Bertetangga dengan seseorang yang sangat kamu benci adalah sebuah musibah besar. Hal itulah yang dialami oleh Bara dan Zizi.
Parahnya lagi, mereka berdua harus menikah untuk mendapatkan harta warisan yang sangat banyak.
Mampukah keduanya berdamai untuk mendapatkan keuntungan atau malah sebaliknya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Bhebz, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 4 Boss Jomblo
Zizi langsung menutup mulutnya karena baru tersadar kalau pria yang ada di atas mobil itu adalah tetangga barunya yang sangat kasar dan pemarah. Bergegas ia meninggalkan tempat itu karena tak mau bertemu pandang dengan pria itu lagi.
"Dasar wanita murahan!" sarkas Bara dan sempat terdengar pada kuping Zizi. Gadis muda itu pun langsung menghentikan langkahnya kemudian berbalik. Ia menghampiri mobil Bara kemudian memukul body kendaraan itu dengan batu.
"Hey! Jaga mulut kamu ya! Aku memang suka barang-barang murah tapi aku bukan wanita murahan!"
"Cih!" decih Bara dengan ujung bibir terangkat. Ekspresinya benar-benar sangat menyebalkan meskipun tak sedikitpun mengurangi ketampanannya.
Eh?
"Gantikan nasi goreng aku yang sudah jatuh!" lanjut Zizi seraya memperlihatkan bungkusan nasi gorengnya yang sudah kotor.
"Modus!"
Bara lagi-lagi mendengus kasar tak peduli. Ia pun dengan santainya melanjutkan melajukan mobilnya ke arah rumahnya. Sedangkan Zizi hanya bisa mengepalkan tangannya kesal.
"Aaaaargh dasar tak punya perasaan!" teriak gadis itu seraya menghentakkan kakinya.
"Sabar mbak. Pak Bara memang gitu kok orangnya tapi aslinya dia baik. Mbak aja yang yang salah jalan," ucap seseorang yang ternyata menyaksikan adegan tadi.
Kedua mata bulat Zizi melotot tajam. Orang seperti itu dibilang baik? Rasanya ia sungguh tak percaya.
"Baik? Baiknya darimana coba?!" ucap gadis itu dengan wajah kesalnya.
Dan apa? Dia salah jalan?
Hellow?
Maksudnya gimana coba? Dimana-mana pejalan kaki gak pernah salah selama gak jalan di tengah jalan.
"Ibu ini fansnya orang itu ya?" tanya Zizi dengan tatapan curiga.
Wanita paruh baya itu hanya tersenyum tanpa mau menjawab. Wanita itu segera berlalu dari hadapan Zizi karena tak ingin ikut campur. Begitupun beberapa orang yang juga ada di tempat itu, yang semuanya adalah penghuni komplek perumahan itu.
Berurusan dengan seorang Bara, yang merupakan developer komplek perumahan itu memang harus bermental baja. Semua orang tahu siapa Bara Al Fayed. Pria itu sangat dingin dan bahkan jarang bersosial dengan orang lain. Dan sialnya adalah, pria itu adalah pimpinan mereka di perusahaan, jadi tak ada yang berani sedikitpun.
Zizi menghela nafasnya. Gadis itu pun menatap bungkusan nasinya, berharap tak ada yang berkurang di dalamnya. Eh, minimal rasanya masih seperti nasi goreng dan bukan nasi penyet.
Melanjutkan langkahnya dengan bersungut-sungut, ia pun berharap cepat sampai di rumahnya. Perutnya sudah sangat lapar sekarang.
Sesampainya ia di depan rumahnya, ia kembali bertemu dengan Bara yang ternyata sedang bersandar pada body mobilnya seraya bermain gadget.
Zizi tak mau mencari masalah lagi. Gadis itu pun langsung membuka pagar depan dan bersiap untuk masuk.
"Hey! Tunggu!" panggil Bara dengan suara beratnya.
Zizi tak menoleh tapi juga tidak melanjutkan langkahnya. Ia hanya diam menunggu. Takutnya bukan ia yang dipanggil dan akhirnya membuatnya semakin malu.
Sepi...
Tak ada lagi suara dari pria itu hingga ia merasakan punggungnya terasa sangat dingin. Apa jangan-jangan ia hanya berhalusinasi?
Apa jangan-jangan bukan ia yang dipanggil, dan ia hanya Ge Er?
Zizi pun berdehem kemudian melanjutkan langkahnya. Ia tak akan peduli lagi kalau pria itu memanggilnya.
"Kamu ngapain tinggal di komplek ini?"
Suara Bara kembali terdengar mengintimidasi.
Zizi tak ingin menjawab. Lagipula siapa pria ini yang terlalu ingin mencampuri urusan pribadinya. Memangnya dia kepala desa atau ketua RT?
Kalau bukan. Apa pula urusannya menanyakan tentang hal pribadi seperti itu?
Aneh..
"Apa kamu tahu, kalau hanya orang-orang baik yang boleh tinggal di komplek ini?"
Zizi hanya membuang nafasnya kasar. Ia mulai merasa tersinggung dengan perkataan pria itu padanya.
"Untuk wanita seperti kamu yang bisanya merusak keluarga orang lain. Sebaiknya kamu tidak tinggal di sini."
Zizi merasakan kupingnya memanas dan berasap. Akan tetapi ia belum ingin membalas. Saat ini perutnya lebih penting untuk diisi. Dan ya, ia juga butuh tenaga ekstra untuk melawan pria sok tampan itu.
"Dan ingat! Jangan sekali-kali berharap profesimu sebagai pelakor akan kamu gunakan lagi di tempat ini!"
Zizi tak tahan lagi. Ia pun berbalik dan menatap Bara dengan mata berkilat marah. Akan tetapi ia tak sanggup untuk mengatakan apa yang ingin diucapkannya. Hanya airmatanya yang tiba-tiba saja keluar dan tak bisa lagi ia tahan.
"Kenapa? Kamu ingin membela diri wanita murahan?!"
Plak!
Satu tamparan keras dari telapak tangan Zizi langsung mendarat pada pipi Bara. Setelah itu ia pun langsung berlari masuk ke dalam rumahnya dengan membanting pintunya.
"Awas kamu!"
Bara menyentuh pipinya yang terasa sangat panas. Emosinya sudah sampai di ubun-ubun. Kebenciannya pada gadis itu sudah tak bisa ditolerir lagi. Seumur hidupnya, ia tak pernah mendapatkan hal seperti ini dari siapa pun.
Pria itu pun langsung menelpon Devano, orang kepercayaannya.
"Jangan biarkan ada seorang pun yang mengisi rumah yang ada di depan rumahku!" teriaknya marah.
"Bukannya memang sudah kosong sejak dulu ya pak?" balas Devano dari ujung sambungan.
"Kamu kesini sekarang dan usir wanita itu keluar!" titah Bara kemudian menutup panggilan itu sepihak.
Devano yang sedang kencan malam minggu dengan pacarnya hanya bisa menghela nafas berat. Itu artinya, rencananya untuk berduaan dengan sang kekasih akan terganggu lagi.
Drttt
Drttt
Devano berdecak. Handphonenya kembali berbunyi dan itu adalah panggilan darurat dari Bara, sang bos.
"Jangan diangkat Dev. Biarkan saja," ucap Gea dengan wajah kesal.
"Kalo aku dipecat, gimana?" tatap Devano dengan wajah stresnya. Bara pasti akan mengancam akan memecatnya kalau tidak patuh.
Gea langsung berubah semakin kesal. Inilah yang ia tidak suka jika pacaran dengan seorang asisten, hidupnya akan diatur terus dan tak punya keputusan sendiri.
Dalam hati ia bersumpah untuk mendapatkan Bara agar ia bisa menendang Devano yang tak punya kedudukan yang bagus.
Drttt
Drttt
Handphone Devano berbunyi lagi dengan sangat tak sabar. Devano menatap handphonenya dan Gea bergantian.
"Gitu tuh kalo punya bos jomblo!" gerutu Gea dengan bibir manyun.
"Jadi?" tanya Devano meminta pendapat.
"Ya udah angkat aja," ucap Gea meskipun tak ikhlas. Devano pun mengangkat telepon dari Bara dengan kuping yang sudah ia persiapkan akan mendapatkan teriakan.
"Pokoknya malam ini, kamu harus mengosongkan rumah nomor 6!" titah Bara dengan nada tinggi.
"Iya siap pak."
"Sekarang ya, aku tunggu!"
"Iya pak. Aku berangkat sekarang."
"Bagus!"
Dengan terpaksa, Devano meninggalkan Gea yang menunjukkan wajah kesalnya. Acara malam ini yang sudah lama ia rencanakan otomatis gagal lagi.
Cincin berlian yang akan ia sematkan di jari Gea saat ia melamar gadis itu sudah pasti batal lagi.
Devano pergi meninggalkan Gea dan lebih memilih Bara, sang boss.
"Aku benci pacaran dengan asisten," geram Gea dengan pikiran berkelana pada sosok Bara yang lebih segala-galanya daripada Devano.
🌻
Like Like Like
trus devano gimana dong, ..ga kasian, dia blm kesurga thor 😀