Karya ini murni karangan author sendiri ya guys 😘 maaf bila ada kesamaan nama tokoh, atau banyak typo 🙏
Karya ini lanjutan dari novel "Ku Penuhi Janjiku"
Kisah percintaan Bara dan Gala yang cukup rumit, rasa enggan mengenal yang namanya 'CINTA' membuat Bara memutuskan untuk menyendiri dan fokus bekerja.
akankah Bara menemukan cinta yang bisa menggetarkan hatinya?
Apakah Gala dapat menemukan kembali belahan jiwanya yang mampu menyembuhkan lukanya?
Yuk, simak terus ceritanya sampai habis ya😘
HAPPY READING 🥰
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Reni mardiana, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Tidur berdua
Bara menginap di rumah Hamzah, dia masih ingin menemani kekasihnya. Selesai makan malam, Bara mengambil beberapa butir obat yang harus di minum oleh Alea, ia memberikan obat itu kepada Alea yang langsung di minum saat itu juga.
"Sekarang tidur, besok gak boleh ke sekolah dulu." Ucap Bara.
"Lah kenapa? Besok kan ada ulangan kak." Protes Alea.
"Tunggu sampai kamu sembuh, kakak gak ngizinin kamu pergi ke sekolah dengan kondisi sepergi ini. Lain kali, jangan pernah melakukan apapun yang bisa mengotori tanganmu sendiri, kakak tahu kamu sedih dan terpukul perihal kebenaran mengenai mama Sandra. Tetapi, kakak gak mau kamu mengotori tanganmu dan melukai dirimu sendiri, mereka gak akan peduli seberapa hancurnya mentalmu dan seberapa menderitanya kalian berdua selama mama pergi. Kamu sekarang adalah tanggung jawab kakak, kakak akan mengurus semuanya tanpa terkecuali. Ingat! Jangan pernah melewatkan sarapan maupun makan siang, sore dan malam, kakak gak mau denger kamu sakit lagi, mengerti?!" Tegas Bara.
"Tapi, ayah bilang maaf dan menyesal." Cicit Alea. Dia berbicara tanpa menatap wajah Bara, dari nada bicaranya saja sudah membuat Alea ketakutan apalagi menatapnya.
Bara menghela nafasnya panjang, ia lupa kalau dirinya sedang berbicara dengan gadis yang masih plos dan bisa di bilang masih labil. Alea memainkan ujung bajunya dengan kepala menunduk, Bara menarik Alea ke dalam pelukannya dan mengusap rambutnya dengan lembut.
"Maaf, kakak gak bermaksud bikin kamu takut. Kakak hanya ingin yang terbaik untukmu sayang, dokter mengatakan kalau kamu memiliki gangguan dengan mentalmu. Kamu sendiri kan yang menolak saran dokter untuk konsultasi ke psikiater, malah bilang psikiater hanya untuk orang gila. Kakak gak mau maksa kamu kalau kamu gak mau, tapi kamu juga harus denger apa kata kakak mau pun bang Hamzah ya, kita hanya mau yang terbaik untukmu. Ayahmu memang meminta maaf padamu, tapi itu semua tidak membuat rasa takutmu hilang. Jika dia memang tulus meminta maaf, harusnya dia lebih memilih kalian berdua di bandingkan terus bersama wanita itu. Apa dia pernah mengunjungi atau pun memberikan nafkah untuk kalian sebagai anak kandungnya? Tidak bukan? Hamzah memang melarangnya untuk bertemu denganmu maupun dengannya, tetapi sebagai ayah dia bertanggung jawab atas kehidupan dan juga kebutuhan kalian. Dia bisa bersenang-senang dan juga makan enak, sedangkan kalian hidup pas-pasan bahkan untuk makan pun kalian kesusahan." Jelas Bara. Saat dokter menyarankan Alea agar di bawa ke psikiater, dengan tegas Alea menolaknya.
Mata Alea berkaca-kaca mendengar ucapan Bara, sesayang itu Bara padanya sampai memperhatikan kesehatannya. Jika Tuhan mau mengabulkan doanya, ia tidak mau di pisahkan dari pria setulus dan sebaik Bara.
"Maafin Alea kak." Ucap Alea.
"Sstt, gak perlu minta maaf sayang. Sekarang kamu tidur ya, biar cepet sembuh." Ucap Bara.
"Tapi, aku mau kakak disini sampai aku tidur." Rengek Alea.
"Siap sayang." Ucap Bara tersenyum.
Bara mengatur posisi bantal agar Alea bisa tidur dengan nyaman, ia tak melepaskan genggaman tangannya dari Alea. Tangan satunya ia gunakan untuk mengelus rambut panjang Alea, tak lupa ia juga menyanyikan lagu romantis dengan suara merdunya.
Mata Alea mulai berat, perlahan ia menutup kedua matanya dan dengkuran halus pun mulai terdengar oleh Bara. Bara menyandarkan kepalanya di kepala ranjang, beberapa kali ia menguap sampai matanya berair, beberapa hari terakhir Bara memang kurang tidur karena banyaknya pekerjaan. Tak terasa ia pun terlelap dengan posisi bersandar di kepala ranjang.
Kreekk..
Hamzah masuk ke dalam kamar Alea, ia melihat pemandangan yang membuatnya iri. Tetapi tak apa, ia bahagia melihat kasih sayang Bara yang terlihat begitu besar untuk Alea.
"Kamu beruntung dek, di cintai dengan begitu besarnya oleh Bara. Semoga saja Bara bisa membahagiakan mu, mama pasti bahagia liat kamu dari atas." Gumam Hamzah.
*
*
Keesokan harinya.
Di pagi buta, Hamzah sudah memasak sarapan untuk adiknya dan juga Bara. Ia menata semua hasil masakannya diatas meja makan, setelah selesai ia menyambar handuknya masuk ke kamar mandi.
"Beres, tinggal mandi terus bangunin couple bucin." Gumam Hamzah.
Kriiingggg..
Alea membuka matanya saat mendengar alarm ponselnya berdering, saat hendak bangun Alea merasakan ada yang mendekapnya dari belakang. Dengan cepat Alea membalikkan tubuhnya, pergerakannya membuat Bara terusik namun enggan membuka matanya.
"Bun, lima menit lagi." Ucap Bara dengan suara seraknya.
Bara mengira kalau dirinya sedang berada di kamarnya, biasanya di pagi hari Renata yang membangunkannya, namun berbeda dengan sekarang. Alea menggoyangkan bahu Bara dengan pelan, ia merasakan sesak karena Bara kembali merekatkan pelukannya saat ia berusaha membangunkannya.
"Kak, lepasin. Al gak bisa nafas ini." Ucap Alea berusaha mendorong tubuh Bara.
Bara mengangkat kepalanya, ia mengerjap-ngerjapkan matanya saat mendengar suara Alea. Begitu matanya terbuka sempurna, ia langsung menarik tangannya terkejut karena ia berada di atas kasur yang sama dengan kekasihnya.
"Hah? Kenapa kamu ada di sini sayang?" Tanya Bara kaget.
"Lah, harusnya Al yang nanya gitu sama kakak." Jawab Alea.
"Ya Allah sayang, kakak ketiduran disini. Maaf ya, kakak gak bermaksud buat tidur bareng kamu. Tapi kakak gak apa-apain kamu kan?" Ucap Bara.
"Enggak kak, kakak cuman tidur sambil meluk Al aja." Jawab Alea jujur.
Bara menghela nafasnya lega seraya mengelus dadanya, dia lelaki yang normal wajar saja kalau dirinya takut melakukan hal yang di luar batas.
"Mandinya pake air hangat dulu ya." Ucap Bara.
"Siap." Seru Alea memberikan tanda hormat pada Bara.
Bara mengusap pucuk kepala Alea, kemudian ia keluar dari kamar Alea menyiapkan air hangat untuk kekasihnya itu. Hamzah hendak membangunkan Bara, tetapi sudah keluar terlebih dahulu.
Ketiganya kini sudah berada di meja makan, Alea penasaran kenapa Bara dan kakaknya bisa sampai di Bandung, padahal kemarin Bara memberikan pesan bahwa kemungkinan ia akan lembur di kantornya. Hamzah menceritakan bagaimana ia dan Bara bisa sampai di kotanya, saat mendengar cerita Hamzah membuat Alea khawatir pada ketiga temannya. Alea kekeh ingin pergi ke sekolah, dia tidak mau teman-temannya di hukum maupun di gosipkan oleh murid lain karena ikut menyerang Mala. Bara jelas menolak semua keinginan Alea, tetapi Alea bersikeras ingin pergi sampai mengancam tidak mau makan ataupun minum obat.
"Kakak udah hubungin gurunya, jadi kamu gak usah khawatir." Ucap Bara.
"Kakak gak tahu aja si Jena gimana orangnya, meskipun kakak udah bilang sama para guru gak menutup kemungkinan sebagian siswa ada yang udah liat beritanya. Al gak mau kalau temen-temen Al di cap nakal, kasihan juga Leona nantinya keganggu pikirannya, apalagi dia mau ada turnamen bulutangkis." Ucap Alea. .
"Yaudah, kamu boleh berangkat. Tapi, kakak bakal ikut kamu ke sekolah dan tidak ada penolakan." Ucap Bara pasrah.
"Abang gak mau kamu kecapean, pulang sekolah langsung ke rumah dan jangan kemana-mana." Ucap Hamzah.
Alea menganggukkan kepalanya senang, akhirnya kakaknya dan juga Bara mengizinkannya pergi ke sekolah. Dengan cepat Alea menghabiskan sarapannya, dia juga langsung meminum obatnya. Bara hanya menggelengkan kepalanya melihat bagaimana keras kepalanya Alea, sedangkan Hamzah hanya pasrah karena ia tahu bagaimana sifat adiknya itu.
"Sabar, loe belum tahu sifat Alea yang lain. Gue cuman mau ngingetin, kalo loe mau sama Alea otomatis rasa sabar low harus tebel." Ucap Hamzah menepuk pundak Bara.