aku sangat terkejut saat terbangun dari tidurku, semuanya tampak asing. Ruangan yang besar, kasur yang sangat luas serta perabotan yang mewah terlihat tampak nyata.
aku mengira semua ini adalah mimpi yang selalu aku bayangkan sehingga aku pun tertawa dengan khayalanku yang semakin gila sampai bermimpi sangat indah.
namun setelah beberapa saat aku merasa aneh karena semua itu benar-benar tampak nyata.
aku pun bergegas bangun dari kasur yang luas itu.
"kyaa!!" teriakku sangat kencang saat aku menatap cermin yang besar di kamar itu.
wajah yang tampak asing namun bukan diriku tapi aku sadar bahwa itu adalah aku.
semuanya sangat membingungkan.
aku pun mencubit pipiku dan terasa sakit sehingga aku tahu itu bukanlah mimpi.
"wajah siapa ini? bukankah ini sangat cantik seperti putri kerajaan" gumamku merasa kagum.
apakah semua ini benar nyata atau memang hanya sebuah mimpi indah?
🌸🌸🌸
nantikan kisah selanjutnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Leticia Arawinda, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 31
Malam yang terasa dingin kini berubah menjadi memanas saat kami saling berbagi kehangatan tubuh. Ivander larut dalam hasrat yang menggebu namun bercampur rasa kepemilikan yang membuatnya bersikap lebih memburu dan merengkuhku dengan erat dan gerakan tubuh yang sedikit kasar namun tetap terasa nikmat saat kami merasakan pelepasan bersama, puncak kenikmatan yang berbeda dari sebelumnya.
Tubuh yang tegang berubah menjadi lemas bersamaan dengan nafas yang terengah-engah. Sentuhan kulit yang bergesekan, keringat yang membahasi wajahnya terlihat sangat menggoda. Wajahnya yang puas setelah kebutuhannya terpenuhi kini bersandar di atas dadaku. Tubuhnya masih bergetar setelah pelepasan. Nafasnya menjadi lebih teratur saat tubuhnya menjadi rileks. Ivander terlihat sangat lelah hingga ia pun tertidur setelah kami selesai melakukannya.
Aku pun tidak ingin menanyakan banyak hal dan membiarkannya tetap terlelap di atas tubuhku. Tubuhnya yang besar membuatku sulit untuk bergerak. Tanganku mencoba menggeser tubuhnya namun tak bisa bergerak sedikit pun. Dia merespon sentuhanku dengan tawa kecil dari bibirnya seolah merasa geli saat aku menyentuhnya.
Aku pun menyentuhnya kembali hingga ia merasa tergelitik dan menggeser tubuhnya. “Haah..” nafasku menjadi lega setelah Ivander kini sudah beralih posisi di sampingku. Jika sebelumnya aku merasakan tubuhku kebas karena berat tubuhnya kini terasa sangat ringan tanpa beban apapun di atas tubuhku.
Setelah memastikan Ivander tidur lelap di sampingku. Aku menutupi tubuhnya dengan selimut dan hendak beranjak dari ranjang untuk membersihkan tubuh bagian bawahku yang terasa tidak nyaman.
Sret!..
Aku menggeser tubuhku ke samping untuk turun dari kasur secara perlahan agar Ivander tidak terbangun oleh gerakan tubuhku. Aku memperhatikannya sebelum mengalihkan pandanganku.
Grep!..
Tangannya melingkar ke perutku. “Mmph..” Ivander menarik ku dan membuatku berbaring kembali di sampingnya.
Bahkan saat tidurnya yang terlihat sudah lelap, dia masih bersikap posesif dan tak ingin aku pergi meski hanya sebentar. Akhirnya aku tidak bisa pergi dan berbaring dalam pelukannya dengan ketidaknyamanan di bagian bawahku yang basah.
Keesokan harinya.
Saat aku membuka mata dan melihat di sampingku kosong, aku pun tertawa. “Haha.. konyol. Ternyata semua itu mimpi” pikirku.
Ivander tidak ada di sampingku sehingga aku tidak percaya bahwa dia yang semalam benar adanya. Semua yang kurasakan semalam hanya mimpi yang indah yang sangat aku harapkan. “Haa..” tangisku pecah. Rasanya seperti semakin rapuh saat aku memberikan hatiku padanya. Aku yang dulunya tidak seperti ini namun dengan mudahnya aku menangis hanya dengan mengingat dirinya yang tak berada di sampingku.
Aku bahkan merasa semakin aneh dengan khayalanku karena saat aku melihat tubuhku tidak mengenakan pakaian dan semua terasa nyata.
Ceklek!..
Pintu kamar mandi terbuka dan pandanganku langsung tertuju ke pintu. Tangan yang sebelumnya menutupi wajahku yang sedih dan menangis kini terbuka lebar.
“Istriku, kamu sudah bangun?” katanya dengan senyum hangat dari wajahnya. “Suamiku?”panggilku masih tidak percaya dan terbelalak. Aku bahkan tidak menyadari saat duduk, selimut yang menutupi tubuhku berada di bawahku sehingga tubuh bagian atasku terlihat olehnya.
“Pfft..” Ivander menahan tawanya melihat ke arah dadaku.
“Kyaa…” teriakku tanpa bersuara dalam hatiku saat aku menatap ke bawah mengikuti arah pandangannya. Aku langsung menarik selimut dan menutup tubuhku. Ivander tersenyum melihat tingkahku dan mendekat.
Ternyata semua ini bukan mimpi dan Ivander memang ada di sampingku sebelumnya. Dia terlihat cerah dan tersenyum hangat kepadaku. “Sayang, kamu kenapa?” ucapnya merasa cemas melihat mataku yang sembab. Dia menyentuh sudut mataku dengan jarinya.
Aku menahan tangannya kemudian menariknya.
Grep!..
Aku memeluknya dengan erat. “Sayang, aku bukan sedang mimpi, kan?” tanyaku dalam pelukannya.
“Hmm.. istriku, apa yang kamu pikirkan? Apa kamu berfikir tentang malam panjang yang kita lewati hanya mimpi?” jawabnya sambil mengeratkan pelukannya. “Aku takut! Aku takut semua hal yang menyenangkan itu hanyalah mimpi. Aku takut kamu pergi” kataku dengan tangan yang gemetar.
“Istriku sayang.. aku tidak akan pergi. Jika aku tahu bahwa kamu memiliki ketakutan seperti ini, aku tidak akan melakukan kesalahan seperti kemarin dimana aku tidak memberikan kabar apapun. Maafkan aku sayang” katanya dengan penuh penyesalan. “Eum..” aku tidak bisa berbicara apa-apa dan hanya mengangguk.
“Dia yang hanya melakukan kesalahan sebatas tidak memberikan kabar saja sampai seperti ini, lalu bagaimana denganku yang sudah membuatnya merasakan kekecewaan?aku tidak menyangka ada orang seperti dia yang hanya memikirkan orang yang di cintainya terlebih dulu. "Ivander, aku semakin merasa bersalah jika suatu saat kamu tahu siapa diriku yang sebenarnya” dalam benakku.
Ivander membantuku dengan mengangkat tubuhku dan menggendongnya ke kamar mandi dan membantuku untuk mandi namun dia masih tetap berusaha menggodaku hingga kami pun melakukannya lagi dan lagi sampai waktu pagi menjadi siang barulah dia berhenti.
Tubuhku sudah tidak mampu melakukannya lagi namun Ivander terlihat biasa saja dan justru terlihat lebih bersemangat dan terlihat raut puas di wajahnya.
Dia tersenyum kepadaku dan mengucapkan banyak hal dengan kata maaf yang berulang karena maaf yang ku dengar darinya bukanlah maaf yang sebenarnya. Dia tetap melakukannya meski sudah mengerti bahwa tubuhku tidak bisa melakukannya lebih dari itu.
Ivander tetap merawat ku dan membuatku nyaman meski sudah bersikap berlebihan menyentuhku. Setiap jengkal tubuhku penuh dengan tanda merah dan tanda gigitan yang ia tinggalkan. Tubuhku terasa pegal dan perih. Aku merasa malu jika nanti Rose atau pelayan lain melihat tanda yang begitu banyak di tubuhku saat membantuku mandi.
Aku terdiam sejenak saat berada di depannya dan bersandar ke dadanya di dalam bak mandi. Dia menyentuhku dengan perlahan. “Suamiku, tolong kita hanya mandi kali ini, ya?” pintaku. Dia tersenyum dan mencium bibirku. “Cup” Ivander menatapku dengan tatapan yang hangat. “Iya istriku, kita hanya mandi” jawabnya singkat.
Aku tidak percaya dengan jawaban yang terkesan benar namun mengandung arti di baliknya. Kami sudah melakukannya beberapa kali di pagi hingga siang hari. Di setiap sudut ruangan kamar dan beberapa kali di ranjang. Semua hal dia coba dalam berbagai posisi namun ia masih tampak bersemangat dan tak kenal lelah.
Aku takut Ivander melakukannya untuk melampiaskan emosinya dan ingin menandai ku bahwa aku adalah miliknya. Namun jika mengesampingkan pikiran negatif, meski dia tidak dalam kondisi yang marah pun dia memang hebat dan kuat dalam hal ini sehingga aku tidak perlu memikirkan hal yang tidak perlu. Aku meyakinkan diriku dan terus berfikir positif terhadap dirinya yang tak mungkin menjadikanku hanya objek baginya.
Siang itu kami pun makan siang bersama dan semua orang yang berada di mansion merasa lega melihat kami sudah bersama kembali.
Jika sebelumnya mereka merasa khawatir melihatku tidak makan sama sekali dan mencari kabar Ivander sekarang mereka ikut merasa senang melihatku sudah bersemangat kembali dan yang menjadi pusat perhatian dari mereka adalah tanda merah yang terlihat di leherku yang tidak bisa di tutupi meski sudah memakai pakaian dengan kerah yang tinggi.
Aku merasa malu saat mereka berbisik senang dan Ivander pun tertawa kecil saat melihatku merasa malu dan canggung.
Aku menatapnya dan dia berhenti tertawa namun menahannya dengan kuat hingga akhirnya sulit untuk di bendung lagi dan kami pun tertawa bersama.