Ini adalah lanjutan dari seven R Anak genius bagi yang sudah membaca novel sebelum nya pasti tau dong siapa mereka?
Kejeniusan mereka sudah sudah diketahui dunia. Mereka pun menjadi incaran para mafia yang menginginkan otak mereka.
Bisakah sikembar menghadapi Semuanya?
Cerita ini juga diselingi kisah cinta mereka.
Penasaran ikuti yuk...
Seperti biasa cerita ini hanya khayalan semata alias fiksi.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Pa'tam, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kencan?
.
.
.
"Mana belanjaannya?" tanya Ram pada Cahaya.
"Ini," Cahaya menunjukkan pakaian yang ia beli.
"Cuma itu? Kenapa gak beli yang banyak?" tanya Ram lagi.
"Cukuplah, aku tidak mau dibilang matre," jawab Cahaya. Ram terkekeh.
"Kenapa? Kamu itu calon istriku, apapun yang aku miliki akan menjadi milikmu juga?" tanya Ram.
Blushing? Tentu saja wajah Cahaya berubah merah merona, siapa sih yang tidak senang diakui sebagai calon istri oleh pujaan hati? Ram dengan gemes mengecup kening Cahaya, hingga pelayan ditoko pakaian itu memekik tertahan melihat betapa manisnya perlakuan Ram pada gadisnya.
"Apa yang aku lihat benar benar nyata? Aku seperti menonton drama Korea secara live," tanya pelayan itu kepada temannya.
"Sudah jangan diperhatikan terus, kamu itu jomblo abadi nanti kamu diabetes melihat pasangan mereka," jawab temannya itu.
"Ye emang situ ada pacar? Jomblo teriak jomblo," ucap pelayan itu, akhirnya mereka tertawa bersama ya memang seperti itu candaan mereka saling mengejek jomblo padahal sama sama jomblo.
Ray mendekati Nadine yang sedang asik memilih milih pakaian, tapi tidak ada yang cocok untuk dirinya.
"Pilih yang mana yank?" tanya Ray pelan agar tidak terdengar oleh yang lain.
"Ehh, apa kamu bilang?" tanya Nadine balik.
"Bolehkan aku panggil sayang? Agar tidak iri dengan mereka, lihat tuh mereka udah kaya prangko dengan amplop surat yang siap diposkan kealamat nya," Ray.
Nadine menoleh kearah lain untuk menetralkan perasaannya, jujur ia mulai suka digoda oleh cowok yang katanya nyebelin itu. Ray juga kalau bersama Nadine bicaranya panjang seperti gerbong kereta api. Pemecah rekor sepanjang sejarah, dari kecil hingga dewasa biasanya bicaranya hanya seperlunya saja alias yang penting penting saja, kalau bicara yang tidak penting akan diwakilkan oleh saudaranya yaitu Ram.
"Boleh... ehh tidak," jawab Nadine.
"Emang kamu siapa berani memanggil aku sayang?" tanya Nadine lagi.
"Calon pacar? Ehh bukan calon suami, nanti aku minta restu untuk melamar kamu," Ray.
"Awas kamu ya, datang saja kalau berani? Akan aku patahkan lehermu," Nadine.
Ray tertawa renyah, "sudah dapat izin nih ceritanya?" tanya Ray.
"Siapa juga yang kasih izin, aku cuma bilang datang saja kalau berani," ucap Nadine.
"Aku tau kamu memberikan izin, tapi dengan nada ancaman. Uh gemesin banget sih," ucap Ray sambil mencubit kedua belah pipi Nadine. kemudian Ray mengecup bibir Nadine lalu melarikan diri menjauh dari situ. Entahlah Ray sekarang sangat suka mengecup bibir Nadine setelah kejadian waktu itu seakan menjadi candu tersendiri baginya. Sedangkan Nadine hanya diam terpaku sambil menyentuh bibirnya yang tadi dikecup oleh Ray.
"Aaaaaakkh, ini sudah yang kesekian kalinya dia menciumku," teriak Nadine dalam hati.
Sedangkan Ray sudah duduk di sofa ditoko itu, ada Rakha Raffa Roy Ren dan Rasya juga duduk di sofa itu sambil menunggu kekasih belum resmi mereka berbelanja.
"Kak sudah selesai," ucap Prita pada Raffa.
"Hanya itu?" tanya Raffa, Prita mengangguk.
Raffa memberikan kartu hitamnya kepada kasir, dan segera menggeseknya hingga pembayaran berhasil.
"Ada lagi yang mau dibeli?" tanya Raffa.
Prita tertunduk, ia ingin membelikan keperluan sekolah adiknya dan juga pakaian untuk ibunya tapi ia tidak berani meminta, kartu ATM yang diberikan oleh Raffa juga tidak berani ia gunakan.
Raffa yang melihat Prita diam saja lalu berinisiatif sendiri mengajak Prita ketoko sebelah untuk membeli keperluan sekolah.
Raffa menyuruh Prita memilih keperluan adiknya dan juga nanti akan membeli pakaian untuk ayah dan ibunya. Raffa tentu saja tidak keberatan, ia malah senang membelanjakan uangnya untuk keperluan calon mertuanya.
Sementara yang lain juga sudah selesai berbelanja, hanya Nadine yang tidak berbelanja apa apa, setelah dikecup bibirnya oleh Ray, ia malah bengong sendiri untung saja ada Keyla menyadarkannya.
Kini mereka sudah berada diparkiran menuju mobil mereka masing-masing, sedangkan Raffa keluar paling belakang dari mall tersebut dan menenteng banyak belanjaan.
Sikembar kemudian mengantarkan pacar mereka masing-masing. yang tentunya berbeda arah.
"Apakah ini artinya kita sedang berkencan?" tanya Adira pada Rasya.
"Kencan?" tanya Rasya kembali.
"Iya, kata teman sekampusku kalau kita nonton film di bioskop sama cowok berdua terus makan lalu cowok itu ngajak belanja itu disebut kencan," kata Adira dengan polosnya.
Jujur saja selama ini Adira juga tidak pernah dekat dekat dengan cowok apalagi kalau sampai jalan berdua seperti ini. Meskipun ia pengagum cowok tampan tapi untuk berpacaran ia belum pernah.
"Hmmm tidak terlalu buruk, kencan kencan kencan," batin Rasya.
"Kenapa bengong?" tanya Adira.
"Ehh, tidak ada. Kamu cantik," ucap Rasya tanpa sadar, seketika wajah Adira merona.
Belum pernah dipuji cantik oleh seorang pria, apalagi pria disampingnya super tampan. Kemudian keduanya saling diam hanya sesekali saling pandang.
Sementara Ray dan Nadine sudah tiba didepan gerbang kompleks perumahan tersebut, mang Jono dan Sardi sudah tidak heran lagi karena keduanya sudah melihat sikembar yang memang berbeda dan bukan orang yang sama. Tapi tetap saja mereka keliru tidak bisa membedakan yang mana Ray Roy dan Rakha. Ray berhenti didepan gerbang dan memberikan makanan ringan yang sengaja ia beli tadi, kepada mang Jono. Tentu saja mang Jono sangat senang, juga uang untuk membeli kopi. Tapi uang itu cukup banyak kalau hanya sekedar untuk membeli kopi.
Ray sudah tiba didepan rumah Nadine, Ray memarkirkan mobilnya ditempat parkir halaman rumah itu, Ray dan Nadine keluar dari mobil dan dibukakan pintu oleh pembantu di rumah itu.
"Terimakasih bi," ucap Ray sopan.
"Sama sama den kasep," jawab Bibik itu, Bibik itu terharu saat Ray mencium tangannya.
"Ternyata dia sangat sopan pada yang lebih tua," batin Nadine.
"Yuk masuk den," ucap Bibik, Ray mengangguk.
Kebetulan Sudibyo ada dirumah bersama Diana, tentu saja Sudibyo sangat senang dengan kedatangan Ray.
"Ini...!" Sudibyo tidak meneruskan ucapannya karena ia masih keliru dengan sikembar, takutnya salah orang lagi.
"Aku Ray Pak, yang datang menukar koper waktu itu," ucap Ray menjawab keraguan Sudibyo, tidak lupa Ray mencium tangan Sudibyo itu, kemudian Diana datang dengan membawa kopi dan cemilan, karena ia sudah tau kalau ada tamu jadi ia segera membuat minuman untuk tamunya.
Sepertinya tamunya ini sangat istimewa sehingga Diana turun tangan langsung untuk membuat minuman. Sedangkan Nadine langsung kekamar untuk mandi dan berganti pakaian.
"Bagaimana kencannya Nak Ray?" tanya Sudibyo to the point.
"Kencan? Apakah ini disebut kencan?" Batin Ray, padahal Ray mengajak Nadine secara paksa. Dan Nadine hanya mengirimkan pesan kepada mamanya bahwa ia ingin nonton bersama teman.
"Ah iya pak, lancar," jawab Ray sedikit gugup.
Seolah olah kini ia berada dipersidangan. Iya benar sih, persidangan calon menantu dari calon mertua.
"Kami setuju setuju saja kalau nak Ray sama Nadine anak saya," ucap Sudibyo.
"Iya Pak," jawab Ray yang masih menetralkan dirinya, tadinya ia begitu semangat kalau bertemu dengan orang tua Nadine, tapi sekarang ternyata diluar ekspektasi.
"Kenapa aku jadi gugup gini sih, seolah olah aku ada berbuat kesalahan," batin Ray.
.
.
.