Bagi seorang anak baik buruknya orang tua, mereka adalah dunianya. Mereka tumpuan hidup mereka. Sumber kasih sayang dan cinta. Akan, tetapi sengaja atau tidak, terkadang banyak orang tua yang tidak mampu berlaku adil kepada putra-putri mereka. Seperti halnya Allisya. Si bungsu yang kerap kali merasa tersisih. Anak yang selalu merasa dirinya diabaikan, dan anak yang selalu merasa tidak mendapatkan kasih sayang.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lianali, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 35
"Maaf bay, saya duluan ke kelas, Assalamu'alaikum," ucap Mira salah tingkah, lalu beranjak pergi meninggalkan Bayu. Kakinya rasanya bergetar, untung saja dia masih mampu menyeimbangkan kakinya.
"Astaghfirullah, tahan-tahan Mira, ini ujian," ucap Mira sepanjang jalan.
"Ternyata benar kata orang-orang, kalau yang ngajak maksiat adalah orang yang tidak di sukai maka diri bisa dengan mudah menolak, tetapi kalau orang yang di suka yang mengajak untuk maksiat rasanya sangat sulit untuk menolak, bahkan rasanya diri ini tidak ikhlas untuk menolak, istighfar Mira. Pacaran itu haram. Istighfar, jangan sampai rasa kecintaan mu terhadap manusia, melampaui rasa cintamu kepada Tuhanmu Mira," ujar Mira, memperingatkan dirinya sendiri. Sesampainya di kelas, dia langsung meraih botol minumnya dan langsung minum, ia masih terus beristighfar. Lalu meminum sangat banyak air.
"Kamu kenapa Mir, seperti di kejar-kejar hantu saja," tanya Fani, yang baru saja datang dari luar.
Mira mengatur pernafasannya, lalu menenangkan dirinya.
"Tidak, tidak ada apa apa Fan, aku habis lari-lari, ku kira sudah masuk, ternyata belum, hehehhe" ucap Mira berbohong.
"Lah emang kamu dari mana sampai sampai tidak dengar bel. Kalau masukkan pasti suara bel sudah terdengar," ucap Fani, ia mengira Mira berkata sejujurnya.
"Ya sih, tapi kan kadang juga belnya nggak kedengaran," ucap Mira terkekeh.
"Iya deh, udah ah, yuk duduk duduk di luar, kalau kamu duduk di kelas, nanti kalau ada yang hilang nanti kamu di tuduh lagi jadi malingnya," ujar Fani seraya menarik tangan Mira keluar, Mira hanya mengikut saja.
Sedangkan Bayu masih duduk di bawah pohon rindang, tempat Mira duduk tadi. Sepeninggal Mira, Bayu masih salah tingkah. Dirinya beberapa kali menyalahkan dirinya sendiri, ia merasa tidak seharusnya ia mengatakan kalimat singkat itu kepada Mira.
"Bodoh kamu Bayu, seharusnya tadi kamu nggak perlu bicara begitu, seharusnya kamu nunggu waktu yang tepat," gerutu Bayu kepada dirinya sendiri.
"Tenyata kamu di sini bay, pantesan kami cariin kemana-mana nggak jumpa," ucap Rian sambil menepuk bahu Bayu.
"Bener nih, parah lu pergi nggak bilang-bilang kita, tau-taunya malah menyendiri di sini," sambung Aldi.
"Aku sendiri di sini, menunggumu sampai akhir nanti,"
"Lah, si Bagas malah nyanyi," tukas Aldi.
"Eh, gimana sama si Gading, kok bisa-bisanya sih dia buat di Mira jadi taruhan, pake bilang kalau dia menang kamu harus jauhin Mira lagi. Emangnya siapa juga yang deket-deket sama si Mira, kelas jelas kamu deketnya sama si Sinta," ujar Rian, bibirnya mengerucut, tidak terima Bayu sahabatnya di tuduh olah Gading deket-deket sama si Mira.
"Ya, namanya juga cari perhatian, maklum, murid baru kan?" Ujar Bayu simpel.
"Bener banget tu bay, si Gading itu cuman pansos sama kamu, karena kamu kan siswa populer di sekolah ini. Jadi, dia mau numpang tenar, belum cukup apa dia tenar karena harta orang tuanya," ujar Bagas.
"Sudah, si Gading itu nggak usah di bahas lagi, kelas yuk," ujar Bayu.
Bagas, Aldi, Rian, pun mengangguk, dan pergi menuju ke kelas.
"Eh, Mira, itu Si Bayu, nggak yangka deh dia tadi bisa segitunya sama kamu," ucap Fani kepada Mira, tatkala Bayu dan teman-temannya berjalan menuju kelas.
"Kamu seperti tidak kenal Bayu aja, dia kan memang baik orangnya, dia tidak hanya baik sama aku, tapi sama yang lainnya juga. Dia kan ketua OSIS jadi maklum saja jika dia berusaha menenangkan suasana kalau ada yang membuat kericuhan seperti yang di lakukan Gading tadi," ucap Mira, namun Mira hanya menatap Bayu dan teman-temannya sekilas saja, lalu dia kembali menunduk. Hatinya dak dik duk tidak karuan, tatkala Bayu hendak lewat dari sampingnya. Ia berusaha melupakan percakapan yang tadi terjadi di bawah pohon rindang, namun tampaknya melupakan hal itu tidak segampang melupakan rumus matematika.
"Eh, Mir, kamu bilangin sama Si Gading kalau si Bayu nggak pernah deketin kamu, jadi si Gading nggak usah nantangin Bayu, karena si Gading nggak bakal menang juga kalau melawan Bayu main basket," ujar Aldi, saat lewat dari hadapan Mira. Mira tidak menjawab, ia hanya menunduk saja.
Bayu yang mendengar hal itu tidak bereaksi apa-apa, ia memilih untuk terlebih dahulu masuk ke dalam kelas. Kemudian di ikuti dengan yang lainnya.
"Eh Bay, kamu nggak boleh terlalu baik sama si Mira, kamu harus mengingatkan dia," ujar Aldi
"Bener itu yang dikatakan sama si Aldi Bay, kamu memang nggak boleh terlalu baik sama si Mira," dukung Rian.
"Baik bagaimana maksudnya," tanya Bayu berpura-pura tidak mengerti.
"Iya baik Bay, mestinya kamu memperingatkan si Mira, agar si Mira memperingatkan si Gading, agar lain kali si Gading lebih sopan sama kamu," ujar Aldi.
"Aldi ada benner nya juga Bay. Terus tadi di lapangan mestinya kamu langsung tolak aja tuh tawaran si Gading. Bilangin kalau kamu nggak mau bermain, sebab taruhannya nggak menarik, terlebih kamu juga nggak pernah deket-deket sama si Mira," ucap Bagas.
"Bener banget tuh kata si Bagas, bay. Kamu benar-benar harus memperingatkan si Mira, mumpung lagi free less begini, dan dia juga ada di depan kelas sama si Fani, mumpung nggak rame," ujar Rian.
"Ya enggak perlu lah, nanti juga kita nggak akan jumpa lagi kan sama si Mira, ngapain saya ngingatin dia," ucap Bayu santai sambil meneguk air minumnya.
"Maksudnya Bay?" Aldi tidak mengerti apa maksud Bayu, begitu pula dengan Bagas dan Rian.
"Iya, sebentar lagi Mira bakalan pindah. Tadi kami nggak sengaja jumpa di lorong kelas yang mau ke perpustakaan. Dia mau balikin buku yang pernah dia pinjam dari perpustakaan, sebab secepatnya orang tuanya akan mengurus kepindahannya dari sekolah ini. Makanya aku bersikap baik sama dia, karena aku tahu nggak lama lagi dia nggak akan sekolah lagi di sini," ucap Bayu, suaranya mulai parau, namun dia berusaha untuk menyembunyikan kesedihannya dengan langsung meneguk air minum sebanyak-banyaknya.
"Pindah?" ucap Bagas, "pindah kemana Bay? Terus kenapa dia pindah dari sekolah ini? Dia ada masalah?" Sambung Bagas.
"Ya, elah Bagas kamu nanyanya satu-satu donk, Bayu bingung tuh mau jawab yang mana," ujar Aldi.
"Iya maaf, tapi aku penasaran kok Mira mau pindah padahal kan sudah tanggung, sudah kelas tiga, sebentar lagi bakalan ujian semester, lalu tak berapa lama lagi Ujian kelulusan sekolah," ujar Bagas.
"Mengenai Mira pindah ke mana, alasannya kenapa dia pindah, aku tidak tahu. Lagipula aku juga tidak mau tahu, kalau dia mau pindah ya pindah aja, kan kita juga tidak dirugikan sama sekali meskipun dia pindah atau tidak," ucap Bayu, padahal hatinya sangat berharap Mira batal Pindah. Sebab jika Mira pindah, maka dirinya merasa bahwa dirinyalah yang paling berduka dan kecewa atas kepindahan Mira.
"Bener juga sih yang kamu bilang Bay, lagipula Mira bukan apa-apa di sekolah, jadi biarin aja deh dia pindah, kita nggak usah ngurusin dia," ujar Bagas.
Bayu hanya mengangguk, begitupula dengan Aldi dan Rian.
Tiba-tiba saja Mira masuk, perhatian Bayu langsung tertarik ke pada Mira. Sedangkan Mira tidak menatap Bayu sama sekali.