Bagaimana perasaanmu jika istri yang sangat kamu cintai malah menjodohkan mu dengan seorang wanita dengan alasan menginginkan seorang anak.
Ya inilah yang dirasakan Bima. Dena, sang istri telah menyiapkan sebuah pernikahan untuknya dengan seorang gadis yang bernama Lily, tanpa sepengetahuan dirinya.
Bima sakit hati, bagaimanapun juga dia sangat mencintai istrinya, meskipun ia tahu sang istri tidak bisa memberikannya keturunan.
Bisakah Lily berharap Bima akan mencintainya? Meskipun Bima sangat dingin padanya, tapi Lily telah berjanji satu hal pada Dena. Sanggupkah Lily menepati janjinya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon trias wardani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
bab 4
"Mas cepat dong nanti terlambat!" Dena merebut dasi yang akan Bima kenakan, lalu memasangkannya di lehernya. Dengan cekatan dia membantu Bima bersiap dengan baik. Bima hanya terlihat lesu melihat wajah istrinya yang semakin lama semakin tirus sangat bersemangat dengan acara yang akan mereka hadiri.
Tangan kekar Bima melingkar di pinggang sang istri lalu kepalanya ia dekatkan dan ia simpan di pundak Dena.
"Gak usah berangkat ya!" terlihat sekali kalau Bima sangat malas. Ingin rasanya ia mengangkat tubuh Dena dan menenggelamkan istrinya di bawah pelukannya di atas kasur. Bima mulai melancarkan aksinya, menciumi leher sang istri dengan mesra. Biasanya Dena tidak pernah tahan jika ia melakukan ini dan mereka akan berakhir di atas ranjang. Sebenarnya sudah hampir seminggu ini Bima tidak mendapatkan jatah dari istrinya. Nafsunya sudah sangat menggebu apalagi Dena dengan kecantikan dan aroma yang selalu ia sukai membuatnya selalu tidak tahan.
"Eughhh." satu desahan lolos dari bibir Dena, membuat Bima semakin liar memainkan bibirnya di leher jenjang sang istri. Bima merasa senang karena sebentar lagi pasti mereka akan melakukan adegan dewasa yang sangat Bima sukai. Bahkan 'adik kecil'-nya kini sudah tidak kecil lagi.
Beberapa saat mereka tenggelam dalam permainan mereka. Bima semakin tersenyum lebar karena istrinya tidak melawan saat ia membuka resleting gaun yang di kenakannya. Melorotlah sudah gaun yag di kenakan Dena hingga ke pinggang dan memperlihatkan tubuh bagian atasnya yang selalu di sukai Bima. Tidak. Semua bagian Bima suka!
Bima menyeringai saat Dena juga menikmati permainannya. Perlahan tapi pasti ia menuntun istrinya ke atas ranjang, dan kembali menciumi seluruh bagian yang menjadi favoritnya.
Desahan demi desahan terlontar dari bibir ranum Dena, membuat Bima semakin menggila.
Drrrtt.
Dering hp berbunyi beberapa kali membuyarkan permainan dia insan itu. Dena tersadar mendorong tubuh Bima yang berada di atasnya hingga Bima terjatuh ke samping.
"Iya dek?"
"..."
"Oh, oke kami gak lama sampai koq."
"..."
"Iya. Pesan saja duluan ya."
"..."
"Sampai bertemu di sana."
Telfon di tutup. Bima mendecih tidak suka karena telfon itu mengganggu aktifitasnya. Dena berdiri lalu menaikan dress yang ada di pinggangnya sembari mengomel pada suaminya. Seandainya mereka tidak melakukan hal seperti tadi tentulah pastinya mereka sudah sampai di tempat tujuannya.
"Mas gak mau tahu apa gimana gadis yang akan jadi madu aku?" Seakan tanpa beban Dena mengucapkan kalimat itu. Kalimat yang membuat hati Bima merasa sakit tapi tak berdarah.
Bima hanya mengangkat kedua bahunya. Pandangannya tak lepas dari jalanan di depannya.
"Bener mas gak penasaran?"
"Buat apa penasaran. Bukanya selama ini yang kamu pilihkan selalu yang terbaik?"
Dena tertawa renyah. "Kalau gadis itu punya tompel besar di pipi, mas mau terima?"
"Emang iya dia punya?"
Dena kembali tertawa. Suaminya tidak bisa di ajak bercanda sama sekali. Sangat serius dengan jalan di depannya.
Mereka terdiam, suasana menjadi hening beberapa saat. Dena menatap ke samping, deretan bangunan tertinggal dengan cepat di luar sana. Hatinya terasa perih, tentu saja. Sebagai seorang istri siapalah yang rela suaminya membagi cinta. Tapi Dena harus kuat kan! Dia sudah memutuskan untuk semua ini.
Bima mengambil tangan Dena yang berada di atas pahanya, lalu menciumi punggung tangan wanitanya itu. Ini bukan hal mudah untuk keduanya.
Mereka sudah sampai di tempat yang di tuju. Berat rasanya untuk keduanya turun dari mobil ini. Tapi Dena menguatkan hatinya.
"Ayo mas!" Dena lebih dulu keluar dan menunggu Bima. Terlihat sekali Bima enggan untuk turun, tapi senyuman di wajah Dena membuatnya luluh.
"Aku mau ke toilet dulu." Dena mengangguk dan melangkah ke sebuah meja. Seorang wanita muda menyambutnya dengan sopan. Mereka saling berpelukan seakan sudah sangat lama sekali tidak bertemu.
Semangat thor 💪💪