dalam kamar.

Ujung mata ku langsung tertumpu pada posisi tidur Alya yang entah kenapa teramat sangat menggoda.

Istri cantik ku itu tampak tidur nyenyak menampilkan paha mulus nya yang sebelah ke atas menjepit bantal guling.

Aku menelan air ludah ku kelu. Posisi tidur Alya yang cuma menggunakan gaun tipis dengan belahan dada yang terlihat mencuat ke atas, terlihat memancing hasrat ku.

Aku merayap naik ke tempat tidur dan memperhatikan Alya yang tidur nyenyak dengan seksama.

"Haruskah aku membangunkan nya?" pikir ku dalam hati.

"Sayang, Alya sayang." panggil ku pelan membangunkan nya.

Tak ada jawaban dari bibir Alya. Hanya lenguhan kecil yang keluar dari bibir nya.

"Bangun lah sayang, temani aku. Kau membuat adik kecil ku terjaga sayang." bisik ku lembut ke telinga nya.

Alya tak juga membuka mata nya. Ia memang terlihat lelah sekali, dengkuran nya terdengar halus menunjukan ia tidur dengan nyenyak sekali.

Hhh...!

Aku menelentang kan tubuh ku di samping nya. Malam dingin yang seharusnya indah, berlalu tanpa kehangatan Alya yang memang agak jual mahal saat ku butuh kan.

Ku pejam kan mata ku pelan. Berharap mata ku bisa di ajak kompromi seiring adik kecil ku yang mulai menciut karna tak bisa main dengan teman nya.

Bugh...!

Hufh...!

Dada ku terasa sesak tiba-tiba. Aku tersentak bangun, saat benda berat dan kenyal terasa menghimpit tubuh ku. Mata ku membelalak saat menemukan wajah Alya tengah menatap ku dengan pandangan redup.

"Peluk aku Richie, aku kedinginan." gumam Alya pelan sembari merebahkan kepalanya di dada ku.

Tanpa pikir panjang, aku mengikuti kemauan nya. Ku tarik selimut yang ada di ujung kaki ku dengan menjepitkan jari jempol dan jari telunjuk kaki ku. Lalu ku selimut kan ke tubuh kami berdua yang dalam posisi berhimpitan.

Ku peluk tubuh nya erat, hangat, malam yang dingin jadi cukup hangat. Walau pun aku jadi sulit tidur karna adik kecil ku kembali berulah.

.

.

.

BERSAMBUNG