Hanya karena dipuji ketampanannya oleh seorang wanita, Miko justru menjadi target perundungan sang penguasa kampus dan teman-temannya.
Awalnya Miko memilih diam dan mengalah. Namun lama-kelamaan Miko semakin muak dan memilih menyerang balik sang penguasa kampus.
Namun, siapa sangka, akibat dari keberanian melawan penguasa kampus, Miko justru menemukan sebuah fakta tentang dirinya. Setelah fakta itu terungkap, kehidupan Miko pun berubah dan dia harus menghadapi berbagai masalah.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon rcancer, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Keributan Di Pagi Hari
Tangan Miko terkepal, seketika dadanya bergemuruh. Pemuda itu menoleh dan melayangkan tatapan tajam pada sekelompok anak muda yang tersenyum mengejek kepadanya.
"Kenapa? Tidak terima? Ayo pukul, kalau berani?" Salah satu dari mereka memprovokasi.
"Mana berani dia, hahaha..." celetuk yang lain. "Pasti dia takut berhadapan dengan kita. Hahaha..."
Sekumpulan anak muda berjumlah lima orang itu terbahak bersama penuh dengan ejekan.
"Takut? Sama tulang lunak seperti kalian?" ejek Miko, sinis
Seketika suara tawa mereka langsung mereda, berubah jadi wajah terkejut begitu mendengar ucapan yang dilontar Miko.
"Masa, sama tulang lunak, aku harus takut," dengan angkuh Miko membalas telak hingga berhasil memancing amarah lawan bicaranya.
"Apa kamu bilang!" bentak salah satu pria yang mengenakan kemeja maroon.
'Telinga kalian masih waras kan?" balas Miko semakin terdengar menjengkelkan.
"Sepertinya dia pengin dihajar lagi, Jo," ucap pemuda yang mengenakan kemeja hijau kotak-kotak.
"Sabar teman-teman. Kita tunggu Kelvin datang," balas anak muda yang dipanggil Jo.
"Kelvin? Hahahah..." Miko malah terbahak. "Ternyata kalian setia juga ya pada anak pengecut itu. Wajar sih. Karena kalian tuh punya kesamaan. Sama-sama cuma bisa ngandelin ketiak orang tuanya."
"Kurang ajar!" Salah satu dari lima anak muda itu terprovokasi, hingga dia langsung menyerang Miko. Dari serangannya jelas banget kalau anak muda itu emosi dengan sindiran yang keluar dari mulut Miko.
Miko seketika menyeringai dan dengan mudah, dia langsung menahan serangan temannya Kelvin dan melakukan serangan balik.
"Aaaa...." lawan Miko teriak sangat kencang setelah mendapat tendangan kaki Miko di pipi kanannya.
"Serang, teman-teman!"
Dan perkelahian pun tak terelakan, hingga mengundang beberapa orang untuk menyaksikannya.
"Ada apa tuh rame-rame?" tanya seorang wanita saat melewati pintu gerbang kampus.
"Belinda! Cepat ke sana! Miko lagi berkelahi," seru seorang teman kampus.
"Apa!" Belinda syok dan dia segera berlari. Tidak lupa dia pun segera menghubungi Aldo dan Didi untuk secepatnya datang ke lokasi dekat lapangan utama kampus.
"Hentikan!" teriak seorang dosen yang baru datang.
Dosen itu nampak kaget begitu melihat perkelahian di depan matanya. Dia segera berjalan cepat dan langsung melerai perkelahian lima lawan satu.
"Lagi-lagi kalian!" bentak sang dosen. "Miko! Kamu belum puas, bikin nama kampus buruk? Hah!"
"Hah! Aku?" Miko tercengang mendengarnya. Sementara lima pemuda lawan Miko tersenyum senang karena sudah bisa dipastikan pihak kampus akan membela mereka.
"Ya! Kamu!" Bentak seorang dosen. "Gara-gara kamu, nama baik kampus ini tercemar. Gara-gara kamu, kampus ini panen hujatan. Gara-gara kamu juga, kampus ini hampir kehilangan donatur utama yayasan. Masih kurang puas kamu, hah!"
Miko semakin terperangah.
"Udah, Pak, keluarin aja anak kaya gitu. Bikin malu aja," salah satu lawan Miko langsung memprovokasi.
"Bapak yakin, semua itu salah saya?" Miko pun tak tinggal diam. Dia jelas tidak mau mengalah begitu saja.
"Udah jelas-jelas itu semua salah kamu!" Bentak sang dosen.
"Mana buktinya? Tunjukan!" Miko semakin menantang.
"Kamu berani sama saya, hah!" Sang dosen membentak balik.
"Saya berani melawan, karena saya merasa tidak bersalah."
"Kurang ajar! Mulai hari ini saya keluarkan kamu dari kampus ini! Dan beasiswa untuk kamu, akan saya cabut, paham!"
"Silahkan! Siapa takut!"
"Ada apa ini ribut-ribut?" Datanglah pria lain yang merupakan pemimpin di kampus tersebut. Kelihatan sekali kalau pria itu juga baru datang.
"Selamat pagi, Pak Cakra," sapa sang dosen.
"Pagi," balas sang pemimpin kampus. "Ada apa ini Pak Tayo?"
"Ini, Pak, anak tak tahu diri. Udah beruntung dia bisa kuliah di kampus ini, eh malah terus-terusan bikin masalah. Saya harap Pak Cakra menindak anak ini dengan tegas. Bila perlu, keluarkan dia dari kampus kita, daripada nanti nama kampus kita semakin buruk, lebih baik, kita kehilangan mahasiswa seperti anak ini, Pak," adu Pak Tayo.
Pak Cakra sontak melempar tatapannya ke arah pemuda yang ditunjuk Pak Tayo.
"Keluarkan saja dia, Pak," celetuk salah satu pria yang tadi melawan Miko. "Dia orang yang sama, yang kemarin berkelahi dengan Kelvin, anaknya Tuan William Dixion, Pak."
Kening Pak Cakra langsung berkerut. "Siapa nama kamu?"
"Miko, Pak."
"Miko?" Pak Cakra sedikit terperangah. "Nama panjang?"
"Miko Angelo."
Pak Cakra kembali menunjukan raut wajah yang sama, lalu dia melempar tatapan ke arah Pak Tayo. "Sebaiknya anda segera minta maaf sama anak muda ini, Pak Tayo."
"Apa!" Pak Tayo terkejut bukan main. "Saya minta maaf sama dia? Bagaimana bisa? Dia kan..."
"Miko adalah cucunya Tuan Hendrick Dixion," ucap Pak Cakra tegas.
"Apa!" Bukan Pak Tayo saja yang terkejut, tapi semua yang ada di sana, termasuk lima pemuda yang tadi berkelahi dengan Miko.
"Bagaimana mungkin?" Pak Tayo nampak begitu syok.
Pak Cakra mengangguk. "Tuan Hendrick Dixion yang memberi perintah langsung kepada saya untuk menjaga cucunya yang asli."
"Cucunya yang asli? Lalu Kelvin?"
"Untuk itu saya tidak tahu, karena Kelvin sudah bukan urusan keluarga Dixion lagi," Pak Cakra melempar pandangan ke arah lima lawan Miko.
"Kalian, sebaiknya jangan bikin masalah lagi. Jika sampai kalian masih mengusik Miko, bisa jadi perusahaan orang tua kalian, akan gulung tikar, mengerti."
Kelima anak muda itu semakin terperangah dengan apa yang mereka dengar.
"Nak Miko, bisa ke ruangan saya sebentar? Ada yang harus saya sampaikan sama kamu."
"Baik, Pak, nanti saya menyusul," jawab Miko.
Pak Cakra mengangguk lalu dia pamit, meninggalkan semua orang yang masih diliputi rasa syok.
Kali ini giliran Miko yang tersenyum penuh kemenangan. "Jangan anggap masalah ini sudah selesai. Kalian harus membayar semua yang telah kalian lakukan selama ini, paham!" ancam Miko.
"Dan, untuk Pak Tayo yang terhormat, saya tidak akan mengadukan kelakukan anda kepada Kakek saya. Tapi, jika saya masih melihat ketidak adilan di kampus ini karena perbedaan status sosial, bapak siap-siap saja, kehilangan semua yang anda banggakan selama ini."
Pak Tayo semakin memucat.
Begitu selesai menyampaikan pesan, Miko langsung pergi, untuk menemui Pak Cakra, meninggalkan orang-orang yang masih diliputi rasa penasaran.
Sementara itu di lain tempat.
"Bagaimana?" tanya seorang pria yang saat ini duduk di kursi kebesarannya. "Apa kamu sudah menemukan identitas wanita itu."
"Belum, Tuan."
"Kenapa belum!" bentak pria yang sama.
"Maaf, Tuan, saya akan berusaha semaksimal mungkin untuk menemukannya," jawab pria lain yang ada di sana. "Tapi, sepertinya wanita itu ada hubungannya dengan William, Tuan?"
"Ada hubungan dengan William? Kamu yakin?"
Pria itu mengangguk. "Dari pantauan saya, sepertinya wanita itu sekarang berada di rumah William, Tuan."
"Apa! Bagaimana bisa? Lalu Renata?"
"Renata beberapa hari tidak kelihatan, Tuan. Dia seperti menghilang."
"Wow! Menarik," ucap sang Tuan. "Kalau begitu, cari Renata. Siapa tahu kita bisa memanfaatkannya untuk menghancurkan William."
"Siap, Tuan."
dikhianati org yg disayang memang amat sangat sulit sembuh, cinta 100% akan berubah menjadi benci 1000%