Sudah sepantasnya kalau seorang istri menuntut nafkah pada suaminya. Namun bagaimana jika si suami sendiri yang tidak ada keinginan untuk menunaikan kewajibannya dalam menafkahi keluarga? Inilah yang dialami Hanum Pratiwi, istri dari Faisal Damiri selama 5 tahun terakhir.
Hanum memiliki seorang putra bernama Krisna Permana, yang saat ini masih kuliah di Jurusan Informatika. Tentu saja Hanum masih memerlukan biaya yang cukup banyak untuk biaya pendidikan putranya, ditambah juga untuk biaya hidup mereka sehari-hari. Hanum harus memutar otak untuk memenuhi kebutuhan keluarganya, bahkan seringkali meminjam kepada saudara dan teman-temannya. Beruntung sang anak bersedia membantu menitipkan kue di kantin, yang bisa dijadikan sumber income keluarga. Namun pendapatannya yang tak seberapa itu, hanya cukup untuk transport dan uang saku sang anak, kalaupun ada lebih untuk membeli beras.
Bagaimana Hanum bertahan dalam 5 tahun ini? Apakah kesulitan ini mengharuskannya menyerah? Lalu bagaimana
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ida Nuraeni, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 4 Faras Al Ghiffari
Tengah hari yang cukup terik dimana matahari sedang menampakkan kegarangannya, tak ada seorang pun yang ingin berjalan melalui area terbuka itu. Angin pun tak terlihat bertiup, seolah berpihak dengan garangnya matahari siang ini. Di area parkir motor Kampus 4, beberapa mahasiswa tampak duduk menepi menghindari tatapan matahari, namun tidak dengan seorang pemuda yang berpenampilan kasual. Kemeja polos biru navy dibiarkan tak berkancing melapisi kaos oblong hitam yang pres body. Celana denim warna hitam membalut kedua kakinya yang terlihat lebih panjang. Sorot mata tajamnya memandang sekeliling, tampak mencari seseorang yang ditunggu, sedang ditelinganya menempel handphone yang menunggu panggilan tersambung. Dialah Faras Al Ghiffari, putra semata wayang Hanum dan Faisal.
"Halo, iya gue sudah di parkiran nih" ucap sang pemuda saat panggilannya tersambung.
"...."
"Ya sudah buruan ke sini, jangan lama-lama. Panas banget di sini!" lalu ditutupnya panggilan dan berjalan mencari tempat untuk berteduh.
Sepuluh menit berselang, terlihat dua mahasiswa yang satunya bertubuh kurus kacamata dan yang satunya lagi bertubuh gempal. Mereka sahabat Faras sejak masa orientasi kampus dulu, Ardi yang kurus dan berkacamata, sedang Rizki yang bertubuh gempal. Keduanya berjalan menghampiri Faras sambil menenteng plastik berisi minuman dingin. Diberikannya satu gelas kepada Faras, lalu mereka berjalan menuju motor masing-masing. Tiga motor beriringan keluar dari area parkir kampus, melaju perlahan menuju warteg langganan.
Warteg Bude itulah tujuan makan siang hari ini. Beruntung saat mereka tiba, pengunjung warteg Bude sudah sepi, jadi bisa leluasa menikmati makannya diselingi dengan obrolan singkat.
"Ras, kita jadi berangkat ke Kerinci bulan depan?" tanya Ardi saat selesai makan
"Info dari Dadan sih masih positif. Nih sekarang kami lagi ngecek perlengkapan yang belum ada, supaya bisa disiapkan dari jauh-jauh hari. Kalian jadi ikutan nggak?" tanya Faras menatap keduanya bergantian
"Aku nggak dapat ijin dari Bunda nih. Ayo bantu meyakinkan si Bunda Ras!" pinta Rizki penuh harap.
"Siap nanti kita ngomong bareng-bareng deh" ujar Faras
"Sepertinya semester depan aku ambil cuti kuliah dulu" kata Faras membuat kedua sahabatnya menatap kaget dan penuh tanya.
"Yah kalian tahu sendiri, kalau bokap gue jobless, nyokap gue juga hanya di rumah. Kecuali gue dapat beasiswa full baru bisa tetap lanjut." ujar Faras dengan nada bicara pelan
"Terus rencana Lo selama cuti apa? Sudah ada gambaran belum?" tanya Ardi ikut prihatin
"Terus terang saja belum ada rencana apa-apa. Kalau ada kesempatan untuk bekerja mungkin ambil, coba deh tanya-tanya di Himpunan, siapa tahu bisa tembus" ujar Rizki yang memang aktif di UKM.
"Ok. Nanti malam gue coba cari informasi lengkapnya"
Ada sekitar 30 menit mereka di ngobrol di warteg Bude, dan setelahnya pulang ke rumah masing-masing.
...🌾🌾🌾🌾🌾🌾🌾...
Faras tidak langsung pulang ke rumah, dia berkunjung ke kost-an teman SMA nya yang kebetulan kuliah di kampus yang sama. Di sana ada Dadan yang saat ini sudah masuk semester akhir serta Cakra yang sudah lulus Diploma 3. Faras memang tidak langsung kuliah begitu lulus SMA, karena masih berharap masuk Perguruan Tinggi Negeri. Namun kebijakan lockdown yang berlanjut, menyebabkan dia tidak bisa ikut lagi bimbel atau kursus-kursus untuk persiapan SMPTN. Akhirnya semangat untuk masuk PTN juga menguap begitu saja, sedangkan untuk daftar di PTS sudah ditutup. Dan saat itu memang situasi sang Ayah sedang mencoba ikut tender proyek, sehingga dananya dialokasikan ke biaya tender.
Kost-an terlihat sepi, mungkin karena masih jam tidur siang dan cuacanya cukup panas, jadi tidak terlihat anak-anak kost yang di luar kamar.
"Assalamualaikum.. Anybody home?" Faras mengucapkan salam sambil mengetuk pintu paviliun yang ditempati Dadan dan Cakra.
"Wa'alaykumsalam. Masuk Ras, tanggung nih lagi nyuci akuarium dulu" jawab Dadan tanpa keluar.
"Lah Arwananya mana?"
"Arwananya sakit, banyak jamur di tubuhnya terus pada lecet juga, sepertinya sudah sekarat juga. Ya sudah aku lepas saja di sungai belakang rumah"
"Terus mau ganti ikan apa?"
"Palingan Ikan Cana sama Gufi saja lah. Isi beberapa di akuarium ini biar kelihatan banyak"
Sekarang keduanya rebahan di karpet yang ada di ruang tamu, sambil tangannya fokus dengan handphone masing-masing.
"Sudah fix kau ambil cuti kuliah semester depan?" tanya Dadan
"Jadi. Ambo nggak tega lihat mamak yang kebingungan setiap hari. Lah kemarin ajo dak kate duit buat beli beras, cak mano hendak bayar UKT. Selama Bapak masih nggak kerja, susah lah memenuhi biaya kami." faras menjawab tanpa mengalihkan pandangan dari handphone.
"Apo Bapak kau itu nggak mau balik Linggau, mroyek di sano lagi?"
"Bukan masalah mau dan tidak, tapi modal untuk proyek nggak ada. Kecuali ada yang modalin, mungkin baru bisa. Tapi kan sekarang sudah ganti pejabatnya juga di sana, pasti beda lagi kebijakannya. Kecuali kita ada kenal orang dalam di pemerintah yang sekarang"
Memang sebelumnya Faisal sekeluarga tinggal di Lubuk Linggau. Karena ada teman yang punya jabatan di pemerintahan, sehingga dia bisa mengikuti tender proyek pemerintah. Karena pergantian Bupati sekaligus pandemi, mulai sulit untuk dapat tender lagi. Itulah yang membuat keluarganya pindah ke Bengkulu, mencoba peruntungan yang baru.
"Iyo nian. Kau cubo cari peluang kerjo disini, ndak apo meski part time yang penting menghasilkan."
"Ya inginnya begitu, tapi tengoklah Cakra yang sudah punya ijazah saja masih susah dapat kerjoan, apalagi ambo yang masih kuliah belum kelar"
"Ya semoga saja ada rejekinya bae, yang penting usaha dan berdoa"
"oh Iyo rencana mendaki ke Kerinci itu jadinya pas awal libur semester saja. Kalau kita tunda lagi, nanti keburu banyak yang mendaki. Kalau terlalu ramai itu nggak asyik lagi perjalanannya."
"Jadi. Kita booking travelnya 3 hari sebelum berangkat saja, langsung tiket PP biar lebih efektif. Cuma si Rizki yang belum pasti ikut apo Idak, belum dapat restu mamak caknyo"
"Kita tunggu bae 1 minggu lagi, kan masih ada jeda 2 minggu menuju pemberangkatan"
Keduanya lalu terdiam, tanpa obrolan lagi. Masing-masing fokus dengan handphone sampai tanpa disadari mereka mulai tenggelam ke alam mimpi. Faras yang memang lelah karena banyak fikiran, nampak gelisah dalam tidurnya. Belum sampai 1 jam tidur, Faras sudah terbangun lagi. Dia melihat jam di handphone, menunjukkan angka 16:15. Dia bergegas ke kamar mandi, mengambil wudhu karena sudah masuk waktu ashar. dia masih punya tugas lain untuk mengambil tempat kue di kantin kampusnya.
Faras memang menyuruh ibunya untuk membuat kue yang akan dititipkan di kantin. Saat mengajukan test food, dari 3 jenis keu hanya 1 yang lolos, karena yang 2 jenis kue lainnya sudah ada yang menitip. Jadi dia setiap jam 7 pagi mengantar kue dan sore hari jam 17:00 mengambil tempat sekaligus menghitung yang tersisa. Uang jajan dan uang bensinnya sebulan ini dicukupi dari penjualan kue itu. Dia berfikir kalau ada lagi yang bisa dititipkan mungkin hasilnya akan lebih banyak lagi. Dia sudah mensurvei jajanan yang hits di kalangan mahasiswa namun yang belum dijual di kantin. Tak lupa dia juga konfirmasi dengan penjaga kantin untuk memastikan hasil temuannya.
Faras sudah menyampaikan idenya pada sang Ibu, tinggal menunggu dibuatkan untuk test food nya terlebih dahulu.
Faras sangat memahami kesulitan sang ibu, sehingga dia tidak pernah mengeluh apapun, apalagi yang berkaitan perkuliahan. Biarlah dia selesaikan sendiri, kecuali memang memerlukan keterlibatan orang tua. Dia sudah menghubungi wali dosennya perihal pengajuan cuti kuliah, dan mencoba mencari jalur-jalur beasiswa jika masih memungkinkan, namun hingga saat ini masih belum ada informasi.