Nai, seorang wanita yang menjadi janda diusia yang masih muda dan memiliki dua orang anak yang berusia enam tahun dan tiga tahun.
Suami tercinta meninggalkannya demi wanita lain. Tudingan dan hinaan dari para tetangga acap kali ia dengar karena kemiskinan yang ia alami.
Akankah Naii dapat bangkit dari segala keterpurukannya?
Ikuti kisah selanjutnya...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Siti H, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Dilema
Naii menahan sekuatnya, agar bulir bening itu tak meluncur deras. Meskipun sang ibu tak dapat melihat tangisannya, tetapi isakannya pasti akan terdengar.
"Maafin, Naii, Bu. Maafin atas semua yang Naii lakukan pada ibu. Andai saja Naii mendengarkan nasehatmu, maka ini semua tidak akan...," Naii menggantung ucapannya, ia tak ingin menambah beban sang ibu.
"Ibu sudah memaafkanmu, ibu sudah memaafkanmu sedari dulu, pulanglah," ucap wanita itu dengan tulus.
Akhirnya pertahanan itu runtuh juga. Ia menumpahkan segala kerinduannya. Ia tak pernah lagi menghubungi ibunya, sebab ponselnya sudah terjual sejak lama, sehingga ia tak dapat lagi menghubungi orangtuanya.
Tetapi dilain sisi, ia sangat malu untuk menceritakan semuanya, sebab pilihannya adalah salah. Kala itu ia akan dijodohkan dengan seseorang yang menjadi pilihan orangtuanya, tetapi masa itu, Hardi menjadi orang yang ia pilih dari hati, meskipun salah pada akhirnya.
"Insya Allah nanti Naii pulang, Bu. Jiak Ahnaf liburan sekolah," jawab Naii lirih. Ia menahan sesak didadanya.
"Lho, cucu ibu sudah sekolah, ya? Masya Allah, karena lamanya tidak pernah bertemu, tahu-tahu sudah besar saja cucuku," jawab wanita itu dengan isakan yang tersedu.
"Maafin Naii yang tidak pernah menghubungi ibu," Naii merasa semakin merasa bersalah dengan sikapnya yang menjauhi sang ibu.
"Sudahlah, lupakan saja masa lalu. sekarang cucuku sekolah dimana?" tanya Sarinah dengan nada bersemangat.
Naii menghapus air matanya."Ia sedang mondok, Bu," jawab Naii, "Ia yang meminta untuk menjadi hafiz,"
"Masya Allah, cucuku. Anak sholeh, semoga tercapai cita-citanya," Sarinah tak henti-hentinya merasa takjub kepada sang cucu. Namun ia tidak tahu bagaiamana perjuangan Naii yang sangat berat untuk mewujudkan itu semua. Biarlah semua itu hanya ia yang tau apa yang sedang ia alami saat ini.
Sesaat mata Naii melihat jam didinding yang memperlihatkan pukul 11 siang, yang artinya ia harus menyelesaikan pesanannya untuk pelanggannya.
"Bu, nanti kita sambung lagi, ya. Naii ada pesanan yang harus diselesaikan," ucap Naii dengan rasa terpaksa.
"Oh, iya. Kabari ibu jika sudah senggang," jawab Sarinah, lalu mengucapkan salam dan mengakhiri panggilan telefonnya, bahkan ia tak sempat menanyakan Hardi yang sedari tadi tidak ada menyapanya.
Rasa bahagia membuat Naii dengan cepat hampir menyelesaikan pekerjaannya. Aliyah baru saja terbangun. Akhir-akhir ini ia lebih sering bangun siang dan akan pergi mandi sendiri dan berpakaian juga sendiri. Ia sudah mulai terbiasa melakukannya semua dengan tanpa mengandalkan ibunya, sebab sang ibu sudah terlalu sibuk untuk mencari nafkah, bahkan tubuhnya kia kurus saja.
"Bu, mam," ucapnya dengan lirih.
Naii merasa senang, akhirnya Aliyah sudah mulai melupakan peristiwa waktu itu dan kini sudah mau berbicara.
Dengan cepat Naii mengambilkan sarapan berupa sepiring nasi putih dengan sepotong ayam goreng sisa dari pesanan.
"Makan sendiri ya, Nak. Ibu masih harus selesaikan sedikit lagi," Naii mencoba memberi pengertian kepada puteri kecilnya, dan dijawab anggukan kepalanya.
"Anak pintar" puji Naii dengan senyum sumringah yang membuat bocah itu ikut tersenyum.
Naii kembali melanjutkan pekerjaannya dan harus selesai sebelum adzan Dzuhur tiba, sebab akan dijemput oleh yang punya pesanan, karena acara dimulai pada jam dua siang.
****
Naii ingin menutup kiosnya setelah pesanannya dijemput. Tetapi ia melihat seseorang berjalan ke arahnya dengan tergesa-gesa.
Wanita itu menggunakan hijab dengan cadar dan juga kacamata hitam. Hampir seluruh tubuhnya tidak dapat terlihat dan ia berjalan dengan cepqt.
"Mbak, tunggu dulu, jangan tutup kiosnya." terdengar wanita itu menghalanginya.
Naii membuka kembali pintu kiosnya sedikit saja, sebab ia sudah sangat lelah dan ingin beristirahat segera meskipun hanya sejenak saja.
"Iya, ada apa ya, Mbak,"tanya Naii dengan berusaha ramah.
"Saya mau pesan kue untuk 100 porsi,mbak. Besok jam 10 pagi saya je.put, ini nomor ponsel saya, dan uangnya sekalian esok saat penjemputan," ucap wanita itu meyakinkan.
Naii meraih secarik kertas yang ditinggalkan oleh wanita tersebut dan berusaha mengiyakannya.
Wanita itu berpamitan dan bergegas pergi, semuat terlihat terburu-buru. Naii seolah mengingat suara tersebut, tetapi siapa, ia tak dapat mengingatnya. Kemudian ia menutup pintu kios dan akan beristirahat sejenak, sebelum sore nanti berbelanja bahan untuk pesanannya.
Aliyah tampak bermain boneka kesayangannya yang ia dapat saat ikut memulung waktu itu. Meskipun Naii sudah membelikan boneka yang baru, tetapi bocah itu lebih memilih boneka lamanya yang terlihat sudah sangat usang.
Naii mengunci pintu untuk menjaga keselamatan puterinya agar tidak keluyuran ke jalan raya saat ia sedang tertidur, dan membiarkannya untuk bermain didalam kios saja.
Naii tak lagi dapat menahan kantuknya, sebab ia bangun sejak pukul dua malam karena menyelesaikan dua pesanan sekaligus.
*****
Dreeet... Dreeet...
Suara getar panggilan masuk dari nomor wanita yang memesan semalam. "Assalammualaikum, " ucap Naii dengan cepat.
"Bagaimana pesanannya, apakah sudah dikerjakan?" tanya wanita itu tanpa menjawab salam dari Naii.
"Sebentar lagi siap, Mbak. sekitar satu jam lagi jemputnya, ya," sahut Naii meyakinkan, sembari menatap pergerakan jarum jam didinding.
"Oke, jangan sampai tidak selesai," jawab wanita itu menegaskan, dan Naii mendengar suara tawa seseorang sebelum wanita itu menutup panggilannya.
Naii mencoba berfikir postif, dan menganggap jika tawa itu adalah anggota keluarga yang kemungkinan sedang berada diruangan yang sama.
Naii dengan cepat berusaha menyelesaikan pekerjaannya.
sepuluh menit kemudian, wanita itu kembali menghubungi dan menanyakan apakah Naii sudah menyelesaikan pesanannya.
Tepat satu jam yang dijanjikannya, pesanan telah selesai. Ia berusaha menghubungi nomor tersebut, berdering, tetapi tidak diangkat.
Naii mencoba menarik nafasnya dengan berat, dan bersabar, mungkin saja wanita itu sedang sibuk.
Sudah 15 menit berlalu. Tetapi wanita itu tidak lagi menghubunginya. Naii mencoba menghubungi ulang, tersambung, tetapi panggilan ditolak.
Naii merasa sesuatu yang tidak enak. Ia merapatkan bibirnya. Masih mencoba berfikir positif.
Sesaat masuk sebuah pesan chat. "Mbak, maaf, pesanannnya dibatalkan, sebab mertua saya sudah membawa banyak makanan, maaf, ya, Mbak," Naii membaca pesan teks tersebut dengan tatapan yang sendu.
Deeeeegh...
Rasa sesak seolah memenuhi rongga dadanya. Bagaimana mungkin pesanan dibatalkan begitu saja dan seenaknya setelah berulang kali menelepon dan mendesaknya untuk menyelesaikan pesanan tersebut.
Naii mencoba menghubungi nomor tersebut, tetapi nomornya sudah diblokir dengan cepat. Naii tersenyum getir, mencoba menahan bulir bening yang yang hampir jatuh.
Ditempat lain, dua wanita saling tertawa cekikikan karena merasa puas berhasil mengerjai Naii.
"Rasain tuh si janda. Biar tau rasa dia. Emang enak dikerjain!" umpat wanita berkulit hitam dengan ujung mata sipit laksana sedang mengantuk.
"Bisa dibayangin dia pasti mewek sambil guling-guling karena pesanannya gagal, hahahaha," wanita satunya menimpali.
Cukup puas bagi keduanya untuk mengerjai Naii saat ini.
Naii menghapus bulir kristal yang jatuh disudut pipinya. Ia menggulir layar ponselnya, memotret pesanan dalam cup mika transparan yang sudah siap untuk antar.
"PHP seseorang. Jual modal saja. Beli satu gratis satu," tulis caption Naii pada postingannya. Ia berniat menyedekahkan setengah pesanan yang dibatalkan dengan menjual satu gratis satu, lalu menyertakan harga dan juga alamatnya.
Tanpa menunggu lama, banyak komentar yang memesan dan ledes dalam hitungan satu jam saja.
Dua wanita yang melihat unggahan tersebut tercengang dan menggerutu kesal.