Apa hal tergila yang terjadi di hidup Jessica kecuali saat suaminya berselingkuh selama tiga tahun dengan istri Noel, sahabatnya sendiri. Sementara itu di saat dia menyandang status janda cantik berkarir cemerlang, ada beberapa kandidat yang bersedia menggantikan posisi mantan suaminya:
1. Liam, sahabat sekaligus pernah menjadi pacarnya saat kuliah selama dua tahun. Greenflag parah! Jessica belum ngomong aja dia udah paham saking pekanya!
2. Noel, sahabat yang jadi korban sama seperti Jessica. Istrinya diembat suami Jessica loh!! plusnya dia punya anak cantik dan menggemaskan bernama Olivia. Jessica ngefans berat sama nih bocil~♡
3. Ferro, pengusaha kaya raya, tajir melintir, suka sama Jessica dari pandangan pertama. Rela apa aja demi membuat senang Jessica, tentunya dengan uang, uang dan uaaaang ^^
4. Delon, cinta pertama Jessica di saat SMP. Dulu Jessica saat masih aura gerhana diputusin saat lagi bucin-bucinnya. Sekarang tuh cowok balik lagi setelah Jessica punya aura subuh!!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon agen neptunus, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 6: Mantan Menjadi Sahabat
Jessica tak enak hati. Dia sangat takut Delon tersinggung. Ini bukan karena dia masih ada rasa sama lelaki itu tapi karena atas nama empati. Dengan ragu Jessica mengajak Delon untuk minum kopi, setidaknya dia yang mentraktir. Delon tentu saja tak akan menolak. Dengan senang hati dia menerima tawaran itu.
Sekarang mereka berdua duduk di kursi bagian samping supermarket. Tempat itu juga menjual kopi yang dilakukan self service. Dan di atas meja akhirnya ada dua gelas kopi dengan rasa yang berbeda.
“Kamu habis ini balik ke kantor?” tanya Jessica. Pasalnya sekarang kan jam pulang kerja untuk normalnya.
“Ya.”
“Kamu kerja shift?”
“Bukan. Tempat kerjaku masuk jam dua belas siang sampai jam sembilan malam,” jelas Delon.
Jessica ber-oh sambil mengangguk. “Emang … kerja dimana?” tanya Jessica yang semakin penasaran.
“Game developer.”
“Oh, wow!” Jessica lumayan takjub mendengar itu. Yang dia tahu kan Delon itu lelaki malas waktu masih sekolah. Dan, sekarang dia bekerja di bagian pembuatan game. Itu lumayan di luar prediksi.
“Kenapa?” tanya Delon sambil terkekeh pelan.
“Kamu … kerja bagian apa?”
“Eumm.” Delon sedikit ragu untuk menjawab. Alih-alih bersuara dia malah tersenyum masam.
“Oke, gapapa.” Jessica langsung mengangkat tangan tanda Delon tak perlu mengatakan apapun padanya.
Mungkin dia malu dengan jabatannya. Si anak pemalas ini mungkin staf biasa yang disuruh-suruh seniornya untuk membeli minuman ke supermarket, ucap Jessica dalam hati.
Delon masih meringis. “Maaf,” ucapnya malu.
“It’s okay. Itu privacy dan kamu berhak nggak ngasih tahu siapapun,” kata Jessica seraya tersenyum maklum.
“Kamu sendiri kerja dimana, Jess?” Gantian Delon yang bertanya.
“Aku kerja di firma hukum,” jawab Jessica.
Delon mengangguk maklum. Wajar saja si anak pintar di sekolah bekerja di bagian hukum seperti itu. Ia lalu mengambil gelas minumannya dan meneguk kopi americano hingga sisa setengah.
“Kamu nggak buru-buru?” tanya Delon.
“Santai aja, sih. Toh, nggak ada Deon di rumah,” jawab Jessica.
“Deon?”
Jessica terdiam. Dia tidak sengaja menyebut nama mantan suaminya. “Ya … dia mantan suamiku.”
Delon hanya diam. Jessica melirik ekspresi lelaki itu. Susah untuk ditebaknya.
“Namanya hampir sama denganmu,” kata Jessica basa basi.
Delon mengangguk membenarkan. “Ya, hampir mirip.”
Jessica ikut mengangguk-anggukan kepala. “Kantor kamu dimana?” ia mengalihkan pembicaraan.
“Tak jauh dari sini, Jess.”
“Oh, oke.” Jessica seperti sudah kehabisan topik obrolan. Dia mulai menghabiskan kopinya.
“Jess,” panggil Delon yang melihat gelas kopi Jessica sudah kosong.
“Hm?” Jessica menjawab sambil menyeka bibirnya yang ada sisa kopi.
“Boleh aku minta kontakmu?” tanya lelaki itu ragu.
“Of course.” Jessia setuju tanpa mempertimbangkan apapun.
Delon tampak sangat senang lalu mengulurkan HP miliknya agar Jessica bisa mengetik nomornya sendiri.
Ini adalah pertemuan yang lumayan menyenangkan untuk Jessica. Satu hal yang membuatnya puas adalah karena Delon sempat terpana menatapnya di awal berjumpa. Ya, karena untuk sekarang Jessica sudah jauh sangat cantik. Tidak sia-sia dia menghabiskan banyak uang untuk proses kecantikannya.
***
Jessica selesai makan malam sendirian. Niatnya dia ingin menghabiskan waktu menonton film sambil menunggu masker wajahnya selesai. Sambil menyiapkan beberapa cemilan sehat seperti salad sayur, sebentar lagi dia akan bersiap untuk me time.
Ting nong! seseorang datang di waktu yang tidak tepat. Jessica sedikit menggeram karena dia sekarang sudah memakai masker dan piyama, masa harus keluar dengan keadaan seperti ini.
Bel kembali berbunyi yang mana artinya si tamu tidak sabar ingin dibukakan pintu. Jessica segera menuju pintu dan mengintip sedikit dari balik tirai jendela.
“Mobil Liam?” gumamnya lalu buru-buru membuka pintu.
Kalau sama Liam, dia tidak peduli sedang dalam keadaan terjelek sekalipun.
“Jess,” sapa Liam setelah pintu terbuka.
“Ada apa, Liam?” heran Jessica.
“Aku mau menginap disini,” ujarnya.
“Ha–?” Jessica mengerjapkan mata dengan bingung.
Liam langsung tertawa pelan. “Bercanda,” katanya dengan suara tawa renyah.
Jessica hanya mengekeh pelan. Bisa-bisanya dia baru saja hampir percaya dengan ucapan Liam.
“So … mau masuk dulu atau cuma di luar?” tanya Jessica.
“Kalau disini saja, kamu malu gak seumpama orang lain lihat penampilanmu yang sekarang?” Liam balas tanya.
“Owh, gosh!” rutuk Jessica yang baru sadar lalu dengan cepat menarik tangan Liam untuk masuk ke dalam.
Liam tertawa melihat Jessica yang panik. “Heran. Kenapa takut banget orang lain lihat melihatmu dengan keadaan seperti ini,” ucapnya sambil melepaskan jaket dan meletakkan di stand hanger dekat pintu.
“Cukup kamu dan Noel yang bisa melihat aib ini,” ketusnya.
“My pleasure,” ucap Liam dengan nada setengah meledek.
Jessica memutar bola mata dengan malas lalu berjalan menuju ruang televisi diikuti Liam.
“Me time?” tanya Liam setelah melihat “sesajen” di atas meja dekat sofa.
“Yup! Mau ikut nonton?” tawarnya sambil menuangkan jus jeruk ke dalam gelas untuk Liam.
“Aku cuma mampir sebentar,” kata Liam lalu duduk di sofa.
Jessica memberikan segelas jus jeruk padanya. “Thanks,” ucap Liam.
“Memangnya kamu habis darimana?” tanya Jessica lalu duduk di samping Liam dan mulai sibuk dengan remote tv. Ia harus memilih film yang tepat dan menjauhi genre romantis demi kesehatan mentalnya.
“Tadi aku dari rumah Noel,” jawabnya.
Jessica percaya karena memang rumahnya dan Noel searah. “Memang ada acara apaan?”
“Nggak ada. Tadi aku antar Noel pulang setelah ketemu klien.”
“Berduaan?”
Liam mengangguk.
“Oh.” Jessica pikir tak perlu dia interogasi panjang-panjang. “Nah, udah dapat! Kita nonton itu, ya,” ajaknya.
Liam melihat ke tv dan terlihat cover film yang berdarah-darah. “A–aku pikir … harus pulang sekarang,” ujarnya tergagap.
“Loh? Baru juga mampir.”
“I–iya tau, tapi….” Liam melirik ke arah televisi yang masih belum di‐play Jessica filmnya.
Seketika Jessica sadar lalu tertawa terpingkal-pingkal. “Sori, sori, sori. Aku lupa kalau kamu manusia paling anti jumpscare,” ucapnya tanpa menahan tawa.
Liam meringis malu. “Aku bakalan stay disini asalkan jangan film itu. Komedi juga gak masalah sebenarnya,” kata Liam melakukan negosiasi.
“Setuju!”
“Tapi, gapapa kalau aku disini sampai tengah malam?”
“Siapa yang melarang?”
“Ya mungkin kamu risih.”
Jessica tertawa lalu mengibaskan tangannya yang memegang remote tv. “Santai. Yuk, nonton!”
Liam mengangguk. Tapi, sebelum duduk dia harus ke toilet sebentar. “Boleh pinjam toiletnya?”
“Boleh, tapi jangan dibawa pulang,” canda Jessica.
Liam hanya tertawa pelan lalu menuju toilet tamu yang ada di bawah tangga.
Baru beberapa detik Liam pergi, seketika Jessica ingat sesuatu. “Mampus!! Dalamanku ada di toilet sana!”
Dengan gerak cepat Jessica berlari mengejar Liam yang sudah hampir sampai pintu toilet.
“Liam, tunggu!” teriaknya.
“Hm?” Tangan Liam sudah memegang kenop pintu tapi diturunkannya lagi saat Jessica sudah menarik baju bagian belakangnya. “Kenapa, Jess?”
“A–anu—” Jessica meringis bingung. “A–aku masuk dulu, boleh?”
Liam masih bingung.
“Ada yang mau aku amankan,” lanjutnya.
Liam langsung mengerti. Seketika pipinya merona. “O–oke,” canggungnya.
Jessica tertawa canggung dan langsung masuk toilet kemudian menutup dari dalam.
“Fyuuhh! Untunglah,” ucapnya lega karena masih bisa memasukkan dua benda yang melindungi bagian dalam pakaiannya.
Dari kemarin toilet Jessica rusak. Belum sempat memanggil tukang reparasi, makanya dia kalau mau buang air harus ke toilet bawah.
Setelah dirasa aman, Jessica keluar sambil tersenyum lega.
“Udah?” tanya Liam tenang.
“Hm.” Jessica mengangguk. “Silakan masuk,” ujarnya mengekeh.
Liam tersenyum lebar diperlakukan seperti itu.
Saat mereka ingin bertukar posisi dimana Liam masuk dan Jessica keluar, tiba-tiba saja kaki Jessica tersandung kakinya sendiri.
“Aw!!” Jessica hampir jatuh, beruntung tangan Liam dengan sigap menangkap sehingga ia terjatuh di pelukan lelaki itu.
“Ka–kamu gapapa?” tanya Liam dengan gugup dan wajahnya merah sekali. Matanya tanpa sengaja mengintip ke dalam bagian piyama Jessica.
“I–iya. Makasih, Liam.” Jessica buru-buru berdiri lagi.
Perempuan itu merapikan piyamanya dan menyisir rambut dengan jari-jarinya. “Aku … ke sofa dulu.”
“Ya,” jawab Liam yang tak kalah groginya.
Setelah Liam masuk ke dalam toilet, Jessica baru bisa bernapas lega dan memegang dadanya. Jantungnya berdebar lebih cepat dari biasanya.
“Jangan mikir macam-macam, Jess. Liam itu sahabatmu,” gumamnya pada diri sendiri.
***