Veltika Chiara Andung tak pernah membayangkan hidupnya akan jungkir balik dalam sekejap. Di usia senja, ayahnya memutuskan menikah lagi dengan seorang perempuan misterius yang memiliki anak lelaki bernama Denis Irwin Jatmiko. Namun, tak ada yang lebih mengejutkan dibanding fakta bahwa Denis adalah pria yang pernah mengisi malam-malam rahasia Veltika.
Kini, Veltika harus menghadapi kenyataan menjadi saudara tiri Denis, sambil menyembunyikan kebenaran di balik hubungan mereka. Di tengah konflik keluarga yang rumit, masa lalu mereka perlahan kembali menyeruak, mengguncang hati Veltika.
Akankah hubungan terlarang ini menjadi bumerang, atau malah membawa mereka pada takdir yang tak terduga?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon NinLugas, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Rahasia di balik Takdir
Caroline duduk di sudut ruangan dengan mata yang sembab, menatap foto-foto lama yang tersimpan dalam album usang. Setiap halaman yang ia buka membawa kenangan akan Mawar, kakak perempuan yang pernah menjadi bagian penting dalam hidupnya. Mawar yang ceria dan penuh semangat, perlahan berubah menjadi sosok yang rapuh ketika penyakit mulai menggerogoti tubuhnya.
Air mata Caroline jatuh tanpa henti saat ia mengingat malam-malam panjang yang dihabiskannya di sisi tempat tidur Mawar. Kakaknya sering kali terjaga di tengah malam, menggenggam tangan Caroline dengan erat, seolah takut kehilangan pijakan dalam hidupnya. "Caroline… bagaimana Veltika? Apa dia bahagia?" Itulah pertanyaan yang selalu keluar dari bibir Mawar yang semakin pucat.
Caroline menghela napas berat, mengingat betapa sering Mawar bercerita tentang Veltika kecil bayi yang terpaksa ia serahkan kepada Andung demi masa depan yang lebih baik. "Dia cantik, Carol... seindah namanya. Veltika akan tumbuh menjadi wanita yang kuat," kata Mawar dengan suara lemah, matanya penuh harap dan cinta yang tidak pernah pudar.
Caroline ingat bagaimana Mawar selalu memikirkan Veltika, meski mereka terpisah jarak dan waktu. Setiap kali Caroline datang menjenguk, Mawar selalu bertanya, “Apakah Andung merawatnya dengan baik? Apakah Veltika sehat?” Pertanyaan-pertanyaan itu membuat Caroline merasa bersalah, karena ia tahu Mawar tak pernah benar-benar bisa menjadi ibu untuk putrinya sendiri.
Di hari-hari terakhir hidupnya, Mawar semakin sering berbicara tentang Veltika. “Aku ingin melihatnya… setidaknya sekali saja sebelum aku pergi…” ucap Mawar dengan suara yang hampir tidak terdengar. Caroline hanya bisa menangis dalam diam, karena ia tahu keinginan itu mustahil. Andung telah membangun kehidupan baru bersama Veltika, dan Mawar tak lagi menjadi bagian dari cerita itu.
Saat Mawar akhirnya menghembuskan napas terakhir, Caroline berjanji dalam hati bahwa ia akan menjaga rahasia ini, demi melindungi semua orang yang terlibat. Namun, beban janji itu semakin berat seiring berjalannya waktu. Melihat Veltika tumbuh dewasa, mengenalnya dari kejauhan tanpa bisa mengungkapkan kebenaran, membuat hati Caroline terluka lebih dalam.
Kini, melihat Veltika dan Denis bersama, Caroline merasa hatinya terkoyak. Bagaimana mungkin mereka bisa bersama? Hubungan mereka terlalu rumit, terikat oleh rahasia yang tidak pernah diceritakan. "Maafkan aku, Mawar," bisik Caroline di antara isak tangisnya. "Aku tidak bisa melindungi mereka dari kebenaran ini."
***
Ayah Denis merasa jantungnya nyaris berhenti berdetak saat mendengar permintaan istrinya, Caroline. Kanker rahim stadium 4 yang baru saja didiagnosis pada Caroline seperti tamparan keras bagi keluarga mereka. Namun, yang lebih menyakitkan lagi adalah permintaan Caroline untuk bertemu dengan Nadin, wanita yang telah lama menjadi bagian dari masa lalunya. Nadin, ibu kandung Veltika, adalah seseorang yang tak hanya memiliki sejarah panjang dengan Andung, tetapi juga dengan Caroline sendiri.
Mawar menginginkan pertemuan itu untuk mendapatkan penuturan dari Nadin, sesuatu yang telah lama ia pendam. Keinginan itu seolah menjadi satu-satunya cara baginya untuk menuntaskan luka masa lalu yang terus menghantuinya. Tapi bagi Ayah Denis, ini bukan sekadar pertemuan biasa. Nadin bukan hanya orang yang pernah mencuri hatinya, tetapi juga bagian dari rahasia yang telah lama terkubur dalam-dalam. Bagaimana jika pertemuan itu membuka kembali kenangan lama yang seharusnya tetap terkubur?
Di sisi lain, Ayah Denis merasa bingung dan frustasi. Dia ingin sekali memberikan yang terbaik untuk istrinya, tapi juga sadar bahwa pertemuan ini bisa membawa konsekuensi besar bagi keluarga mereka. Setiap langkah yang diambil seakan membawa mereka lebih dalam ke dalam pusaran kenangan yang penuh dengan konflik dan ketegangan. Namun, keinginan Mawar untuk bertemu Nadin akhirnya membuatnya tak bisa menghindar lebih lama lagi.
Mawar menatap Veltika yang duduk di sampingnya, sekarang sudah beranjak sepuluh tahun, tumbuh menjadi gadis kecil yang cantik, dengan mata yang penuh rasa ingin tahu dan senyum yang cerah. Rasa bangga dan cemas bersamaan menghantui hati Mawar. Setiap kali ia melihat putrinya, kenangan masa lalu, saat ia harus meninggalkan bayi kecil itu untuk kehidupan yang jauh berbeda, kembali menguat. Veltika seharusnya berada di pelukannya, tumbuh di bawah asuhannya. Namun, kenyataan berkata lain, dan Mawar hanya bisa menyaksikan jarak yang terbentang begitu jauh di antara mereka.
Di sisi lain, di ruang rumah sakit yang hening, Mawar terbaring lemah. Tubuhnya kurus dan tampak kelelahan, namun di matanya ada keteguhan. Walau tak pernah ada kata-kata yang keluar dari mulutnya, Nadin bisa merasakan penderitaan yang dialami Mawar selama bertahun-tahun. Seiring dengan setiap nafas Mawar, Nadin merasakan beban yang begitu berat, tidak hanya untuk dirinya, tetapi juga untuk Veltika yang terpaksa kehilangan banyak hal. Hatinya terguncang melihat wanita yang pernah menjadi sahabat dekatnya kini terbaring tak berdaya, berjuang melawan penyakit yang semakin menggerogoti.
Di sudut lain ruang rumah sakit, Denis kecil tampak ceria, bermain dengan bola kecil di sofa kamar rumah sakit yang sepi. Meskipun situasi di sekitar tidaklah mudah, Denis kecil masih bisa menemukan kebahagiaan sederhana dalam permainan. Nadin tidak bisa menahan rasa sakit yang tiba-tiba menghimpit dada. Denis, anak dari seorang pria yang pernah ia cintai, kini seolah mengabaikan fakta bahwa ada hubungan rumit yang membelit keluarga mereka. Seiring dengan tawa riangnya, Nadin menyadari betapa banyak yang telah berubah, dan betapa sedikit yang bisa ia lakukan untuk memperbaiki semuanya.
"Aku pikir, aku dan Haris tidak berjodoh dan malah menikah dengan Andung yang ternyata kekasihmu." Ucap Nadin kepada Mawar.
"Maafkan aku Nadin, aku tidak tahu Haris adalah pacarmu." Ucapnya dengan nafas melalui selang oksigen.
Nadin menatap Mawar dengan mata yang penuh penyesalan. Selama bertahun-tahun, ia memendam perasaan sakit dan kebingungannya tentang hubungan yang terjalin antara Haris dan Andung. Semua yang terjadi, seolah-olah tak ada yang bisa ia kendalikan, dan kini ia tahu bahwa jodoh itu bukan hanya soal perasaan, tetapi juga soal takdir yang kadang terasa sangat kejam. "Aku pikir, aku dan Haris tidak berjodoh dan malah menikah dengan Andung yang ternyata kekasihmu," ucap Nadin pelan, suaranya serak. Setiap kata yang terucap menambah beban di dadanya, beban yang sudah begitu lama disimpannya.
Mawar, yang kini terbaring lemah di tempat tidur rumah sakit dengan selang oksigen yang membantunya bernafas, menatap Nadin dengan tatapan penuh penyesalan. Bibirnya terasa kering, dan suaranya terdengar lemah ketika ia berkata, "Maafkan aku Nadin, aku tidak tahu Haris adalah pacarmu." Air mata Mawar mulai mengalir pelan, menetes di pipinya yang pucat. Ia merasa begitu bersalah atas semuanya, meski tahu bahwa takdir mereka sudah terlalu rumit dan penuh perasaan yang terpendam.
Di saat itu, keduanya hanya terdiam. Kata-kata yang tak bisa mereka ucapkan lebih banyak daripada yang bisa mereka katakan. Mereka berdua tahu, meskipun telah lama terpisah oleh waktu dan jarak, takdir akhirnya mempertemukan mereka di titik yang penuh penyesalan dan kesakitan. Sebuah pertemuan yang harus mengungkapkan semua luka yang selama ini terpendam di hati mereka.
Mawar terbaring diam, nafasnya semakin berat. Semua rasa sakit dan penyesalan yang telah bertahun-tahun ia simpan kini terasa begitu nyata. Di sampingnya, Nadin duduk dengan tangan terulur, menggenggam tangan Mawar dengan lembut, seakan ingin memberikan sedikit kehangatan dan penghiburan di detik-detik terakhir hidup sahabatnya itu.
Dengan napas yang semakin tersengal, Mawar menoleh ke Nadin, dan meskipun suaranya lemah, ia berusaha untuk berbicara, "Jaga Veltika... dia... dia anak yang baik..." Matanya mulai kehilangan fokus, namun ada sebuah harapan terakhir yang tersisa di sana—harapannya agar Veltika bisa mendapatkan hidup yang lebih baik, jauh dari semua penderitaan yang telah ia alami.
Nadin hanya bisa mengangguk, matanya berkaca-kaca. "Aku akan menjaganya," jawab Nadin, suaranya tergetar, "Aku janji."
Seketika, Mawar menghembuskan nafas terakhirnya. Suasana dalam ruangan menjadi hening, hanya terdengar suara mesin yang menunjukkan denyut kehidupan terakhirnya yang mulai menghilang. Nadin menatap wajah Mawar dengan penuh kesedihan, merasa seolah dunia terhenti sesaat. Sahabat lamanya yang dulu penuh dengan impian dan harapan kini telah pergi, meninggalkan semua kenangan yang begitu rumit dan penuh penyesalan.
Dengan hati yang berat, Nadin mengalihkan pandangannya ke Veltika yang duduk di sudut ruangan. Anak perempuan yang selama ini ia jaga, yang kini mulai menyadari betapa rumit dan pahitnya masa lalu yang menghubungkan keluarganya. Semua yang terjadi kini membebani hati Nadin, namun satu hal yang pasti—ia akan melanjutkan janji yang telah ia buat untuk menjaga Veltika.