Tak kunjung garis dua, Inara terpaksa merelakan sang Suami untuk menikah lagi. Selain usia pernikahan yang sudah lima tahun, ibu mertuanya juga tak henti mendesak. Beliau menginginkan seorang pewaris.
Bahtera pun berlayar dengan dua ratu di dalamnya. Entah mengapa, Inara tak ingin keluar dari kapal terlepas dari segala kesakitan yang dirasakan. Hanya sebuah keyakinan yang menjadi penopang dan balasan akhirat yang mungkin bisa menjadi harapan.
Inara percaya, semua akan indah pada waktunya, entah di dunia atau di akhirat kelak.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ika Oktafiana, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 31. Apa salahku?
Nara dan Arjuna sudah duduk di kantin rumah sakit. Tentunya setelah melaksanakan kewajiban sebagai umat muslim. Keduanya juga telah selesai menghabiskan soto ayam yang keduanya pesan.
"Sekarang katakan, apa yang ingin kamu bahas tentang Beta?" tuntut Arjuna sambil mengelap bibirnya menggunakan tisu.
Nara yang sedang menenggak jeruk hangat, tidak langsung menjawab dan memilih untuk menyelesaikan kegiatannya. "Sebentar, akan aku selesaikan dulu."
Baru setelah urusannya selesai, Nara menatap sang Suami lalu menyentuh punggung tangannya. "Mas harus janji dulu untuk tidak terbawa emosi. Aku juga mohon agar Mas jaga sikap ketika sedang ada Mama. Ini sangat sensitif dan aku takut, kabar ini semakin memperburuk kondisi kesehatan Mama," jelas Nara penuh kelembutan.
Kernyitan si kening Arjuna semakin dalam. Dia sudah begitu penasaran tetapi istrinya itu tak kunjung mengatakan. "Iya. Memangnya hal sensitif apa sih?"
Nara memejamkan mata sejenak, lalu mengambil napas dan berkata. "Beta hamil, Mas," lirih Nara tidak ingin orang-orang yang berada di sekitar mendengar.
Untuk sesaat, Arjuna terdiam dengan pandangan terkejut. Lalu setelahnya, tangan yang berada di atas meja, mengepal sempurna sampai urat-uratnya nampak.
Melihat itu, Nara jelas panik dan takut Arjuna akan meledakkan amarah. "Mas? Tenang. Jangan marah terlebih dahulu. Tenang ...." Nara mencoba menenangkan dengan mengusap lengan suaminya.
Nara juga melepas kepalan tangan Arjuna dan menautkan pada kemarin miliknya. "Lihat aku, Mas. Tolong jangan terbawa emosi," ucap Nara lagi ketika melihat rahang suaminya masih tampak kaku.
"Siapa yang sudah melakukannya pada Beta?" tanya Arjuna dengan gigi yang bergemeletuk.
"Aku belum tahu, Mas. Aku belum sempat bertanya pada Beta. Dia begitu terpukul dengan kondisinya yang sekarang," jawab Nara lembut, berharap kemarahan Arjuna ikut mereda.
"Jadi, itu alasannya kamu bisa datang bersama Beta ke sini?" tanya Arjuna dan Nara mengangguk membenarkan.
"Jadi begini.... "
Kemudian, cerita mengalir begitu saja dari awal mulai Nara yang sedang membeli martabak hingga Beta yang ditinggal sendirian di pinggir jalan lalu berteriak mengakui keadaan, jika dirinya hamil.
Tidak ada yang Nara tutupi atau bahkan melebih-lebihkan. Setelah mendengar penjelasan Nara, Arjuna menatap Nara lekat. "Terima kasih ya, Sayang. Terlepas dari apa yang pernah Beta lakukan padamu, hal itu tidak pernah merubah sifat dan sikap baik kamu. Jika Mas yang ada di posisi itu, mungkin Mas akan marah dan langsung memukul laki-laki itu," ucap Arjuna pada akhirnya kembali melembut.
Nara mengangguk. "Aku berharap, Mas tidak memarahi atau menyudutkan Beta. Karena seseorang yang sedang tertimpa masalah dan tidak menemui jalan, terkadang bisa berbuat nekat seperti mengakhiri hidup," jelasnya mencoba memberi pengertian.
Mendengar itu, Arjuna justru berkaca-kaca sambil memandangi wajah manis istrinya. "Hati kamu terbuat dari apa sih? Mas beruntung bisa memiliki istri sebaik dan sepengertian kamu." Lalu, air mata Arjuna luruh begitu saja membasahi pipi.
Nara yang melihat itu, segera menghapus dengan tangannya. "Jangan menangis. Malu ih, dilihat banyak orang," kesal Nara sambil mencebikkan bibirnya. Walau dalam hati, dia begitu bahagia karena cinta Arjuna masih sama, terlepas dari adanya Nadya di antara mereka.
Arjuna pun mengecupi punggung tangan Nara berulangkali untuk mengungkapkan rasa terimakasih. "Bagaimana ini, Ra? Mas sudah gagal menjaga Beta, Mama, dan Kak Antika. Mas lelah," keluh Arjuna dengan mata yang sudah memerah.
Nara menatap mata teduh suaminya. "Ini bukan salah, Mas. Aku percaya, Mas sudah berusaha dengan sangat baik. Namun, hal-hal seperti itu adalah di luar kendali kita. Semua sudah Allah atur sebagaimana mestinya. Mas hanya perlu percaya, pasti ada hikmah di balik masalah yang datang."
Arjuna mengangguk membenarkan. "Sekarang Mas harus bersikap seperti apa pada Beta? Kini setiap mengingat dia, Rasanya Mas ingin marah. Mas tidak bisa menjalankan amanah Papa untuk menjaga Beta," sesal Arjuna tiada habisnya.
Nara menghembuskan napasnya lelah. "Kita harus periksakan Beta lebih dulu, Mas. Aku yakin, selama empat bulan ini dia belum periksa. Aku khawatir," jelas Nara mengatakan rencananya.
Arjuna menggusah napas lelah. "Astagfirullahalazim."
"Sabar, Mas. Kita pasti bisa menyelesaikan semua satu per satu. Aku akan selalu setia menemani Mas menghadapi semua," gumam Nara dengan mengulas senyum hangat yang menenangkan. Arjuna mengangguk lalu balas tersenyum.
"Oh iya. Nadya sendiri di rumah. Lebih baik Mas pulang. Mama biar aku yang jaga, Mas. Kasihan Nadya, dia sedang hamil," pinta Nara yang seketika membuat senyum Arjuna kembali datar.
Melihat itu, Nara mencubit perut Arjuna pelan hingga suaminya itu mengadu kesakitan. "Lagian, kenapa mukanya langsung ditekuk begitu sih? Jangan lupa, Nadya juga istri, Mas," kesal Nara sambil melirik tajam suaminya.
"Iya, iya. Kamu tidak apa-apa kalau yang jaga Mama?" tanya Arjuna memastikan.
"Tidak apa-apa, Mas. Ada Beta juga kan. Sekalian nanti aku akan bujuk dia untuk periksa." Mendengar jawaban sang Istri, Arjuna menggenggam jemari Nara yang masih bertaut dengan jemari miliknya.
"Terima kasih ya, Ra. Dari kamu, Mas tahu apa artinya kesempurnaan dalam rumah tangga," ucap Arjuna manis.
...----------------...
Malam sudah semakin larut. Suasana rumah sakit tampak sepi hingga suara jarum jam sangat jelas terdengar. Namun, hal itu tak cukup untuk membuat Nara terlelap. Dia tidak nyaman bila tidur bukan di kamar miliknya.
Ketika melihat ke arah jam dinding, waktu susah menunjukkan pukul satu dini hari. Nara menghela napas dan memilih bangkit dari double sofa yang memang tersedia di ruangan tersebut.
Dengkuran halus mampu Nara dengar dari Beta yang kini tertidur di sofa bed. Saat Nara melirik ke arah Bu Azni, ibu mertuanya itu masih setia terpejam sejak pukul enam sore. Mungkin, obat biusnya terlalu banyak. Namun, hal itu bisa membuat ibu mertuanya istirahat dengan cukup.
Nara turun dari sofa dan berjalan menuju kamar mandi untuk mengambil wudhu. Lebih baik Nara melakukan sholat tahajud dan memohon pertolongan kepada Allah.
Setelah urusannya selesai, Nara segera mendirikan sholat sunah. Entah berapa lama Nara larut dalam dzikir panjangnya ketika dia melihat Bu Azni berniat bangkit dari brankar.
"Mama sudah bangun?" tanya Nara lalu segera menyelesaikan doa. Setelah melepaskan mukenah, Nara mendekat pada Bu Azni yang kini masih terdiam dengan pandangan kosong. Wajahnya tampak pucat dengan kulit bibir yang kering.
"Mama butuh apa? Biar aku ambilkan," ucap Nara perhatian.
"Kamu pasti senang melihat Antika masuk penjara kan?" tanya Bu Azni tiba-tiba tanpa mengalihkan pandangannya yang sedang melamun.
Nara menggelengkan kepalanya tidak percaya. Tidak ingin berdebat, Nara mengambil gelas berisi air putih di samping ranjang untuk diberikan kepada Bu Azni.
"Minum dulu, Ma," ucap Nara lembut dengan mendekatkan gelas ke bibir Bu Azni. Namun, bukan penerimaan baik yang Nara dapatkan. Bu Azni justru mendorong gelas tersebut dengan kencang hingga terjatuh ke lantai. Suara benda pecah itu pun berhasil membangun tidur lelap Beta.
Nara menatap nanar pecahan gelas yang berserakan di lantai. Bibirnya tetap mengulas senyum walau dalam hati merasa begitu terluka.
"Kenapa Mama selalu bersikap buruk padaku? Apa salahku? Aku harus jadi seperti apa lagi agar bisa dianggap anak oleh Mama?" tanya Nara dengan mata yang berkaca-kaca.
"Sesekali aku juga ingin diperlakukan seperti Nadya. Mama begitu baik padanya," sambung Nara lagi yang tak dihiraukan oleh Bu Azni.
...VISUAL TOKOH-TOKOH BERBAGI SUAMI CHECK 👇👇...
...1. Inara Alfathunnissa...
...2. Arjuna Bagaswara...
...3. Nadya...
...Itu yang ada dalam pikiran ku yah... ...
...kalau kalian punya visual masing2 ya nggak masalah😘...