Vivian, kelinci percobaan dari sebuah lembaga penelitian, kembali pada satu bulan sebelum terjadinya bencana akhir zaman.
selama 8 tahun berada di akhir zaman.
Vivian sudah puas melihat kebusukan sifat manusia yang terkadang lebih buas dari binatang buas itu sendiri.
setidaknya, binatang buas tidak akan memakan anak-anak mereka sendiri.
.
.
bagaimana kisah Vivian memulai perjalanan akhir zaman sambil membalaskan dendamnya?
.
jika suka yuk ikuti terus kisah ini.
terimakasih... 🙏🙏☺️😘
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Roditya, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 27. William mendapat masalah
Mendengar adanya suara tembakan dari dalam gudang. Dua penjaga yang tersisa di luar gudang ingin bergegas masuk untuk mengecek keadaan.
Tapi karena lengah, mereka akhirnya juga mati tertembak oleh Peter yang dari tadi masih bersembunyi di dekat mereka.
"Vivi apakah kamu baik-baik saja?"
Begitu memasuki gudang, hal pertama yang Kris dan Peter lihat adalah jenazah sepuluh penjaga yang berada di dalam gudang.
"Aku baik-baik saja." Vivian keluar dari persembunyian. "Apakah kalian sudah membereskan para penjaga di luar?" Tanya Vivian.
"Sudah beres. Aw." Kris baru menyadari bahwa ternyata lengan atasnya tertembak oleh peluru para penjaga.
"Apakah kamu baik-baik saja?." Vivian segera berlari ke arah Kris sambil membawa pertolongan darurat yang ia keluarkan dari ruang secara diam-diam.
"Bagaimana kamu bisa memiliki luka tembak seperti ini?. Dasar ceroboh!." Vivian mengomel sambil mengobati Kris dengan cekatan dan sedikit keras karena kesal.
Tapi Kris yang di obati justru cengengesan karena sangat bahagia Vivian memperdulikan keadaannya.
.
"Apakah kita sudah mengambil hal yang paling dibutuhkan saat ini?." Tanya Vivian sambil meletakkan sebuah ransel ke atas kapal.
"Sudah semuanya. Tinggal menunggu Peter yang masih menyelesaikan panggilan alam." Kris mulai menghidupkan mesin kapal.
"Kamu tunggu sebentar di sini. Aku juga akan menuntaskan panggilan alam sebentar." Tanpa menunggu jawaban dari Kris. Vivian segera turun dari kapal dan kembali ke arah gudang.
Sesampainya di dalam gudang. Vivian melihat ke kiri dan kanan memastikan bahwa tidak ada seorangpun yang melihat. Ia terkejut melihat bahwa banyak persediaan yang ternyata sudah menghilang.
"Mengapa kamu kembali ke sini?." Tanya Peter yang entah datang dari mana.
Terkejut. "Aku... Aku... Tunggu, barang-barang di sini banyak menghilang, apakah kamu juga... memiliki... ruang?." Tanya Vivian dengan tidak yakin.
"Juga? Apakah itu artinya kamu memiliki ruang juga."
Vivian dan Peter saling memandang dan mengerti apa yang dimaksud masing-masing.
"Tolong jangan ungkapkan ini kepada siapapun untuk saat ini." Pinta Vivian
"Begitu juga denganmu." Balas Peter.
Setelah mengetahui bahwa masing-masing dari mereka memiliki ruang, mereka segera memasukkan barang-barang yang tersisa ke dalam ruang yang mereka miliki masing-masing.
Vivian mendapat bagian sebelah kanan. Sedangkan Peter, mendapat bagian yang sebelah kiri.
"Ayo, kita segera kembali atau Kris akan khawatir." Vivian segera keluar dari gudang setelah menyelesaikan bagiannya.
.
Mengerutkan kening. "Kalian tidak janjian kan?. Kenapa kalian bisa muncul di saat yang bersamaan." kris menatap Vivian dan Peter dengan curiga.
Melompat ke atas kapal. "Apa yang kamu pikirkan didalam kepalamu itu?. Memangnya aku ada hubungan apa aku dengan Peter, kami bahkan baru mengenal beberapa hari yang lalu." Vivian mengambil posisi untuk istirahat di dalam badan kapal.
.
.
Tiga jam kemudian, mereka bertiga sampai di apartemen.
Saat ini apartemen sangat berisik. Para pengungsi yang sebelumnya mengikuti tim penyelamat, sekarang mereka kembali ke gedung tempat mereka tinggal. Tapi karena mereka awalnya memilih untuk pergi, jadi rumah yang sebelumnya mereka tempati sudah menjadi wilayah orang lain. Itulah sebabnya terjadi kericuhan di apartemen.
"Ck. Kenapa mereka datang kemari lagi?, Bukankah awalnya mereka sudah mengikuti tim penyelamat?." Kris melihat pemandangan di depannya dengan tidak senang.
"Memangnya berapa banyak manusia yang bisa ditampung oleh tim penyelamat dalam satu tempat. Di sana pasti lebih banyak perselisihan yang terjadi daripada di apartemen kita. Apakah kamu percaya?." Vivian keluar dari dalam kapal.
Melihat ke arah Vivian. "Memangnya aku pernah tidak mempercayaimu?." Kris bersiap mematikan mesin kapal.
"Kamu memang selalu mempercayaiku, tapi, terkadang kamu masih sedikit ragu. iya kan?."
"Hah..." Kris menghela nafas lelah karena dia berfikir pasti Vivian tidak terlalu mempercayai perkataanya.
Semakin dekat mereka bertiga dengan apartemen, semakin keras pula suara perdebatan yang dapat mereka dengar.
.
"Tidak bisa!. Ini adalah rumahku. Awalnya kalian hanya menumpang. Kenapa aku tidak bisa kembali ke rumahku sendiri ketika aku ingin kembali?!."
Seorang pria marah dengan sebuah keluarga yang menempati rumahnya.
"Kamu sudah meninggalkan apartemen mu untuk mengungsi bersama tim penyelamat. Mengapa kamu harus kembali saat ini?. Tidak bisa! aku sudah menempati rumah ini dan pemimpin apartemen sudah mengizinkannya. Seharusnya kamulah yang keluar."
Keluarga yang dimarahi oleh pria tersebut tetap tidak mau meninggalkan rumah sang pria.
"Bagaimana bisa kalian begitu tidak tahu malu mengambil rumah orang lain?."
Pria yang rumahnya di tempati itu tidak habis pikir dengan logika keluarga yang menempati rumahnya. Tapi, karena kalah jumlah, pria itu tidak berani bertindak gegabah.
Pertengkaran seperti itu terjadi di setiap tempat yang rumahnya sempat dipinjamkan oleh korban bencana yang sebelumnya mengikuti tim penyelamat.
.
"Sudahlah, kita jangan ikut campur urusan mereka. Salah mereka sendiri meminjamkan rumah kepada orang lain. Sedangkan mereka awalnya ingin mencari kehidupan yang lebih enak. Namun ternyata, kenyataannya berbeda dari yang mereka harapkan." Vivian memimpin untuk naik ke apartemen.
Ketika mereka melangkah di tangga yang menghubungkan antara lantai 20 dan lantai 21. Mereka bertiga mendengar keributan dari lantai atas.
.
"Bagaimana kamu bisa melukai ayahku!. Aku mengobati anakmu, dan ini adalah balasan dari perbuatanku yang menolongnya?." William marah melihat seorang janda mendorong ayahnya dengan keras ke lantai.
"Ayahmu lah yang tidak masuk akal. Itu hanya sepotong daging, dan anakku sangat ingin memakannya. Bagaimana orang tua bisa begitu pelit terhadap anak kecil?." Tidak mau kalah, janda itu justru balik memarahi William.
"Pergi! Pergi sekarang juga dari apartemenku!." Bentak William karena kesabarannya sudah habis.
Awalnya ia menerima ibu dan anak itu karena kasihan. Sehingga William membiarkan mereka untuk tinggal di apartemennya selama pengobatan sang anak.
Tapi siapa sangka
Kebaikannya hanya membawa keributan setiap hari di dalam apartemen. Yang terparah adalah hari ini. Mereka bahkan berani mendorong ayahnya ke lantai dengan keras hingga membuat sang ayah cedera.
"Bagaimana bisa kamu mengatakan hal seperti itu. Jika kamu berniat untuk menolong seseorang, kamu harus menolongnya hingga selesai." Janda itu tetap tidak mau pergi walaupun William dengan tegas mengusirnya.
"Ibu... Aku takut..."
Anak janda itu bersembunyi di belakang sang ibu dengan raut wajah ketakutan.
"Lihat." menunjuk ke arah William. "Kalian membuat anakku takut."
.
Mendengar keributan yang cukup keras dari apartemen William. Kris ingin membantunya.
"Kamu mau ke mana?." Vivian menahan tangan Kris yang ingin bergegas menuju ke apartemen William
"Aku ingin melihat situasi yang terjadi di dalam rumah William." Kris terlihat cemas.
"Biarkan saja, jika dia tidak bisa mengatasi rintangan seperti ini, maka ke depannya dia hanya akan menyusahkan kita saja." Vivian menarik Kris untuk pergi ke apartemen milik mereka.
"tapi..." Kris menoleh ke arah Peter.
Ternyata pemuda itu juga tidak peduli dengan apa yang terjadi di dalam apartemen William. Peter bahkan masih santai seperti biasanya dan langsung bergegas menuju apartemennya sendiri tanpa menoleh sedikitpun ke arah apartemen William.
Melihat Vivian dan Peter yang acuh. Kris hanya bisa ikut mengabaikan William dengan perasaan yang sangat tidak nyaman menghantuinya.
aku juga pengen hehe...
pengen juga punya ruang hehe
author juga terimakasih atas dukungannya 😊