Emily seorang model yang sukses dan terkenal. Namun, kesuksesan itu tidak dia dapatkan dengan gampang dan berjalan mulus. Mimpi buruk terjadi disaat dia menjadi boneka *** pribadi milik presedir di agensi tempat dia bekerja. Mulut terbungkam saat dia ingin berteriak, namun ancaman demi ancaman terlihat jelas di depan matanya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Yeppeudalee, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Menyesal
📍House
“Sayang, kamu balik lebih awal?” Rein yang menyambut kedatangan Reymond.
Dimana malam ini, Reymond terlihat kembali lebih awal. Raut wajah Rein, terlihat begitu bahagia menyambut suaminya.
“Saya mau mandi.” Singkat Reymond yang beranjak melewati Rein.
Sikap itu terasa dingin bagi Rein, yang merasakannya. Dia pun mengikuti langkah Reymond.
“Bagaimana pekerjaan kamu hari ini sayang?”
“Berjalan lancar.” Sahut Rey, dengan melonggarkan dasi dikerah kemejanya.
Rein, berdiri dihadapan Reymond, dia membantu Reymond membuat dasi itu.
“Syukurlah. Ah! aku pikir kamu ikut dengan papa untuk makan malam bersama dengan tamu papa yang datang dari Jepang.”
“Tidak, tapi… saya sudah bertemu dengannya siang tadi. Dia juga memberikan hadiah untukmu. Tapi, saya meninggalkannya di dalam mobil. Besok pagi, saya akan ambilkan untuk kamu, Rein.”
“Sayang.”
“Hm?”
“Sayang?”
Reymond menatap Rein seketika itu.
“Ada apa?” suara bariton itu terdengar jelas, menyahuti Rein yang ada di hadapannya.
“Aku bilang, sayang.”
“Kenapa dengan kata itu?”
“Kamu hampir tidak pernah memanggilku sayang, Rey.”
Sejenak, Reymond hanya diam saat mendengarkan pernyataan itu.
“Itu perasaan kamu saja, Rein.”
“Tapi perasaan ku itu benarkan? kamu… sudah tidak pernah lagi memanggilku sayang.”
“Saya mau mandi, ada banyak kerjaan yang harus saya selesaikan malam ini.”
Reymond memutuskan untuk mengalihkan pembicaraan itu dengan beranjak dari hadapan Rein. Dia memutuskan pergi ke kamar mandi yang ada di dalam kamar tidur mereka.
Dan… sampai malam hari tiba pun, Reymond tidak kunjung menghubungi Emily yang menunggu kabar darinya sejak siang tadi.
Di dalam kamar mandi, disaat air showers menyucur ke bawah lantai dengan deras dan suara yang keras, menghentikan Reymond sejenak yang berpikir tentang apa yang telah dia lakukan semalam bersama dengan Emily.
Sejenak pula, raut wajah Rein yang terngiang saat perempuan itu mengatakan kalau Reymond sudah begitu jarang memanggilnya dengan sebutan ‘sayang’ diantara komunikasi mereka berdua.
“Hhhhh…” dia menghela napas panjang. Menundukkan kepalanya dan menyenderkan lengannya tepat ditembok dinding di hadapannya. “Ini salah, benarkan?” tanya dengan suara yang begitu pelan bahkan hampir tidak terdengar ketika air shower terus mengalir.
Dan disisi lain, dimana Emily yang berada di apartement. Di dalam kamar, dia terlihat menatap keluar saat cahaya-cahaya yang menyinari di atas gedung-gedung menjulang tinggi.
Tepatnya, dia sedang menunggu kabar dari Reymond. Dan itu, memang dia lakukan sejak tadi, sejak siang tadi.
“Apa aku terlalu banyak berharap?” tanyanya pada dirinya sendiri. “Aku pikir memang seperti itu. Yang kami lakukan semalam adalah kesalahan. Aku yakin, kalau pak Reymond menyesali perbuatannya kemarin malam. Tapi, aku bersikap jahat. Aku benar-benar tidak menyesali hal itu. Karena aku… menyukai apa yang dia lakukan padaku kemarin.”
Raut wajahnya memang terlihat tidak menyesali hal itu. Tapi, ada perasaan sedih dimana dia dengan mudah menebak apa yang dirasakan Reymond saat ini. Jelasnya, Reymond yang sudah punya istri, ketika Rein sendiri pun sudah hamil. Namun… tanpa Reymond sadari, ‘kelakuan jahat’ yang dilakukan Rein di belakang suaminya sendiri saat Rein berdua bersama dengan Michael, yang dikenal sebagai senior Reymond.
“Apa aku hubungi aja? tapi… kalau aku hubungi duluan.” Nada itu terdengar ragu. Dia terlihat serba salah dengan sikap yang sedikit gelisah. “Ck! kenapa si dia?” yang kemudian, kesal mulai menyelimuti hati Emily. “Aku… kangen.”
Dia mengakui hal itu. Hal dimana, dia memang terlihat menyukai Reymond sejak kemarin. Dan entah sejak kapan, perasaan itu mulai tumbuh untuk Reymond.
***
- Ruangan Kerja -
“Sayang… aku buatkan tea hangat untuk kamu.” Rein, beranjak masuk dengan langkah hati-hati.
Dia membawa baki berisi secangkir tea hangat yang akan dia berikan untuk Reymond suaminya. Diletakannya di atas meja kerja Reymond yang masih setia duduk dikursi kerjanya.
“Makasi, Rein.”
“Iya sayang, sama-sama.”
Reymond kembali menundukan pandangannya. Dia kembali melihat beberapa berkas yang ada di atas meja kerja. Tetapi, berkas itu kembali Reymond lepas, saat dia kembali menaiki pandangannya.
“Ada apa?” tanya Reymond yang masih melihat Rein berdiri di hadapannya.
“Hanya… aku ingin bilang, kalau besok, aku akan keluar dengan Nita.”
“Lalu?”
“Aku cuma meminta izin dengan kamu, sayang. Aku pikir, aku bisa ketiduran kalau menunggumu selesai kerja.”
“Ya sudah, saya izinkan kamu keluar bersama Nita. Tapi ingat, kamu harus hati-hati.”
Rein tersenyum bahagia setelah mendapatkan izin dari suaminya.
“Terima kasih sayang.” Dengan bahagianya dia menghampiri Reymond dan mengecup pipi pria itu. Dan, Rein memutuskan untuk keluar setelah berhasil meminta izin dengan suaminya.
Ruangan kerja itu, kembali sunyi dan tenang saat pintunya pun tertutup dengan rapat. Tapi… fokus itu sudah hilang. Reymond meraih ponselnya dan menatap beberapa chat masuk, hanya saja dia tidak membaca atau pun membalasnya. Dimana mata itu menatap ruangan chat milik Emily yang terlihat tidak ada pesan baru untuknya.
“Hhhh…” setelah menghela napas dengan berat, dia membalikkan layar ponsel dan kembali menyentuh berkas-berkas pekerjaannya.
Mencoba untuk kembali fokus dengan pekerjaan setelah sedikitnya di dalam hatinya, ada perasaan menyesal dengan apa yang dia lakukan.
****
Khusus bab ini, bab tambahannya sudah
tersedia dikaryakarsa; Miralee. Yang berminat baca silahkan cek dikaryakarsa.
Beberapa bab penting akan selalu diupdate di karyakarsa; beberapa diantara seperti pov atau sudut pandang dari karakter utama. Ada pula bab yang lebih frontal dengan gambar-gambar yang tidak akan diupload disini.