Tak sekedar menambatkan hati pada seseorang, kisah cinta yang bahkan mampu menitahnya menuju jannah.
Juna, harus menerima sebuah tulah karena rasa bencinya terhadap adik angkat.
Kisah benci menjadi cinta?
Suatu keadaanlah yang berhasil memutarbalikkan perasaannya.
Bissmillah cinta, tak sekedar melabuhkan hati pada seseorang, kisah benci jadi cinta yang mampu memapahnya hingga ke surga
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Andreane, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
4
Keesokan harinya kondisi Yura sudah lumayan membaik. Wanita itu dengan penuh semangat membantu sang mamah membuat sarapan.
Sesuai janji, hari ini Yura akan ke pesantren untuk menemui pria yang akan ta'aruf dengannya.
Pria tampan, seorang pengusaha, dan rajin ibadah, sangat sesuai dengan kriterianya karena tahu betul tentang agama.
Yura berharap, ta'arufnya akan berjalan lancar dan bisa lanjut ke tahap selanjutnya.
Biasanya, kalau sudah sama-sama oke, keduanya akan lenjut ke proses khitbah.
Sesingkat itu memang, tak ada kata pacaran, karena lebih cepat lebih baik. Bisa menghindari zina maupun fitnah.
"Jadi ke pesantren, Ra?" Tanya Jazil, sambil memasukkan daun bawang ke sop ayam yang tengah di masak.
"Insya Allah jadi, mah"
"Kamu yakin dengan pilihanmu?"
"Insya Allah, mah"
Jazil mengerutkan bibirnya. "Kamu tahu nggak, mamah tuh belum siap menjalani hari-hari mama tanpa kamu"
Yura tertegun, kemudian menatap Jazil.
Bagaimana dia bisa pergi dari rumah ini kalau melihat wajah Jazil saja ia menjadi tak tega.
Hatinya tiba-tiba seperti tercubit saat melihat ada titik bening yang jatuh.
Ya Tuhan, mata mamah memerah.
Yura membatin seiring dengan dadanya yang seakan kian sesak.
Ia lantas menggamit lengan Jazil, lalu menyandarkan kepala di pundak mamahnya.
"Sampai kapanpun, aku akan terus sayang sama mamah. Aku nggak akan ninggalin mama kok" Yura berusaha menguatkan.
"Mama jadi ingat pas pertama kali lihat kamu" Tangan Yura mematikan kompor, lalu mengusap lembut lengan Jazil.
"Dalam hati mama mengatakan, kalau kamu akan membuat semangat mama jadi membara, mama yakin kamulah putri mama yang selalu hadir di mimpi mama. Ya, mungkin karena saking penginnya mama punya anak cewek, jadilah mama kebawa mimpi. Dan saat melihatmu, mamah langsung jatuh cinta, kemudian meminta papa buat membawamu pulang"
"Kita duduk, mah!" Pinta Yura, lalu memapah Jazil duduk di kursi makan.
"Kamu tahu, nak?" Ucap Jazil di tengah-tengah langkahnya.
Yura menggeleng meresponnya.
"Waktu itu usia mas Angga sepuluh tahun, usia mas Rezki delapan tahun, dan mas Juna empat tahun. Saat mamah ambil kamu, usia kamu baru dua minggu. Mas Juna nggak suka mamah pulang bawa bayi, dia nggak mau punya adek, jadilah dia sering ngambek. Suka ngiri kalau mama cium-cium kamu, suka cemburu juga kalau mama gendong kamu dan panggil sayang-sayang ke kamu"
Yura tersenyum membayangkan betapa rewel dan tantrumnya Juna saat kecil.
Karena rasa irinya itulah Juna membenci Yura, pria itu suka sekali meledeknya dengan mengatainya, anak pungut, anak yatim piatu yang di adobsi oleh mamahnya, atau bahkan anak buangan. Juna menganggap kalau Yura sudah merebut orang tuanya darinya.
"Nggak terasa, sekarang kamu sudah besar, dan sudah mau menikah. Rasanya mamah ingin kembali lagi ke masa dulu" Lanjut Jazil. Pandangannya kosong, pikirannya seperti melayang jauh pada beberapa tahun silam. "Meski kamu dan Juna saling benci, tapi mamah yakin, suatu saat kalian akan membutuhkan satu sama lain, mamah yakin kalian akan saling sayang satu sama lain. Mamah harap, mamah di beri kesempatan supaya bisa melihat kalian akur. Mamah pengin kamu dan Juna duduk saling bercanda, tersenyum, bahagia"
Mata Yura berkaca-kaca, tidak pernah menyangka kalau mamah angkatnya sesayang itu pada dirinya. Sejak dua puluh dua tahun yang lalu hingga detik ini, kasih sayang Jazil dan Irfan tak pernah berubah barang sekali. Selalu menyayanginya seperti anak yang terlahir dari rahim sendiri.
"Yura!" Panggil Jazil setelah ada jeda sesaat. Sepasang matanya menatap serius wajah sang putri.
"Iya mah!" Sahut Yura membalas sorot lembut milik Jazil.
"Jangan kemana-mana!"
Mendengar permintaannya, Yura sedikit tercenung. Ia bahkan seperti kesulitan untuk menelan salivanya sendiri. Tak tahu apa yang harus dia katakan.
"Kamu boleh menikah, tapi jangan pernah tinggalin mamah, mamah nggak sanggup hidup tanpa kamu, nak"
Setitik bening akhirnya tak bisa lagi Yura bendung. Pertahanannya runtuh detik itu juga.
Padahal ada tiga jagoan serta dua menantu perempuan di rumah ini, tapi kenapa justru memberikan keputusan yang tidak bisa Yura ambil?
"Kalau bisa, mungkin mamah memilih ikut tinggal bersamamu dan suamimu"
Ya Rabb, aku sangat bersyukur memiliki orang tua seperti mamah Jazil, tapi nggak mungkin aku tetap di sini, nggak mungkin juga aku bawa mama seandainya aku keluar dari sini. Ketiga anaknya pasti tidak akan mengizinkannya.
Yura menggenggam erat tangan Jazil, lalu berkata.
"Aku nggak akan pergi jauh dari mamah, kalaupun suatu saat kita tinggal terpisah, aku akan selalu jengukin mama. Sesekali boleh juga menginap di sini"
"Ya, mama berharap juga begitu"
"Harapan mama pasti nggak akan sia-sia. Aku bisa pastikan itu"
"Terimakasih, nak"
Keduanya tersenyum sebelum kemudian berpelukan.
Hampir dua menit berlalu, pelukan mereka di interupsi oleh suara Juna yang tiba-tiba sudah ada di antara mereka.
"Kalian kenapa peluk-pelukan? Tiap hari juga ketemu. Lebay tahu"
Reflek tangan Jazil menepuk pinggang Juna.
"Kamu ini, wong meluk anak sendiri kok di bilang lebay"
"Memang dalam rangka apa peluk-peluk?"
Juna melangkah ke arah kulkas, lalu meraih botol minuman dingin.
"Kamu itu loh Jun, nikahin Yura aja nggak mau, jadinya Yura nikah sama pria lain kan"
"Mana ada kakak nikahin adek sendiri"
"Sejak kapan kamu ngakuin Yura sebagai adikmu" Cicit Jazil, melirik putranya yang sedang menenggak air.
"Sarapannya mana?" Tanya Juna, alih-alih menanggapi kalimat Jazil.
"Ish ish.. Ngeles aja"
Yura lantas bangkit, berniat menata hasil masakan ke atas meja makan.
****
"Juna, kamu mau kemana, nak?" Jazil memindai penampilan Juna yang terlihat rapi seperti hendak pergi.
"Ini mah, mau pembekalan buat pelantikan letda"
"Sampai jam berapa?"
Pria itu menatap jam di tangannya sebelum menjawab. "Kurang tahu si mah"
"Jangan lupa jemput Yura, nanti"
"Aduh nggak tahu mah, bisa atau enggak"
"Di usahain bisa dong" Kata Jazil memaksa.
"Nggak bisa nawar, mah. Ini lebih penting dari Yura"
"Terus nanti Yura pulang sama siapa?"
"Ya dia kan udah gede, bisa pulang sendiri, kan?"
"Yura masih belum pulih, nak. Masa pulang sendiri"
"Ya udahlah, nanti kalau Yuranya sudah selesai dan aku belum, aku telfon dia buat nunggu sampai aku jemput, OKAY!"
"Beneran ya, jangan lupa hubungi Yura, bilang ke dia suruh jangan pulang dulu kalau kamu belum jemput. Jangan sampai pulang sendiri, kasihan"
"Iya, mamah sayang" Juna agaknya sedikit geram.
"Pergi dulu, mah" Dia meraih tangan mamahnya untuk di kecup.
"Hati-hati"
"Okay" Sahut Juna, mengembalikan kunci motor ke tempatnya, dan menggantinya dengan kunci mobil.
Dia yang tadinya berniat menaiki kendaraan roda dua, membatalkannya karena Yura pasti tidak mau membonceng.
Bersambung
keren juna, jawabanmu gentle berani menolak dan teruslah menjadi suami yang jadi pengayom dan pengayem
sakinah mawaddah warrohmah
semoga episode selanjutnya kak author kasih yura hamil kembar
lanjut kak
menawarkan tp utk menyakiti manusia lainnya
fix dia ini udah masuk snewen hahah