Menikah secara tiba-tiba dengan Dean membuat Ara memasuki babak baru kehidupannya.
Pernikahan yang awalnya ia kira akan membawanya keluar dari neraka penderitaan, namun, tak disangka ia malah memasuki neraka baru. Neraka yang diciptakan oleh Dean, suaminya yang ternyata sangat membencinya.
Bagaimana kisah mereka selanjutnya? apakah Ara dapat menyelamatkan pernikahannya atau menyerah dengan perlakuan Dean?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lalu Unaiii, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Part 31
Dengan sangat hati-hati Ara berusaha menyingkirkan tangan Dean yang memeluknya dari belakang, laki-laki itu sudah tertidur beberapa saat yang lalu.
Jam di atas nakas menunjukan pukul setengah empat. Ara perlahan turun dari ranjang dengan tubuh telanj*ngnya, ia lalu bergerak memunguti pakaiannya di lantai.
Ia kembali memakainya, meski kancing piyamanya sudah tidak ada namun setidaknya dapat menutupi tubuhnya.
Ia kemudian berjalan keluar kamar, membersihkan diri di kamar mandi dapur seperti biasa, tubuhnya dipenuhi tanda merah juga bercak darah dari tangan Dean yang terluka.
Setelah selesai mandi dan berpakaian ia kemudian berjalan kembali ke kamar dengan handuk masih menggulung rambut di kepalanya sambil membawa baskom berisi air hangat, kain, juga kotak P3K.
Ara meletakkan barang-barang yang dibawa di atas nakas, lalu ia duduk di pinggir kasur di sebelah Dean. Laki-laki itu tertidur dengan sangat nyenyak.
Ara lalu meraih tangan laki-laki itu, sedikit meringis melihat punggung tangan Dean yang sepertinya hancur. Darah kering memenuhi tangannya.
Dengan sangat hati hati Ara membersihkan tangan Dean dengan kain yang sudah ia basahi air hangat agar darah kering itu bisa hilang.
Ia juga mengelap wajah juga tubuh laki-laki itu yang terkena noda darah, lalu mengeringkannya kembali dengan kain kering.
Setelah darah kering berhasil Ara bersihkan, kemudian ia memberikan obat pada luka Dean, Ara meniup-niup luka laki-laki itu saat memberikan obat, ia takut Dean terbangun, namun ternyata laki-laki itu sama sekali tidak terbangun hingga Ara selesai membungkus tangan Dean dengan perban, mungkin efek minuman kerad yang diminum oleh Dean.
Setelah selesai Ara lalu keluar dari kamar menaruh kembali barang-barang yang tadi dipakainya ke tempat semula.
Karena sudah subuh Ara tidak tidur kembali, ia sudah merasa segar setelah mandi dan keramas, yang ia lakukan sekarang adalah mengeringkan rambut sambil menunggu matahari terbit, terlalu subuh untuk membuat sarapan fikirnya.
***
Suara ponsel yang berisik membangunkan Dean yang masih tertidur. Tanpa membuka matanya Dean bergerak memanjangkan tangannya mencari-cari ponselnya yang ternyata ada di atas nakas.
Tanpa melihat nama si penelpon Dean langsung menjawab panggilan tersebut.
"halo," sapa Dean.
"selamat pagi Pak Dean, saya ingin mengingatkan rapat dengan clien dari jepang pagi ini pukul sepuluh," ucap si penelpon yang ternyata adalah Bima sang sekretaris.
Dean kemudian melihat ponselnya, ternyata sudah setengah sembilan.
"tunggu saya di kantor," ucap Dean lalu mengakhiri panggilan.
Dean lalu bangun, duduk bersandar di kepala ranjang. Melihat ke sekeliling, ia mencoba mengingat kejadian semalam. Matanya lalu tertuju pada tangannya yang sudah dibalut perban. Ia tersenyum, Ara mengobati lukanya.
"akhhh..." Dean mendes*h kasar sambil mengacak rambutnya frustasi mengingat sikapnya pada Ara semalam.
Ia lalu ingat, kemarin ia meletakkan ponselnya di mini bar, bagaimana sekarang bisa berada di kamar.
"Ara," gumam Dean.
Pasti Ara yang meletakkannya di sana, kamarnya juga sudah terlihat rapi, kecuali ranjang tidur.
Baju-baju yang semalam berserakkan di lantai kini sudah tidak ada lagi.
Lalu kemana perempuan itu pergi, apakah dia sudah berangkat ke kantor?
Dean lalu turun dari ranjang, dengan tubuh tel*njangnya ia berjalan masuk ke kamar mandi.
Setelah selesai mandi, Dean kemudian keluar dari kamar sudah menggunakan setelan kantornya.
Ia berjalan menuju ruang makan, lalu mendapati sarapannya yang tertutup tudung saji.
Dean tersenyum, bahkan saat ia bersikap jahat pun, Ara masih mau membuatkannya makanan.
Dean memakan sarapannya, kemudian berangkat ke kantor. Mungin ia bisa menemukan Ara di sana.
***
Makan siang hari ini, Ara menerima ajakan Lila untuk makan di sebuah restoran jepang yang berjarak sekitar lima belas menit dari gedung kantor. Hanya mereka berdua.
Tonkatsu pesanan mereka sudah datang lima menit yang lalu. Lila merekondasikannya untuk Ara coba.
"Apa kau sudah punya pacar Ara?" Lila bertanya.
Ara menoleh menatap Lila, ia kemudian menggeleng. Dia tidak punya pacar tapi dia punya suami. Hanya saja dia tidak bisa mengatakannya.
Mendengar itu, Lila pun tersenyum puas. "bagus sekali," seru Lila bersemangat.
Lila kemudian meletakkan garpu di tangannya, menatap Ara dengan mata berbinar.
"Ara, aku mau menjodohkanmu dengan sepupuku, usianya seumuran denganmu."
Ara refleks menggeleng. Dia gila kalau dia menyetujuinya.
"jangan langsung menolak begitu dong Ra, dia tampan loh, temui saja dulu," bujuk Lila.
"aku tidak bisa. Sebenarnya aku sudah menyukai seseorang."
Ara tersenyum tipis, dia jawab begitu saja. Dengan begitu Lila tidak akan mendesaknya.
"orang mana? Apa dia orang kantor kita?"
"bukan, dia... dia kenalanku di luar, ya di luar," Ara menjawab dengan gugup.
Lila terlihat mengangguk, dia kemudian kembali menusuk irisan daging di depannya lalu memasukkannya ke mulut. Ara terdiam sebentar, merasa bersalah karna sudah membohongi Lila, namun dia tidak mungkin jujur.
"apa dia tampan?" Lila kembali bertanya.
"ya, seperti laki-laki pada umumnya."
Lila tertawa, "apa kau juga penganut kepercayaan yang mengatakan bahwa semua laki-laki sama saja?" gurau Lila. Ara hanya tersenyum.
"baiklah semoga kau berhasil, padahal sepupuku tertarik padamu, aku memperlihatkan fotomu padanya."
"dia bisa bertemu perempuan yang lebih baik."
Setelahnya mereka hanya mengobrol ringan, sambil menghabiskan makan siang sebelum kembali ke kantor, berkutat dengan pekerjaan.
Di tengah obrolan dengan Lila sebuah pesan masuk di ponsel Ara.
From : Bimo
"Apa kabar Ara? Apa kita bisa bertemu setelah kau pulang kerja?"
Ara membaca pesan itu, ia bingung harus menjawab apa, beberapa waktu belakangan ini Bimo memang kerap mengiriminya pesan, bukan pesan yang berarti, laki-laki itu hanya menanyakan kabarnya dan beberapa hal lain, Ara tidak terlalu menanggapi, entah mengapa ia merasa Bimo agak aneh, setelah laki-laki itu menyelamatkannya pada saat dia hampir tenggelam, Bimo menjadi lebih perhatian, mengajak makan bersama juga menawarkan untuk menjemput Ara yang selalu Ara tolak. Ara bukan tidak tau terima kasih hanya saja dia takut Orang lain akan salah paham.
"ada apa?" tanya Lila melihat Ara menatap ponselnya cukup lama.
"bukan apa-apa," balas Ara.
Ia kemudian membalas pesan Bimo dengan sebuah penolakan lagi, kali ini ia memang benar-benar tidak bisa, hari ini jadwalnya untuk berbelanja bulanan.
"oh ya Ara, apa kau dengar gosip tentang Pak Dean?"
Mata Ara terbelalak, gosip?
"Beredar rumor yang mengatakan bahwa Pak Dean sudah menikah, apa kau percaya itu?" ucap Lila terlihat antusias.
Ara melipat bibirnya, dia tidak tau dari mana gosip itu berasal, tapi kalau Dean mendengarnya, pasti laki-laki itu akan marah.
"dari mana mbak Lila mendengarnya?" tanya Ara mencoba bersikap biasa saja.
"beberapa orang bergosip di kantor, kau tau aku selalu tau hal-hal yang dibicarakan orang-orang kantor. Tapi yang kali aku kira itu hanya gosip belaka, "
"kenapa begitu?"
"Pak Dean tidak seperti laki-laki yang sudah menikah, sekitar seminggu yang lalu aku melihatnya di sebuah club bersama teman-temannya, dia dikelilingi banyak sekali wanita, waktu itu sudah hampir tengah malam. Hal-hal seperti itu bukan sesuatu yang akan dilakukan oleh seorang pria beristri."
Ara tersenyum tipis, benar, hal-hal seperti itu bukan sesuatu yang akan dilakukan pria beristri kecuali dalam kasus pernikahan mereka.