Namaku Melody Bimantara, umurku baru dua puluh dua tahun, tapi sudah menjadi Manager sebuah hotel bintang lima milik keluarga.
Yang membuat aku sedih dan hampa adalah tuntutan orang tua yang memaksa aku mencari lelaki yang bisa dinikahi.
Kemana aku harus mencari laki-laki yang baik, setia dan mencintaiku? sedangkan para lelaki akan mundur jika aku bilang mereka harus "nyentana"..
Tolonglah aku apa yang harus aku perbuat??
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ayumi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
HARI YANG MELELAHKAN
Ketukan keras membuat aku tergesa-gesa membuka pintu. Aku masih sempat melihat Arunakha yang tidur pulas.
"Sabar, aku masih kesulitan membuka kunci. Handle pintu rupanya mau lepas. Dorong pintunya dari luar siapa tau bisa terbuka." Ucapku berusaha membuka kunci.
"Kau mau merusak pintu? Buka perlahan jangan sampai pintu rusak!" aku bergidik mendengar teriakan mertuaku.
Karena dia di luar ribut-ribut dan mencaci aku yang sulit membuka pintu, akhirnya aku menendang pintunya. Sekalian dahh..
"Doorrr..."
Pintu bergetar hebat dan handlenya lepas dan gelinding, menciptakan suara nyaring. "tiing...treeng...teeng.."
"Dasar gil4, kau membuat pintu rusak!"
Teriakan ibu mengguntur membuat Arunakha yang terlelap meloncat bangun. Tanpa sadar aku tertawa.
"Terpaksa bu, barang gampang dibeli tapi teriakan ibu membuat aku terkejut." kilahku.
"Ada apa ini bu, bikin stress aja." Arunakha bangun sambil mengucek matanya.
"Jangan kan kamu, ibu juga stres melihat istri pem*lungmu. Dia sudah membuat pintu jatimu rusak. Mana dia tau pintu ini mahal harganya."
"Tidak usah diperdebatkan bu, aku lelah sekali. Siapkan saja bahan-bahan untuk dibawa ke hotel."
"Makanya jangan mabuk. Ibu jam empat sudah bangun tidak pernah merasa capek, karena ibu punya tanggung jawab. Tidak seperti kau dan pem*lung ini. Sudah malas merusak pintu lagi, kalau sudah begini siapa yang rugi,?"
Mataku tidak berkedip melihat ibu mertua marah-marah. Ternyata lenih dasyat dari ibunya Agung. Aku heran dengannya yang begitu benci padaku. Biarlah, ini semua untuk menguji kesabaranku.
"Apa kau tulii, jawab! kau bisa mengganti handle ini. Supaya kau tahu, harganya lima ratus ribu."
"Mana mungkin dia punya uang mbak Ajeng, lebih baik disuruh jadi b*bu disini."
"Betul, kenapa aku tidak berpikir begitu."
"Melody suruh kerjaan yang mau dibawa ke hotel, bibi suruh kerja di dapur jadi ibu bisa istirahat." Ucap Arunakha enteng. Bu Ajeng diam sebentar berpikir, tidak berapa lama dia mengangguk.
"Keluar kau bersihin sayur dulu." hardik ibu mertua sambil menarik tanganku.
"Ta-tapi bu, aku mau mandi dulu mau sembahyang." ucapku.
"Sembahyang bisa kapan saja, sekarang bersihin sayur dan pack semua barang."
"Tidak bu, aku biasa sembahyang jam enam pagi. Dalam satu hari tiga kali." sahut ku melawannya.
"Kau berani menolak apa yang di perintahkan, kau pikir hebat bisa melawan ku?!
"Aku takut dengan Tuhan bu."
"Ada saja alasannya, seret keluar dari rumah ini, aku tidak sudi melihat manusia ini lagi."
"Sabar mbak Ajeng, jangan gegabah. Biarkan Melody sembahyang."
Akhirnya mertua memberiku izin. Tentu saja aku senang. Mungkin saja dia sekeluarga sedang sehat dan rejekinya lancar, sehingga dia lupa dengan Tuhan.
Semakin hari ibu dan adik ipar ngelunjak. Barang supplier yang biasanya di tangani oleh Arunakha dan adik serta ibunya, kini semua menjadi tanggung jawabku.
Ibu memerintahkan aku membeli barang di pasar jam dua belas malam. Tidur sebentar jam lima membersihkan sayur dan lainnya sampai selesai, setelah itu baru boleh mandi sembahyang. Melelahkan, karena kerja ku sampai mengantar ke hotel.
Untung aku sudah tau ke hotel mana akan dibawa. Rupanya semua menuju hotel dan villa ku.
Menjadi supplier sudah membuat keluarga Arunakha bangga dan sering menghinaku. Aku jadi berubah b*nci pada Arunakha.
Setelah sebulan aku menjadi b*ruh tanpa dibayar oleh Arunakha, aku mencoba untuk mengingatkannya.
"Aru, sudah sebulan lebih kau menjadikan aku b*bu disini, mana gajiku? Aku mau beli hape." Ucapku dengan suara halus.
"Kau istri ku kenapa minta gajian. Uangmu dan uangku jadi satu. Sekarang ini aku lagi berhemat, karena tagihan dari hotel semakin sulit." ucapnya berbohong.
Semenjak servis bagus dan barang super, permintaan hotel semakin meningkat. Mungkin dulu yang di suruh belanja oleh ibu adalah sopir, jadi mereka mencari untung.
"Aku hanya minta hape pribadi. Suami apa ini pelit sekali." kata ku cemberut.
"Oke, aku besok beliin kamu hape dengan syarat kamu harus mencari vendor lagi."
"Baiklah, asal ada orang yang membantu aku bekerja. Barang terlalu banyak, sedangkan aku harus on time sampai di hotel. Kita tidak boleh telat terus, apapun alasannya."
"Aku tidak bisa mengabulkan permintaanmu saat ini, ibu tidak ada. Dia yang memegang semua keputusan."
"Kau anak laki-laki, seharusnya bisa memberi keputusan. Jangan ibu dong, bukankah perusahan atas nama kau."
"Aku menyayangi ibu ku, bila perlu semua perusahan akan aku serahkan. Kau jangan mengajariku menjadi anak durhaka."
"Dasar b*nci."
Tiba-tiba terlontar dari mulutku kata-kata k4sar. Arunakha melotot menatap ku.
"Apa katamu? Ulang lagi sekali supaya aku tidak berdosa melempar kau ke jalanan!"
Aku jadi bergidik membayangkan tubuhku di lind4s mobil. Apakah aku bisa bertahan mengabdi tiga bulan disini. Disini kerjaannya berat, tapi aku bebas makan. Apalagi sekarang aku tidak nemakai sopir kalau ke pasar dan ke hotel, jadi lebih repot.
"Jaga mulut dan sikap kau, disini kau adalah sebutir debu di ujung sepatuku, sekali angin bertiup kau tidak ada sisa."
Hemm...
Aku menunduk, berusaha meredam kemarahan di hati. Arunakha berdiri dan keluar dari kamar. Perasaanku hampa, ingin pulang dan menyerah kepada orang tua ku.
Biarlah orang tuaku yang mencarikanku jodoh. Supaya mereka tau berapa sulitnya, lihat saja Arunakha, dia tidak menoleh sedikitpun atas keberadaanku.
Akhir-akhir ini dia sering pergi sore pulang larut. Bau mulutnya alkohol. Dia juga sering ngigau nama Belinda.
Buat apa aku disini menunggunya, rugi sekali lebih baik mencari yang lain, pikir ku.
"Melody, ibu dengar kau mendapat hotel lagi dua. Kenapa kau tidak menawarkan beras, gula dan tepung sekalian seperti hotel yang lain."
Ibu tiba-tiba nyelonong masuk seraya duduk di sofa panjang di depanku berbatas meja.
"Sudah ada supplier lain yang mengirim barang itu. Mereka mencoba kita sebulan ini mengirim sayur dan bumbu pecel saja."
"Rugi di ongkos, tipis untungnya." Ibu terlihat kesal.
"Sayur lumayan untungnya bu, kalau bumbu baru tipis, mereka melihat harga di online."
"Kau cari hotel yang lebih bonafide, jangan banyakan istirahat."
"Aku belum istirahat bu, lihat laptop masih menyala. Aku buat laporan."
"Kau selalu membantah, jangan bergaya baru bisa mentelesaikan pekerjaan itu. Dari dulu ibu yang tangani semua juga lancar."
"Dulu setiap hotel ibu kirim sepuluh item, sekarang aku bisa membuat tiga puluh item dan menambah hotel lagi dua."
"Elehh...ngelunjak. kerja segitu aja sombong. Kau pasti berpikir Arunakha menikah serius dengan kau. Biar kau dapat seratus hotel dia tidak akan berbelok dari Belinda, wanita kaya cinta pertamanya."
"Terserah bu, aku punya perjanjian dengan Arunakha. Dia harus memenuhi janjinya padaku, kalau tidak dia akan masuk penjara." ucapku ger4m..
"Perjanjian apa?"
Mertuaku mendelik. Dia menatapku taj4m. Aku kes4l dengan semua orang yang ada disini, mereka tidak pernah menghargaiku.
****
Perjanjian apakah? Apakah Melody akan membocorkan isi perjanjian itu?
sukses selalu ceritamu
tunggu karma mu kalian berdua !!😤