NovelToon NovelToon
TRAGEDI KASTIL BERDARAH

TRAGEDI KASTIL BERDARAH

Status: sedang berlangsung
Genre:Misteri Kasus yang Tak Terpecahkan
Popularitas:211
Nilai: 5
Nama Author: Doni arda

abella dan sembilan teman dekatnya memutuskan untuk menghabiskan liburan musim dingin di sebuah kastil tua yang terletak jauh di pegunungan. Kastil itu, meskipun indah, menyimpan sejarah kelam yang terlupakan oleh waktu. Dengan dinding batu yang dingin dan jendela-jendela besar yang hanya menyaring sedikit cahaya, suasana kastil itu terasa suram, bahkan saat siang hari.

Malam pertama mereka di kastil terasa normal, penuh tawa dan cerita di sekitar api unggun. Namun, saat tengah malam tiba, suasana berubah. Isabella merasa ada yang aneh, seolah-olah sesuatu atau seseorang mengawasi mereka dari kegelapan. Ia berusaha mengabaikannya, namun semakin malam, perasaan itu semakin kuat. Ketika mereka semua terlelap, terdengar suara-suara aneh dari lorong-lorong kastil yang kosong. Pintu-pintu yang terbuka sendiri, lampu-lampu yang padam tiba-tiba menyala, dan bayangan gelap yang melintas dengan cepat membuat mereka semakin gelisah.

Keesokan harinya, salah satu teman mereka, Elisa, ditemukan t

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Doni arda, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 8: Teror Tanpa Akhir

Lorong yang mereka masuki lebih gelap dari sebelumnya, seolah-olah lampu minyak mereka tidak sanggup mengusir kegelapan yang pekat. Udara di dalam terasa lembap dan berat, membuat setiap napas terasa seperti menghirup kabut tebal. Langkah mereka lambat, dengan setiap suara kecil bergema di sepanjang dinding batu.

“Apakah kalian merasa... kita diawasi?” bisik Maria, suaranya nyaris tenggelam di antara suara langkah mereka.

“Bukan hanya diawasi,” jawab Isabella pelan, matanya tetap waspada. “Seperti... sesuatu ada di sekitar kita.”

“Diam,” Viktor memotong. “Kita tidak perlu memperkeruh suasana.”

Namun ia sendiri terlihat tegang, pandangannya terus melirik ke belakang, memastikan tidak ada yang mengejar mereka.

Ketika mereka melangkah lebih dalam ke lorong, sesuatu yang aneh mulai terjadi. Suara-suara samar mulai terdengar—suara langkah kaki lain, napas berat, dan bisikan-bisikan yang tidak bisa mereka pahami.

“Dengar itu?” tanya Jonathan dengan suara pelan.

Isabella mengangguk. “Seperti... seseorang berbicara. Tapi bahasanya—”

“Bukan bahasa manusia,” potong Maria. Wajahnya kini semakin pucat.

Mereka melanjutkan perjalanan, tetapi lorong yang tampak lurus itu tiba-tiba bercabang menjadi tiga jalur berbeda.

“Peta tidak menunjukkan ini!” seru Jonathan, menatap peta di tangannya dengan frustrasi.

“Karena kastil ini berubah,” jawab Isabella cepat. “Kita tidak bisa mengandalkan peta lagi.”

“Apa kita harus berpisah?” tanya Viktor, meskipun ia sendiri tahu itu ide buruk.

“Tidak!” Isabella menjawab tegas. “Kita tetap bersama. Jika ada yang terpisah... kita tidak akan pernah bertemu lagi.”

Mereka sepakat untuk memilih lorong di tengah, berharap itu adalah keputusan yang benar. Namun semakin jauh mereka melangkah, semakin aneh lorong itu.

Lantai yang tadinya terbuat dari batu kini berubah menjadi kayu tua yang berderit setiap kali mereka menginjaknya. Di dinding, lukisan-lukisan besar tergantung, masing-masing menampilkan wajah-wajah yang tidak dikenal. Mata dari setiap lukisan tampak mengikuti mereka, menatap dengan intensitas yang membuat bulu kuduk mereka meremang.

“Ini tidak mungkin,” gumam Jonathan, berhenti di depan salah satu lukisan. “Aku yakin tadi mata lukisan ini tidak melihat ke arah kita.”

“Jangan terlalu dipikirkan,” kata Viktor, menarik Jonathan untuk terus berjalan. “Fokus pada jalan di depan.”

Namun saat mereka bergerak lebih jauh, mereka menyadari sesuatu yang mengerikan: wajah-wajah di lukisan itu perlahan berubah. Wajah-wajah yang tadinya asing kini menampilkan bayangan wajah mereka sendiri—tetapi dalam kondisi mengerikan. Mata kosong, tubuh berlumuran darah, seolah-olah lukisan itu menggambarkan nasib yang akan mereka alami.

“Ya Tuhan…” bisik Maria, menutup mulutnya dengan tangan.

“Jangan lihat,” perintah Isabella, menggenggam tangan Maria untuk membimbingnya menjauh.

Tiba-tiba, suara tawa menyeramkan menggema di sepanjang lorong, membuat mereka semua membeku di tempat. Suara itu tinggi, nyaring, dan jelas bukan suara manusia.

“Siapa di sana?!” teriak Viktor, suaranya memantul di dinding.

Tidak ada jawaban, hanya tawa yang semakin keras dan mendekat.

“Kita harus lari!” Isabella berteriak, mendorong mereka semua untuk bergerak.

Mereka berlari sekuat tenaga, melewati lorong yang seolah tidak pernah berakhir. Namun langkah mereka terhenti mendadak ketika di depan mereka, sosok tinggi berdiri, tubuhnya kurus kering dengan kulit pucat yang nyaris transparan. Matanya menyala merah, dan mulutnya yang penuh dengan gigi tajam melengkung membentuk senyuman lebar.

Sosok itu tidak bergerak, hanya menatap mereka dengan tatapan yang menusuk hingga ke tulang.

“Balik arah!” Viktor berteriak, berbalik dan menarik Maria bersamanya.

Namun ketika mereka berbalik, lorong yang mereka lalui tadi telah berubah. Kini, mereka dihadapkan pada dinding batu yang tidak ada sebelumnya.

“Kita terjebak!” seru Jonathan, mencoba memukul dinding itu dengan tangannya.

Sosok itu perlahan mendekat, langkahnya menyeret seperti mayat hidup. Isabella mengambil batu besar yang ia temukan di lantai dan melemparkannya ke arah makhluk itu, tetapi batu itu hanya menembus tubuhnya, seolah-olah ia tidak nyata.

“Ini bukan makhluk biasa!” seru Jonathan.

Maria mulai menangis, tubuhnya gemetar ketakutan. “Kita tidak akan selamat dari sini...”

“Jangan bilang begitu!” Isabella membentaknya, mencoba mengumpulkan keberanian. “Selama kita masih bernapas, kita harus melawan!”

Sosok itu berhenti beberapa meter dari mereka. Ia membuka mulutnya yang lebar, dan dari dalamnya keluar suara gemuruh rendah yang perlahan berubah menjadi bisikan-bisikan: “Kalian adalah milik kastil ini. Tidak ada yang keluar hidup-hidup.”

Tiba-tiba, dinding di belakang mereka terbuka dengan sendirinya, memperlihatkan lorong lain yang lebih gelap dan penuh dengan kabut.

“Kita tidak punya pilihan lain!” seru Isabella, menarik kelompok itu ke dalam lorong baru itu.

Mereka berlari masuk, meninggalkan makhluk itu di belakang. Namun, lorong itu terasa seperti labirin. Kabut tebal membuat pandangan mereka terbatas, dan setiap suara langkah mereka bergema seperti ada puluhan orang yang mengikuti mereka.

“Ini jebakan,” kata Viktor dengan napas terengah-engah.

“Semua di sini jebakan!” balas Isabella dengan frustrasi.

Saat mereka terus berlari, Maria tiba-tiba terjatuh dan menjerit kesakitan. Jonathan berbalik untuk membantunya, tetapi ia membeku di tempat.

“Tolong... jangan tinggalkan aku...” Maria memohon, namun suaranya terdengar berbeda.

Ketika Isabella dan Viktor menoleh, mereka melihat Maria yang tersungkur telah berubah. Kulitnya pucat seperti mayat, dan matanya kini kosong seperti boneka.

“Itu bukan Maria...” bisik Jonathan dengan suara gemetar.

Maria—orang yang menyerupai Maria—tersenyum dengan cara yang mengerikan, lalu tertawa dengan suara yang sama seperti tawa yang mereka dengar sebelumnya.

“Lari!” Isabella berteriak lagi, menarik Jonathan dan Viktor menjauh.

Mereka meninggalkan sosok itu di belakang, tetapi tawa Maria terus terdengar, bergema di sepanjang lorong, mengejar mereka. Mereka kini tahu satu hal: kastil ini tidak hanya ingin mereka mati, tetapi juga ingin menghancurkan kewarasan mereka terlebih dahulu.

---

Setelah berlari tanpa arah selama yang terasa seperti berjam-jam, mereka akhirnya menemukan sebuah pintu besar dari kayu tua. Dengan napas tersengal, mereka membuka pintu itu dan menemukan diri mereka di sebuah ruangan besar yang dipenuhi dengan peti-peti tua dan peralatan rumah tangga yang sudah rusak.

“Apakah ini... ruang penyimpanan?” tanya Jonathan, mencoba mengatur napasnya.

“Mungkin,” jawab Isabella, matanya memindai ruangan.

Namun di sudut ruangan, ada sesuatu yang membuatnya berhenti. Sebuah cermin besar, mirip dengan yang mereka temui sebelumnya, berdiri di sana. Permukaannya bergetar, dan dari dalamnya terdengar suara Maria yang memanggil mereka.

“Kita belum selesai...” suara itu berkata, diikuti oleh tawa yang mengerikan.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!