Berkisah tentang Alzena, seorang wanita sederhana yang mendadak harus menggantikan sepupunya, Kaira, dalam sebuah pernikahan dengan CEO tampan dan kaya bernama Ferdinan. Kaira, yang seharusnya dijodohkan dengan Ferdinan, memutuskan untuk melarikan diri di hari pernikahannya karena tidak ingin terikat dalam perjodohan. Di tengah situasi yang mendesak dan untuk menjaga nama baik keluarga, Alzena akhirnya bersedia menggantikan posisi Kaira, meskipun pernikahan ini bukanlah keinginannya.
Ferdinan, yang awalnya merasa kecewa karena calon istrinya berubah, terpaksa menjalani pernikahan dengan Alzena tanpa cinta. Mereka menjalani kehidupan pernikahan yang penuh canggung dan hambar, dengan perjanjian bahwa hubungan mereka hanyalah formalitas. Seiring berjalannya waktu, situasi mulai berubah ketika Ferdinan perlahan mengenal kebaikan hati dan ketulusan Alzena. Meskipun sering terjadi konflik akibat kepribadian mereka yang bertolak belakang, percikan rasa cinta mulai tumbuh di antara
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Amelia's Story, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 28 Pesiapan Ke pesta
Sesampainya di kantor, Ferdinan disambut oleh Farrel yang sudah siap dengan tablet di tangan, membaca daftar agenda yang telah disusun untuk hari itu. Farrel berjalan mendekat dan berkata dengan nada santai namun penuh profesionalisme, "Pagi, Bos. Hari ini cukup padat. Jadwal pertama adalah rapat dengan tim pemasaran, lalu makan siang dengan klien dari PT Silva. Dan... jangan lupa, malam ini ada pesta para pengusaha sekaligus ulang tahun putra salah satu mitra bisnis kita, Pak Aditya."
Ferdinan yang sedang duduk sambil membuka jas kerjanya tampak sedikit mengernyit. "Pesta? Ulang tahun?" gumamnya, lalu menatap Farrel. "Aku hampir lupa soal itu. Ada dress code atau aturan khusus?"
Farrel mengangguk. "Formal, seperti biasa. Acara ini juga menjadi ajang networking, jadi Anda harus membawa pasangan. Saya yakin Pak Aditya berharap Anda datang bersama Alzena," katanya sambil tersenyum kecil.
Ferdinan terdiam sejenak, lalu menghela napas panjang. "Baiklah. Pastikan undangannya sudah disiapkan. Aku akan bicara dengan Alzena nanti," jawabnya singkat.
Farrel, yang sudah terbiasa dengan sikap bosnya, tersenyum tipis. "Tentu, Bos. Saya akan memastikan semua beres. Tapi, mungkin Anda perlu mengingatkan Alzena lebih awal. Wanita biasanya butuh waktu lebih lama untuk bersiap," candanya sebelum melangkah keluar ruangan.
Ferdinan mengangguk kecil sambil memandangi layar komputernya, pikirannya mulai memutar rencana bagaimana membujuk Alzena agar bersedia menemaninya malam ini. "Semoga dia tidak menolak," gumamnya pelan.
Di sela-sela jadwal kerjanya yang padat, Ferdinan menyempatkan diri menelepon Alzena. Ia mengambil ponselnya dan menekan nomor Alzena. Beberapa dering kemudian, suara lembut Alzena terdengar di ujung telepon.
"Halo?" sapanya.
"Sayang," suara Ferdinan terdengar lebih lembut dari biasanya. "Malam ini kita diundang ke pesta ulang tahun putra salah satu mitra bisnis. Aku ingin kamu menemaniku. Semua dress sudah disiapkan oleh Farrel, jadi kamu tidak perlu khawatir."
Alzena terdiam sejenak, lalu terdengar suara tawa kecilnya. "Semua sudah disiapkan? Bahkan sebelum aku bilang iya?" tanyanya dengan nada menggoda.
Ferdinan tersenyum sambil menyandarkan punggungnya di kursi. "Tentu saja. Aku tahu kamu tidak akan menolak. Lagipula, aku ingin memperkenalkan istriku yang cantik di depan rekan-rekanku," katanya penuh percaya diri.
Alzena merasa hatinya menghangat mendengar kata-kata Ferdinan. "Baiklah, aku akan menemanimu. Aku senang bisa ikut. Terima kasih sudah memikirkan semuanya," jawabnya dengan nada tulus.
Ferdinan tersenyum puas. "Bagus. Aku akan pulang lebih awal nanti untuk menjemputmu. Sampai jumpa, sayang."
"Sampai jumpa," balas Alzena sebelum telepon ditutup.
Setelah panggilan berakhir, Alzena merasa antusias. Ia mulai memikirkan dress dan aksesori yang akan cocok dengan dress yang disiapkan Ferdinan. Pikirannya dipenuhi dengan bayangan malam yang mungkin akan menjadi momen istimewa bagi mereka berdua.
Alzena menutup telepon dari Ferdinan dengan perasaan bahagia. Namun, tanpa disadarinya, percakapan tersebut didengar oleh Dora, manajer yang sering bersikap sinis padanya.
"Hoooh, jadi dia punya rencana ya, oke aku bakal.gagalkan rencana itu, enak saja, sudah enggak masuk dua hari masa mau pulang siang!"Batin Dora.
"Oh, jadi kamu ada acara malam ini? Bagus, karena aku punya beberapa dokumen tambahan yang harus diselesaikan hari ini," ujar Dora sambil meletakkan setumpuk berkas di meja Alzena dengan senyuman palsu. "Pastikan semuanya selesai sebelum pulang, ya."
Alzena terkejut dengan tumpukan pekerjaan yang tiba-tiba diberikan kepadanya. Namun, ia menguatkan diri dan berkata dengan tenang, "Baik, Bu Dora. Saya akan menyelesaikannya."
Selama jam kerja, Alzena berfokus penuh pada tugasnya. Ia melewatkan waktu makan siang, hanya meneguk beberapa teguk air untuk mengganjal perutnya. Matanya terus menatap layar komputer, jarinya mengetik cepat, dan pikirannya hanya terpusat pada menyelesaikan tugas tepat waktu.
"Aku tidak boleh menyerah," gumam Alzena dalam hati, membayangkan wajah Ferdinan yang menunggunya untuk menghadiri pesta bersama. Ia tahu betapa pentingnya malam ini bagi suaminya, dan ia tidak ingin mengecewakan.
Sementara itu, beberapa rekan kerja memperhatikan kegigihan Alzena. Salah satu dari mereka mendekatinya.
"Alzena, kamu belum makan, kan? Ini aku bawakan roti. Setidaknya makan sedikit supaya kamu kuat," ujar rekan tersebut dengan simpati.
Alzena tersenyum lemah. "Terima kasih, tapi aku benar-benar harus menyelesaikan ini dulu. Aku akan makan nanti setelah semuanya selesai," jawabnya.
Waktu terus berlalu, dan akhirnya, tepat sebelum jam kerja berakhir, Alzena berhasil menyelesaikan semua tugas yang diberikan. Dengan napas lega, ia mengirim email terakhir dan merapikan mejanya.
"Sudah selesai, Bu Dora," lapornya dengan suara tenang. Dora hanya meliriknya dengan ekspresi dingin.
"Bagus. Jangan sampai ada kesalahan," ujar Dora sambil melangkah pergi.
Meski lelah, Alzena merasa puas karena ia berhasil menyelesaikan semuanya. Ia segera bergegas pulang, bersiap untuk pesta bersama Ferdinan, dengan hati yang penuh semangat meski tubuhnya terasa lelah.
Pukul lima sore, suasana di depan gedung perusahaan mendadak gempar. Sebuah mobil sport mewah dengan kilauan bodi yang sempurna terparkir dengan anggun. Karyawan yang keluar dari gedung terpesona melihat seorang pria tampan dan tinggi turun dari mobil, mengenakan kacamata hitam yang menambah pesona misteriusnya.
"Siapa itu? Tampaknya seperti seorang selebriti!" bisik salah seorang karyawan.
Ferdinan Klein berdiri dengan anggun di samping mobilnya, melirik arloji di pergelangan tangannya sambil menunggu. Namun, perhatiannya teralih saat melihat pintu lift terbuka. Alzena muncul dari dalam lift, berjalan bersama Bastian yang menawarkan tumpangan dengan sopan.
"Aku bisa mengantarmu pulang, Alzena. Lagipula, searah dengan jalanku," ujar Bastian dengan senyuman ramah.
"Mau ngapain tuh si Bastian, ngajak-ngajak istri gua," gumam Ferdinan
Namun, sebelum Alzena sempat menjawab, suara klakson mobil sport Ferdinan memecah keheningan. Klakson itu cukup keras hingga membuat semua orang di sekitar menoleh, termasuk Alzena dan Bastian. Ferdinan membuka kacamata hitamnya, menatap langsung ke arah mereka dengan ekspresi tajam.
"Tin tin tin."
Alzena, yang awalnya bingung, langsung mengenali sosok suaminya. Wajahnya sedikit memerah karena merasa perhatian banyak orang kini tertuju padanya.
"Terima kasih, Pak Bastian, tapi saya sudah dijemput," ujar Alzena sambil berjalan cepat menuju Ferdinan.
Bastian hanya bisa terpaku, menatap mobil mewah itu dengan alis berkerut. Dalam pikirannya, ia bertanya-tanya siapa pria itu dan apa hubungannya dengan Alzena.
"Itu... Ferdinan? ternyata... Alzena pacar Ferdinan? lalu Katerine?"Bastian hanya menggelengkan kepalanya.
Ferdinan menunggu hingga Alzena masuk ke dalam mobil sebelum melirik Bastian dengan ekspresi dingin namun penuh kemenangan. Ia menghidupkan mesin mobilnya dan melaju perlahan, meninggalkan Bastian yang berdiri termenung di depan gedung.
Di dalam mobil, Alzena mencuri pandang ke arah Ferdinan yang diam namun terlihat puas.
"Kenapa kau menjemputku dengan cara mencolok seperti ini?" tanya Alzena, mencoba memecah keheningan."Aku kan jadi malu, jadi pusat perhatian!"Alzena dengan mencebikkan bibirnya.
Ferdinan hanya tersenyum kecil, lalu menjawab santai, "Aku hanya memastikan semua orang tahu siapa yang menjemputmu, terutama orang-orang yang tidak seharusnya terlalu dekat."
Alzena menghela napas, merasa sedikit malu namun tersentuh oleh sikap posesif Ferdinan yang tidak biasa ia lihat sebelumnya.
"Kita mau kemana sekarang?"Alzena mengernyitkan keningnya karena dia merasa masih belum.ada persiapan.
"Pulang dulu, dibelakang sudah ada dress untuk kamu, mudah-mudahan kamu suka."Ferdinan mengangkat kedua alisnya.
"Apapun yang dibelikan suamiku, pasti aku akan suka karena dibeli dengan cinta."Alzena memberi lambang love dengan jarinya.
.----------------------
"Malam ini wanita itu harus hancur akan kutunjukkan dimana seharusnya dia berada."suara seorang wanita melalui sambungan seluler.
bersambung....
kalau kalian suka buku ini ,tolong kasih review atau ulasan dong, biar author makin semangat 🥰🥰