Rahim pengganti atau disebut sewa rahim atau dalam bahasa inggrisnya surogasi, satu kalimat yang sangat ilegal dilakukan di Indonesia tapi legal di luar negeri.
Menceritakan sebuah keluarga yang menantikan kehadiran buah hati selama hampir 5 tahun menikah.
Karena tak kunjung hamil dan sang mertua yang selalu menanyakan apakah sang menantu sudah ada tanda-tanda kehamipan apa belum.
Akhirnya dia meminta sang suami untuk mencari ibu pengganti untuk disewa rahimnya atau disebut rahim pengganti.
Ntah nanti akan dilakukan dengan cara surogasi tradisional ataupun surogasi gestasion.
Simak yuk kisahnya antara Nayra Arasyid, Devandra Ayasi, dan Maya Wardani.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon dewi widya, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Saya suaminya
"Baiklah, aku serahkan ke kamu. Tadi aku sudah hubungi Tuan Arthur dan dia menyanggupi."
"Tolong kerjakan dengan baik dan teliti, jangan sampai ada kesalahan. Aku percaya sama kinerjamu."
"Jangan lupa kirimkan kami baju." Devan mengakhiri sambungan telephone setelah orang diseberang sana mengiyakan.
"Kamu yakin gak kerja sayang?" tanya Maya sesaat setelah Devan mengakhiri percakapannya dengan sang asisten, Romi melalui telephone.
"Iya...Hari ini tidak begitu banyak pekerjaan juga. Cuma ada pertemuan dengan Tuan Arthur saja, untungnya dia tak masalah jika aku tak datang. Yang terpenting semua proposal kerjasama sudah siap tinggal dipresentasikan saja." jawab Devan yang masih terlihat sibuk dengan HPnya membaca dan membalas beberapa e-mail yang masuk tanpa melihat lawan bicaranya.
Maya yang melihat Devan sibuk dengan HPnya sendiri memilih duduk kembali ke sofa dan memainkan HP juga.
Nayra yang sudah sadar sejak tengah malam tadi terasa canggung harus bicara apa. Dia memilih diam saja, karena itu jauh lebih baik.
Flashback On
"Eehhhmmmm." Devan dan Maya menoleh ke arah brankar Nayra.
"Nayra" Devan mendekat ke brankar Nayra
"Kamu sudah sadar." Devan tersenyum mengusap lembut kepala Nayra
"Kamu masih pusing?" Nayra menggelengkan kepala lemah. Dia heran dan takut akan sikap dan perhatian yang Devan berikan. Apalagi disana juga ada Maya yang melihat interaksi mereka.
"Apanya yang masih terasa sakit? Apa perutnya masih sakit?" kedua tangan Devan kini beralih memegang tangan Nayra dan menggenggamnya. Mata Devan terlihat jelas jika dia begitu mengkhawatirkan keadaan Nayra.
"Eeemmm" Nayra berusaha melepas genggaman tangan Devan, dia takut jika Maya salah paham padanya.
"Kenapa?" Devan justru makin mengeratkan genggaman tangannya, menatap Nayra intens membuat Nayra menundukkan kepala tidak berani menatap Devan.
"Aku gak apa Kak." ucap Nayra lirih
"Kak tolong lepasin tangan Nayra. Nayra ingin minum." akhirnya Nayra menatap Devan juga memohon agar dilepaskan genggaman tangan Devan itu.
"Oh iya..maaf." Devan melepas genggaman tangannya pada Nayra dan segera mengambilkan Nayra minum.
"Ini..Ayo bangun dulu." Devan berusaha membantu Nayra untuk bangun dari tidurnya. Nayra yang memang masih terasa nyeri diperutnya hanya bisa pasrah. Soal Maya nanti dipikir lagi.
"Nayra bisa sendiri kak." Nayra menolak saat Devan akan membantunya minum. Dia sudah tidak enak hati dengan Maya, karena dari tadi Maya hanya diam dan menatap Nayra tajam.
"Terimakasih, Kak." ucap Nayra setelah meneguk habis air dalam gelas. Devan mengembalikan gelas ke tempat semula.
"Ini tadi ada obat, tapi kamu harus makan dulu baru minum obatnya." Devan memberikan Nayra sebungkus kue borek yang dia beli tadi.
Nayra menerima kue itu dan memakannya beberapa gigitan.
"Kenapa gak dihabiskan?" tanya Devan saat Nayra menyudahi makannya.
"Nayra kenyang Kak, dan ini juga sudah malam." Devan mengambil sisa kue yang dimakan Nayra, dia letakkan kembali di nakas dekat brankar Nayra.
"Minum dulu obatnya, habis itu bisa istirahat lagi." Nayra segera meminum obat yang Devan berikan.
"Sudah lebih baik kamu tidur lagi, ini sudah hampir tengah malam." Devan merapikan selimut yang menutupi sebagian tubuh Nayra.
Devan masih duduk disamping brankar Nayra. Dia memandang wajah Nayra yang sudah terlihat cerah kembali. Bibirnya yang tadi pucat kini sudah mulai berwarna kembali, warna bibir yang begitu Devan sukai dan juga tekstur bibir yang begitu Devan ingin memilikinya. Apalagi jika bibir itu bergerak terlihat begitu sexy dimata Devan.
"Bolehkah aku mencium bibir itu." batin Devan dalam hati.
Devan berkali-kali meneguk silivanya kasar tiap kali membayangkan dirinya memagut habis bibir Nayra yang menurutnya sangatlah manis. Oh Devan...bahkan kau belum pernah mencicipinya. Darimana kau tahu kalau bibir merah cery itu manis Devan.
"Sayang.." Maya yang dari tadi menahan rasa kesal, amarah, dan cemburu akhirnya bersuara juga.
Devan menoleh ke arah Maya, begitu juga Nayra yang tadi sudah sempat memejamkan mata untuk tidur kini terbuka kembali.
Maya melihat Nayra sesaat kemudian beralih ke Devan kembali.
"Kamu, lebih baik istirahat di sofa. Biar Nayra aku yang jaga." Maya berusaha menampakkan senyumnya meski itu sangatlah dia paksa.
"Nggak, kamu aja yang tidur di sofa biar aku disini." Devan menatap Maya dan memegang tangan Maya.
"Baiklah kalau itu mau kamu." Maya melepas tangan Devan dan mengambil kursi dan dia letakkan disamping Devan duduk.
"Kamu mau apa?" tanya Devan heran
"Aku mau tidur disini juga sama kamu." jawab Maya pendek.
"Baiklah ayo kita tidur di sofa." akhirnya Devan mengalah daripada dia berdebat dengan Maya dan mengganggu istirahat Nayra.
Flashback Off
Tok tok tok
Maya berjalan kearah pintu dan membukanya.
"Selamat pagi, May."
"Hmm" Maya membuka pintu lebar mempersilahkan tamunya masuk
"Selamat pagi, Bos. Ini pesanan anda." Romi meletakkan beberapa paper bag di atas meja.
"Hmm..makasih. Kau boleh langsung pergi dan urus semua dengan baik."
"Siap, Bos laksanakan." Romi beralih mendekat ke brankar Nayra.
"Pagi, Nayra." sapa Romi tanpa meninggalkan senyumnya.
"Pagi juga, Kak Romi." balas Nayra juga dengan senyum yang tak pernah dia tinggalkan.
"Lekas sembuh, kalau mau apa-apa bilang saja sama aku. Oke..!" Romi mengedipkan sebelah matanya membuat Nayra mengembangkan senyumnya hampir tertawa sampai dia harus menutupi senyumnya itu.
"Kenapa masih disini? Cepat pergi.!" Devan mendorong Romi keluar dari ruang rawat Nayra.
"Aishhh Bos inilah kalau cemburu gak tau tempat." gerutu Romi saat sudah keluar dari ruang rawat Nayra.
.............
"Permisi Tuan, Nyonya. Jadwal praktek dokter kandungan sudah dibuka, jadi saya akan membawa pasien kesana." suster perawat datang tepat saat Devan, Maya dan juga Nayra selesai makan.
"Oh iya sus." Devan mendekat ke brankar Nayra untuk membantu Nayra turun dari brankar.
"Aku bisa sendiri Kak." tolak Nayra lembut, karena dia merasa sudah baik-baik saja.
"Baiklah..!" Devan mengalah, namun dia tetap berjaga didekat Nayra takut kalau Nayra terjatuh.
Nayra duduk di kursi roda dan didorong suster perawat tadi meninggalkan ruang perawatan menuju tempat praktek dokter kandungan di ikuti Maya juga Devan.
"Mohon tunggu sebentar ya Nyonya, didalam masih ada pasien." ucap suster yang berjaga dimeja depan ruang praktek dokter kandungan.
Nayra mengangguk mengiyakan.
Devan berdiri di samping Nayra yang duduk di kursi roda. Dia mengelus pundak Nayra pelan dan lembut membuat Nayra menengadahkan kepalanya melihat Devan.
Devan tersenyum tipis saat Nayra melihat nya. "Semua akan baik-baik saja." ucap Devan tanpa suara.
Nayra mengangguk dan tersenyum manis membalas senyuman Devan. Mereka masih saling bertatapan tanpa memperdulikan Maya yang darahnya sudah mendidih dan siap untuk meledak.
"Nyonya Nayra Arasyid." Devan yang mendengar nama Nayra dipanggil langsung mendorong kursi roda yang diduduki Nayra diikuti Maya memasuki ruang praktek dokter kandungan.
"Permisi, Dok. Pasiennya sudah datang." Dokter yang bergelar Sp.OG(K)Fer. menengadahkan kepalanya melihat pasien yang datang tanpa meninggalkan senyum. Namun senyum Dokter itu menghilang bergantikan dengan wajah terkejut dan kaget. "Kok Rara ada disini?" batinnya.
Nayra pun sama, dia juga kaget bahkan langsung menutup mulutnya saking terkejutnya. "Jadi Salma dokternya." batin Nayra.
Cukup lama dalam keterkejutannya akhirnya Dokter Salma menyudahi keterkejutannya itu. Dia tersenyum canggung.
"Selamat pagi, ada yang bisa saya bantu?" tanya Dr. Salma dengan kini tatapannya tertuju pada Nayra. Nayra yang ditatap Salma hanya diam menunduk tidak berani membalas tatapan Salma.
"Ini Dok, pasien ada rujukan dari Dokter Vira untuk pemeriksaan karena sering nyeri pada perut saat m*nstruasi." suster memberikan surat rujukan itu kepada Dr. Salma. Setelah membacanya Dr. Salma beralih menatap Devan.
"Tuan siapanya pasien?" tanya Salma yang penasaran kenapa Nayra datang dengan orang asing.
"Saya suaminya."