Saat sedang menata hati karena pengkhianatan Harsa Mahendra -- kekasihnya dengan Citra -- adik tirinya. Dara Larasati dihadapi dengan kenyataan kalau Bunda akan menikah dengan Papa Harsa, artinya mereka akan menjadi saudara dan mengingat perselingkuhan Harsa dan Citra setiap bertemu dengan mereka. Kini, Dara harus berurusan dengan Pandu Aji, putra kedua keluarga Mahendra.
Perjuangan Dara karena bukan hanya kehidupannya yang direnggut oleh Citra, bahkan cintanya pun harus rela ia lepas. Namun, untuk yang satu ini ia tidak akan menyerah.
“Cinta tak harus kamu.” Dara Larasati
“Pernyataan itu hanya untuk Harsa. Bagiku cinta itu ya … kamu.” Pandu Aji Mahendra.
=====
Follow Ig : dtyas_dtyas
Saran : jangan menempuk bab untuk baca y 😘😘
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon dtyas, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
CTHK 33 ~ Siapa Dia?
“Nanti malam aku jemput,” ujar Pandu ketika Dara melepas seatbeltnya.
“Nggak usah, aku mau pulang ke kosan.”
“Oke, aku telpon Leo dulu. Biar ….”
“Mas.” Dara menghentikan Pandu dengan memegang tangan pria itu yang akan mengambil ponselnya. “Iya, nanti malam jemput lalu aku ikut pulang ke rumah Opa Jaya, tapi jangan masuk kamarku lagi,” ancam Dara dengan tangan menunjuk wajah Pandu.
Pria itu tersenyum sambil mengedikkan bahunya. “Pergilah, nanti terlambat. Ah iya, jangan dandan terlalu cantik,” titah Pandu. “Apalagi sengaja menarik simpati pria lain.”
“Tidak perlu dandan, aku sudah cantik.”
“Tuh tahu, makanya nggak usah macam-macam. Begini saja sudah bisa bikin aku tegang,” ungkap Pandu dan dibalas cebikan oleh Dara.
“Dasarnya aja otakmu messum.”
“Cepat keluar, keburu aku khilaf. Jangan lupa hubungi bunda kamu, bilang standarnya terlalu rendah. Aku masih sangat layak dan pantas dijadikan menantu,” tutur Pandu dan Dara hanya berekspresi mengoceh tanpa suara mengejek pria itu.
“Bye, Mas Pandu. Nggak usah kangen karena aku nggak bakal kangen.”
Brak.
“Astaga,” ucap Pandu kala Dara menutup pintu mobil dengan keras. “Seharusnya aku cium dulu, mungkin sikapnya lebih lembut.”
***
“Muka lo, kenapa?” tanya Vio. Dara yang masih mematut wajahnya di cermin kecil menjawab mengedikan bahu. “Gimana urusan lo sama Harsa dan Pandu? Gil4 ya, bisa-bisanya lo direbutkan oleh dua cowok cakep dan tajir.”
“Ralat mbak, mending dikejar Mas Pandu aja dari pada si Harsa itu.”
“Beuh, sejak kapan panggilan sayangnya berubah jadi … Mas Pandu,” ujar Vio sambil menirukan gaya lebaynya.
Dara mengabaikan Vio lalu merapikan alat make up dan menyimpan semua di loker, hanya membawa ponsel saja. Sebentar lagi jam kerjanya dimulai, hendak menuju lantai lima belas dimana meja kerjanya berada.
“Eh tunggu dulu. Jadi gimana masalah lo sama Harsa dan si ganteng yang punya hotel.”
“Udah nggak ada urusan lagi dengan Harsa, aneh juga dia belum nikah sama CItra. Padahal Citra lagi hamil. Mas Pandu ya gitu.”
“Gitu gimana?” tanya Vio.
“Hm … agresif,” jawab Dara sambil berbisik.
“Hah serius? Lo udah diapain aja?” tanya Vio tanpa sadar dan menurunkan suaranya.
“Otak kamu ya, mana ada aku di apa-apain. Cuma bibir saja yang sudah ternoda,” sahut Dara sambil menyentuh bibirnya lalu cemberut.
Vio tergelak bahkan sampai menepuk bahu Dara. “Nggak usah belaga nggak suka begitu, palingan nanti candu.”
“Sudah ah, ngobrol sama kamu ujung-ujungnya obrolan dewasa.” Dara menuju lift, sedangkan Vio langsung bergabung dengan rekan satu timnya.
Sampai di ruangan, beberapa staf lain ada yang masih di luar bergantian istirahat. Ponsel Dara bergering, nama BUnda tertera di layar. Segera Dara menuju pantry dan menjawab panggilan tersebut di sana.
“Iya Bun.”
“Dara, kamu jangan bikin malu bunda dong. Masa langsung pergi gitu aja, nggak enak sama Karyono.”
Dara menghela pelan, ternyata pihak Katro eh karyo sudah mengadu pada Bunda.
“Nggak pergi gitu aja Bunda, aku pamit kok. Malah Mas Katro nggak masalah, aku ‘kan harus kerja Bun. Jangan juga tanya aku cocok atau nggak dengan dia, sudah pasti nggak. Bunda tega banget sih kenalkan aku dengan pria yang sudah pasti nggak akan nyambung denganku.”
“Memang kenapa dengan Karyono?”
Dara menjelaskan penampilan Karyo, karena Kemala sendiri belum pernah bertemu dengan pria itu. “Ayahku saja ganteng Bun, Bapaknya Citra juga nggak malu-maluin, Papa Surya kalau dilihat gagah banget. Lah ini aku mau dijodohkan dengan modelan begitu, yang ada aku senewen tiap hari.”
“Paling tidak kamu seharusnya menghargai, jangan kasar apalagi judes dengan laki-laki. Katanya kamu datang dengan pria, siapa?”
M4mpus, aku harus jawab apa. Nanti dipikir Bunda, aku sengaja nikung Citra, batin Dara.
“Dara!”
“Eh, iya Bun.”
“Kamu datang dengan siapa?” tanya Kemala di ujung sana. “Kalau sudah ada pacar, ajak temui Bunda.”
“Bukan pacar Bun, tadi pas mau berangkat ada Mas Pandu. Dia ngajak sekalian, dipikir mau ke Hotel. Sudah menolak juga, tapi dia maksa.”
Tidak ada sahutan Kemala.
“Bunda,” panggil Dara.
“Eh, iya. Nanti lagi ya, Bunda ada urusan,” ujar Kemala mengakhiri panggilan.
Dara menghela lega lalu kembali ke meja kerjanya. Sedangkan di tempat berbeda, tepatnya di mana Kemala berada. Wanita itu sedang berpikir setelah mendengar nama Pandu. Kedatangan pria itu di butik dan nasihat juga masukan mengenai hubungan Dara dan Citra membuatnya penasaran. Ada apa sebenarnya, sampai orang baru sudah hafal sedangkan dia ibunya malah tidak tahu apa-apa. Apalagi penolakan Pandu yang harus disampaikan pada Citra, membuat kepala Kemala mendadak pusing.
Ia membuka ponselnya, lalu menghubungi seseorang.
“Halo, bisa bantu Mbak,” ujar Kemala lalu terdiam. “Selidiki Dara dan Citra, cari tahu hubungan mereka dan ada rahasia apa sampai aku tidak tahu. Secepatnya!”
Kemala meletakan ponsel dan mengusap wajahnya. tangannya membuka laci dan mengambil buku harian, membuka salah satu halaman di mana ada selembar foto. Foto dirinya, juga Dara saat masih kecil dan seorang pria -- ayah Dara.
“Aku ingin Dara bahagia Mas, semoga selama ini aku tidak salah jalan.”
***
“Lo nggak makan?”tanya Vio sedang menyantap nasi goreng yang dibeli melalui online.
“Nggak, belum lapar.” Dara meneguk air mineralnya lalu bersandar pada kursi sambil scroll media sosial.
Bersama Vio sedang berada di ruang istirahat para pegawai, ada yang sedang berbincang sambil minum kopi ada juga yang sedang makan malam seperti Vio. Seorang petugas housekeeper pria menghampiri meja di mana Dara berada, membawa paper bag dengan logo resto ternama.
“Mbak Dara, ini pesanannya.”
“Hah, pesanan apa?”
“Makan malam, tadi ada yang antar menanyakan Mbak Dara. Kebetulan tadi saya lihat Mbak ke sini makanya saya yang terima.”
“Tapi saya tidak pesan loh.”
“Kalau itu saya nggak ngerti, ini ada memonya. Ditujukan untuk Dara Larasati, asisten executive.”
Vio mengambil alih paper bag dan memastikan memo yang dibaca tadi. “IYa ini punya lo. Ya udah makasih ya,” ujar Vio lalu mengeluarkan isi dari paper bag. Box makanan dengan menu premium dan terlihat lezat dan menggoda.
“Gila, ini pasti enak banget. Dari siapa?” tanya Vio.
Di luar kemasan box ada kartu ucapan. “Selamat makan, miss you always,” ucap Dara dan Vio serempak saat membaca kartu ucapan.
“Nggak ada namanya. Ini gambar apaan?” tanya Vio karena bukan tanda tangan melainkan seperti gambar hewan.
“Hm, panda,” jawab Dara yang sudah tahu siapa pengirim makanannya.
Ponselnya bergetar, pesan masuk dari … Pandu.
[Makan yang kenyang ya, My Panda]
\=\=\=\=\=\=
Cie,,, my Panda 🐼🐼😍😍🥰🥰🥰