Saat sedang menata hati karena pengkhianatan Harsa Mahendra -- kekasihnya dengan Citra -- adik tirinya. Dara Larasati dihadapi dengan kenyataan kalau Bunda akan menikah dengan Papa Harsa, artinya mereka akan menjadi saudara dan mengingat perselingkuhan Harsa dan Citra setiap bertemu dengan mereka. Kini, Dara harus berurusan dengan Pandu Aji, putra kedua keluarga Mahendra.
Perjuangan Dara karena bukan hanya kehidupannya yang direnggut oleh Citra, bahkan cintanya pun harus rela ia lepas. Namun, untuk yang satu ini ia tidak akan menyerah.
“Cinta tak harus kamu.” Dara Larasati
“Pernyataan itu hanya untuk Harsa. Bagiku cinta itu ya … kamu.” Pandu Aji Mahendra.
=====
Follow Ig : dtyas_dtyas
Saran : jangan menempuk bab untuk baca y 😘😘
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon dtyas, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
CTHK 30 ~ Menyelinap (Lagi)
“Aaaa. Dara, lepaskan tanganmu bod0h.”
Tangan Dara masih menjambak rambut Citra, duel kedua perempuan itu terlihat semakin menarik. Pandu hanya tersenyum melihat keduanya, sedangkan pria yang menunggunya tadi mengajukan diri untuk melerai perseteruan tersebut.
“Biarkan saja, Dara pasti menang. Aku sudah pernah menjadi korbannya,” ujar Pandu.
“Ada apa ini?” tanya Harsa ikut bergabung dan terkejut melihat dua wanita yang pernah terlibat dalam kehidupannya sedang berduel. “Hentikan!” teriak Harsa.
Kali ini bukan hanya saling jambak, baik Dara dan Citra sudah saling memukul dan mencakar. Pandu pun melerai keduanya, khawatir terjadi hal yang tidak diinginkan. Beberapa asisten rumah tangga menghampiri karena keributan yang terjadi.
“Jangan diam saja, ambil wanitamu,” teriak Pandu yang berada di tengah Dara dan Citra. Kedua wanita itu masih saling tarik menarik.
Pandu meraih tubuh Dara dan memeluknya. Harsa mendekat dan menarik tangan Citra sambil menatap tidak suka karena Dara berada dalam pelukan pria lain.
“Lepaskan, aku harus beri dia pelajaran. Sudah cukup selama ini aku diam.” Ternyata kekuatan Dara cukup kuat, bahkan Pandu sambil memeluk dari belakang dan membawa gadis itu menjauh. “Lepas!” teriak Dara.
Citra hendak menyusul Dara, tapi ditahan oleh Harsa.
“Bubar, kalian pikir ini tontonan.”
“Kenapa pisahkan kami, seharusnya kamu bela Dara dan Pandu membelaku,” cetus Citra dengan raut wajah marah.
Harsa menghela nafas lalu menatap penampilan Citra. Rambut yang berantakan macam singa, ada luka di pipi dan dahi seperti luka cakar. Juga ujung bibir yang lebam. Ternyata Dara boleh juga, dibalik sikapnya yang cuek dan sabar bisa segarang itu ketika berkelahi.
“Kamu pikir Pandu tertarik denganmu yang begini.” CItra pun meraba rambutnya yang berantakan lalu menjerit kesal, menuju kamarnya.
Sedangkan di tempat lain, tepatnya di ruang fitnes dimana Pandu sering menghabiskan waktu. Dara menunggu Pandu yang mengambil kotak obat. Gadis itu duduk di sofa single, dengan raut wajah datar. Kedua matanya terlihat mengembun. Ia kesal bukan karena kalah atau sakit, tapi membayangkan entah esok atau kapan Bundanya akan membahas masalah keributan ini. Berharap tidak akan berpengaruh pada hubungan Surya dan Kemala.
Dara terkejut ketika tangan Pandu menyentuh pipinya, mengusap air mata. Sempat mengalihkan wajah menghindar dari sentuhan Pandu.
“Aku pikir kamu tidak tahu cara menangis. Kesan pertama ketika kita bertemu, kamu gadis bar-bar. Bahkan mulutnya tidak sungkan untuk mengeluarkan pendapat juga tidak ada rasa takut bertemu orang yang memiliki kuasa.” Pandu bicara sambil berjongkok di hadapan Dara mengoleskan salep pada luka di lengan gadis itu. Luka cakar yang cukup panjang, karena kuku-kuku tangan Citra.
“Auw, perih.”
“Tahan sebentar,” ujar Pandu lalu berdiri dan agak membungkuk mengoleskan salep di dagu Dara dan lebam di pipi.
“Apa Opa Jaya akan usir Bunda karena masalah ini?” Dara bertanya karena khawatir dengan Kemala, bukan karena dia tidak bisa lagi menikmati kenyamanan tinggal di rumah itu. bahkan jauh dari nyaman karena ada Harsa.
“Tidak akan. Mungkin Opa tidak akan tahu. Papamu dan Harsa bukan orang yang senang mempermasalahkan hal kecil begini. Kecuali ada yang melaporkan dan membesar-besarkan masalah.”
Dara hanya bisa menghela pelan. Meskipun khawatir, tapi tidak sedikitpun dia menyesal sudah berduel dengan Citra. Berharap tidak dipisahkan, agar bisa memberi pelajaran lebih pada perempuan itu.
“Sana ke kamarmu, lalu istirahat. Aku masih ada urusan.” Dara beranjak dari sofa, Pandu merapikan kotak obat.
“Hm, pria tadi siapa? Lumayan ganteng, boleh minta ….”
“Mau kucium lagi,” ancam Pandu memotong ucapan Dara yang tergelak lalu berlari keluar dari ruangan tersebut. “Lihat saja nanti, aku datangi kamarnya.”
***
Pria yang dimaksud Dara adalah salah satu orang kepercayaan Pandu. Sengaja diminta datang karena ada tugas khusus.
“Awasi dia dan pastikan keamanannya,” titah Pandu. “aku sudah kirimkan jadwal kerjanya, tapi sewaktu-waktu bisa berubah. Juga alamat rumah kost tempatnya tinggal selain di sini.”
“Apa ada orang yang harus dicurigai, agar bisa kami antisipasi.”
“Ada, keponakanku,” jawab Pandu.
“Tapi, Nona Dara juga keponakan anda.”
“Dara bukan anak kandung Surya, mana bisa disebut keponakanku. Sudahlah, kerjakan saja. Awasi juga Harsa dan CItra.” Entah mengapa, Pandu merasa Dara dalam bahaya. Semoga saja hanya perasaannya yang tidak ingin gadis itu terluka.
“Baik, akan kami laporkan setiap perkembangan yang ada.”
“Hm.”
Hendak kembali ke kamarnya, Pandu melihat bibi keluar dari ruang kerja Jaya. Terdengar percakapan dari dalam, karena pintu yang tidak tertutup rapat. Ada suara Kemala, bisa dipastikan di dalam juga ada Dara dan CItra.
“Bunda bilang kalian harus akur, kenapa malah begini. Opa masih di rumah sakit, kalau dia dengar kalian berulah lalu gimana?”
“Dia yang mulai. Lihat saja wajahku,” ujar Citra menunjuk Dara.
Dara menatap Bundanya menunggu respon dari wanita itu. Sebagai wanita yang melahirkan dan membesarkan Dara, Kemala percaya bukan begitu masalahnya. Namun, ia harus netral bisa jadi kedua putrinya memang salah.
“Menurut Bunda, apa CItra benar lalu aku salah?” tanya Dara.
“Bunda tidak cari yang benar dan salah, tapi ingin kalian akur dan rukun. Sebenarnya kenapa kalian begini.”
“Citra yang lebih paham, bicaralah!” titah Dara.
“Bicara apa, aku hanya ingatkan kamu karena dekat dengan Mas Pandu. Di mana salahnya, kamu malah mendekat dan bicara macam-macam lalu menjambak rambutku.”
Dara tersenyum sinis mendengar CItra memutar balikan fakta.
“Kamu dekat dengan Pandu?” tanya Kemala memastikan.
“Aku bekerja di hotel milik keluarganya, bagaimana bisa aku tidak dekat. Sudahlah Bun, aku malas bahas ini. Percuma,” ungkap Dara.
“Bunda tidak ingin dengar lagi kalian seperti ini, bikin malu. Bagaimana bunda harus menjelaskan pada Mas Surya.”
“Bilang aja tadi lagi khilaf,” sahut Dara.
Tidak lama pembicaraan itu berakhir, Dara lebih dulu keluar dari ruangan menuju kamarnya. Sempat membersihkan diri dan berganti piyama lalu berbaring di ranjangnya. Bukan hanya lelah fisik, tapi juga psikisnya membuat Dara akhirnya cepat terlelap.
Entah berapa lama dia tertidur, merasakan ada pergerakan di sampingnya termasuk selimut yang tertarik. Mulutnya bergumam, lalu merasakan usapan di kepala dan wajahnya. Khawatir ada orang yang masuk ke dalam kamarnya, apalagi kalau orang itu Harsa segera ia mengerjap cepat dan ….
“Mas Pandu!”
\=\=\=
Panda Panda Panda 🐼🥰🥰🥰
Atun mo dikemanain, mas?
Gak salah????