Elina Raffaela Escobar, seorang gadis cantik dari keluarga broken home, terpaksa menanggung beban hidup yang berat. Setelah merasakan pengkhianatan dari orang-orang terdekatnya, ia menemukan dirinya terjebak dalam kekacauan emosi.
Dalam sebuah pertemuan tak terduga, Elina bertemu dengan Adrian Volkov Salvatrucha, seorang CEO tampan dan misterius yang hidup di dunia gelap mafia.
Saat cinta mereka tumbuh, Elina terseret dalam intrik dan rahasia yang mengancam keselamatannya. Kehidupan mereka semakin rumit dengan kedatangan tunangan Adrian, yang menambah ketegangan dalam hubungan mereka.
Dengan berbagai konflik yang muncul, Elina harus memilih antara cinta dan keselamatan, sambil berhadapan dengan bayang-bayang masa lalu yang terus menghantuinya.
Di tengah semua ketegangan ini, siapa sebenarnya Adrian, dan apakah Elina mampu bertahan dalam cinta yang penuh risiko, atau justru terjebak dalam permainan berbahaya yang lebih besar dari dirinya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lmeilan, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 28
1 bulan kemudian
Elina terbangun pagi itu dengan perasaan gelisah. Pertemuan dengan ibunda Adrian Amanda dan Volkov Salvatrucha serta ayah Valeria terus terngiang di pikirannya.
Wajah penuh amarah ayah Adrian, serta tatapan khawatir ibunya, seolah menyiratkan ada sesuatu yang besar akan terjadi di balik layar. Adrian tidak banyak bicara setelah kedatangan mereka waktu itu, namun sikapnya terasa semakin dingin sejak saat itu.
Elina merasa terjebak dalam situasi yang tidak bisa ia pahami. Perasaan tidak nyaman mulai menguasainya, terutama setelah percakapannya dengan Adrian yang selalu berakhir dengan jawaban singkat atau tidak jelas.
Dia mulai merasakan jarak yang semakin membesar antara mereka, seolah ada tembok yang dibangun Adrian tanpa alasan yang jelas.
Elina juga semakin dibuat terkurung di dalam mansion itu setelah kedatangan orangtua Adrian, dia sama sekali tidak diperbolehkan pergi kemana mana.
Hari itu, Elina memberanikan diri untuk membicarakan sesuatu yang sudah lama dipendamnya. Dia merasa waktu yang dihabiskannya bersama Adrian sudah cukup, dan hatinya rindu pada neneknya.
Tidak hanya itu, Elina juga merasakan kebutuhan untuk kembali mengejar mimpinya. Dia tidak bisa terus bersembunyi di balik bayang-bayang Adrian, terperangkap dalam kontrak dan kehidupan yang tidak pernah ia rencanakan.
Elina menunggu waktu yang tepat. Setelah sarapan pagi itu, dia memberanikan diri masuk ke ruang kerja Adrian. Pria itu sedang duduk di meja besar dengan berkas-berkas berserakan di sekelilingnya. Matanya fokus pada layar komputer, jarinya mengetik dengan cepat tanpa menoleh sedikit pun saat Elina memasuki ruangan.
"Tuan Adrian," Elina membuka percakapan dengan suara pelan. "Aku ingin membicarakan sesuatu."
Adrian tidak langsung merespons. Dia hanya mendengus pelan, lalu melepaskan pandangannya dari layar komputer, memandang Elina dengan tatapan kosong.
"Apa?" jawabnya singkat.
Elina merasa gugup, tapi dia tahu ini harus disampaikan.
"Aku sudah lama disini… dan aku merasa… sudah waktunya aku kembali berkuliah. Lagipula, aku harus bertemu nenekku. Dia pasti khawatir."
Adrian mengerutkan kening, tatapannya berubah tajam.
"Berulang kali aku bilang, kau aman di sini. Tidak perlu memikirkan hal-hal lain. Semua yang kau butuhkan ada di sini."
"Tapi Adrian, nenekku penting bagiku. Aku tidak bisa terus tinggal di sini dan meninggalkan tanggung jawabku. Aku juga ingin menyelesaikan kuliahku, mengejar impianku…" Elina mencoba menjelaskan dengan lembut, berharap Adrian akan mengerti.
Namun, bukannya merespons dengan pengertian, sikap Adrian berubah drastis. Tatapannya yang dingin semakin keras. Wajahnya tampak seperti batu, kaku dan tak terbaca.
"Kau tidak akan ke mana-mana, Elina."
Elina terkejut mendengar nadanya. "Apa maksudmu? Aku hanya ingin pergi sebentar untuk melihat nenekku dan kembali berkuliah. Bukankah itu bagian dari perjanjianku?"
Adrian berdiri dari kursinya, tingginya tampak semakin mengintimidasi ketika dia mendekat.
"Tidak ada yang bisa menjamin keselamatanmu di luar sana. Dunia di luar mansion ini tidak aman, apalagi setelah kejadian dengan keluargaku. Kau harus tetap di sini."
Napas Elina tercekat. "Tapi… aku tidak bisa terus-terusan dikurung di sini, Adrian. Aku juga punya kehidupan, mimpi, dan orang-orang yang mencintaiku di luar sana."
"Aku tidak peduli," potong Adrian dingin.
"Mulai sekarang, kau tidak akan ke mana-mana. Tidak ada kuliah, tidak ada kunjungan ke nenekmu. Kau akan tetap di sini."
Elina menatap Adrian dengan kebingungan dan rasa takut yang mulai menguasai.
"Kenapa? Kenapa kau melarangku? Apa yang sebenarnya terjadi?"
Adrian diam sejenak, matanya seolah berbicara sesuatu yang tidak bisa diungkapkan dengan kata-kata.
"Kau hanya perlu mendengarkan apa yang kukatakan, Elina. Ini demi keselamatanmu."
"Kau tidak bisa melakukan ini padaku!" suara Elina mulai bergetar, bercampur antara marah dan frustasi.
"Aku bukan tahanan di sini. Kau sudah membuatku masuk dalam perjanjian ini, tapi kau tidak bisa mengendalikan seluruh hidupku!"
Adrian tersenyum sinis. "Memang? Dari awal kau sudah setuju dengan syarat-syaratnya. Dan sekarang, situasi telah berubah.
Orangtuaku… terutama ayahku, mereka tidak akan membiarkanmu bebas. Jadi kau akan tetap di sini sampai aku mengatakannya aman."
Air mata mulai menggenang di mata Elina, tetapi dia menahan diri untuk tidak menangis di depan Adrian.
"Tuan Adrian, tolong… aku hanya ingin bertemu nenekku. Dia satu-satunya keluarga yang kupunya…"
"Aku sudah bilang, tidak. Kau tidak akan ke mana-mana."
Elina tidak bisa lagi menahan emosinya. Dia mundur beberapa langkah, tangannya gemetar karena marah.
"Kenapa kau berubah begitu tiba-tiba? Kenapa kau jadi seperti ini, Tuan Adrian?"
Pria itu tidak memberikan jawaban. Tatapan matanya dingin seperti es, seolah tak tersentuh oleh permohonan Elina.
Tanpa mengatakan sepatah kata pun lagi, Adrian berbalik dan meninggalkan ruangan, membiarkan Elina sendirian dengan perasaan hancur.
Sejak hari itu, Elina merasa hidupnya berubah menjadi penjara yang tidak terlihat.
Adrian, yang sebelumnya masih memberinya kebebasan untuk bergerak di sekitar mansion, sekarang lebih ketat dalam mengawasi setiap langkahnya.
Ke mana pun dia pergi, selalu ada salah satu pengawal atau Daniel yang mengawasinya dari dekat. Adrian sendiri jarang menemuinya, hanya muncul sesekali untuk memastikan bahwa dia tetap berada di dalam mansion.
Elina mencoba berbagai cara untuk meyakinkan Adrian agar membiarkannya keluar, bahkan hanya untuk mengunjungi neneknya, namun semua usahanya sia-sia.
Adrian tetap tak tergoyahkan dalam keputusannya. Rasa frustrasi semakin menguasai Elina, membuatnya merasa tak berdaya dan terjebak dalam kehidupan yang bukan pilihannya.
Suatu malam, saat Elina sedang duduk di tepi tempat tidurnya, terngiang kembali pertemuan misterius dengan pria di taman beberapa waktu lalu. Mungkinkah ada hubungannya dengan perubahan sikap Adrian? Pria itu tampak begitu familiar dengan lingkungan mansion, dan ada sesuatu dalam caranya memandang Elina yang membuatnya gelisah.
Mungkinkah dia bagian dari rahasia besar yang Adrian sembunyikan?
Pikiran itu terus menghantui Elina, membuatnya semakin waspada terhadap segala hal di sekitarnya. Ia mulai mencurigai bahwa ada sesuatu yang lebih besar di balik semua ini, sesuatu yang mungkin melibatkan Adrian dan keluarganya. Tapi dia tidak tahu harus memulai dari mana untuk mencari jawabannya.
Suatu pagi, Elina mendengar suara-suara dari luar kamarnya. Suara Volkov yang berat dan penuh kemarahan bergema di sepanjang lorong. Dia berdiri di dekat pintu, mencoba mendengarkan.
"Kau tidak seharusnya membiarkannya di sini begitu lama, Tuan Adrian," suara Volkov terdengar tegas.
"Ini hanya akan memperumit situasi."
"Aku tahu apa yang kulakukan, Ayah," jawab Adrian dengan nada dingin.
"Tidak, kau tidak tahu. Dia bisa membawa bahaya bagi kita semua jika kau tidak segera mengambil tindakan."
"Dia tidak tahu apa-apa. Kau terlalu paranoid," balas Adrian dengan nada tak acuh.
Elina mundur dari pintu dengan perasaan panik. Mereka sedang membicarakannya—tapi tentang apa? Bahaya apa yang mereka maksudkan? Apakah kehadirannya benar-benar membahayakan sesuatu yang lebih besar dari yang dia bayangkan?
Malam itu, Elina tidak bisa tidur. Pertanyaan-pertanyaan yang menggantung di udara membuatnya semakin gelisah. Keinginannya untuk pergi semakin kuat, namun dia tahu, dengan sikap Adrian yang berubah, melarikan diri bukanlah hal yang mudah.
Dia merasa semakin terisolasi, terjebak dalam kehidupan yang semakin tidak bisa ia kendalikan. Rindu pada neneknya, rindu pada kehidupannya yang dulu. Tapi setiap kali dia mencoba melawan, dinding yang dibangun Adrian semakin tinggi dan sulit ditembus.
Waktu berlalu, dan hari-hari Elina terasa semakin panjang dan menyesakkan. Hingga suatu malam, Adrian tiba-tiba muncul di kamarnya, wajahnya tampak lebih dingin dari sebelumnya. Dia berdiri di ambang pintu, menatap Elina dengan tatapan yang sulit diartikan.
"Kau masih ingin bertemu nenekmu?" tanya Adrian tiba-tiba, suaranya datar.
Elina yang sedang duduk di tepi ranjang, terkejut mendengar pertanyaan itu. "Ya," jawabnya, meski ada rasa takut dalam hatinya. "Aku sangat ingin."
Adrian mendekat, matanya menatap lurus ke dalam mata Elina. "Kalau begitu, bersiaplah. Besok kita akan pergi menemuinya."
Mendengar hal itu, Elina seharusnya merasa lega. Namun ada sesuatu dalam nada Adrian yang membuatnya merasa ada hal lain yang sedang direncanakan oleh Adrian.