"Seharusnya aku tahu, kalau sejak awal kamu hanya menganggap pernikahan ini hanya pernikahan kontrak tanpa ada rasa didalamnya. Lalu kenapa harus ada benihmu didalam rahimku?"
Indira tidak pernah mengira, bahwa pada suatu hari dia akan mendapatkan lamaran perjodohan, untuk menikah dengan pria yang bernama Juno Bastian. Indira yang memang sudah jatuh cinta pada pandangan pertama dengan Juno, langsung setuju menikah dengan lelaki itu. Akan tetapi, tidak dengan Juno yang sama sekali tidak memiliki perasaan apapun terhadap Indira. Dia mengubah pernikahan itu menjadi pernikahan kontrak dengan memaksa Indira menandatangani surat persetujuan perceraian untuk dua tahun kemudian.
Dua tahun berlalu, Indira dinyatakan positif hamil dan dia berharap dengan kehamilannya ini, akan membuat Juno urung bercerai dengannya. Namun takdir berkata lain, ketika kehadiran masa lalu Juno yang juga sedang hamil anaknya, sudah mengubah segalanya.
Apa yang akan terjadi pada rumah tangganya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Irma Kirana, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 31. Bukti nyata perselingkuhan
"Hilman nggak bilang apa-apa. Makanya aku tanya sama kamu," ucap Dikta dengan wajah gelisah yang masih tampak jelas itu.
"Mas mau tau alasannya?" tanya Indira seraya mengindari tatapan mata Dikta padanya.
"Kalau kamu mau kasih tahu aku, aku akan sangat senang Indira."
Dikta memberanikan diri untuk mengatakannya, meskipun dia sebenarnya malu bicara begini. Tapi, rasa penasaran yang mencekik hatinya, tak bisa dia tahan. Dia sungguh penasaran, dengan alasan Indira kembali ke Indonesia. Apakah benar, karena wanita ini akan pergi kembali bersama dengan suaminya?
"Aku ke sana untuk mengurus perceraianku dan mas Juno, di pengadilan agama Jakarta. Agar semuanya lebih muda diproses," jawaban Indira membuat Dikta tersentak kaget, perlahan rasa penasaran dan gelisahnya itu menghilang. Berganti dengan rasa yang aneh didalam dirinya, yaitu rasa bahagia. Dikta bahagia mendengar berita perceraian itu, bahkan tanpa sadar bibirnya membentuk senyuman tipis yang hampir tak terlihat.
Pipinya kontan memerah, matanya yang tadi sayu kini berubah menjadi semangat. Memperlihatkan bahwa dia sangat bahagia dengan berita tersebut. Jadi, Indira sudah mengambil keputusan tentang kehidupan rumah tangganya dan Juno. Bahwa dia tidak akan berlanjut lagi dengan pria yang sudah menyakiti hatinya.
"Ka-kamu serius mau bercerai?" tanya Dikta seraya menatap lekat pada Indira.
"Iya. Lagipula apalagi yang bisa aku harapkan dari Mas Juno? Aku juga nggak rela kalau harus dimadu. Nasib mental Devan bagaimana? Sebenarnya aku lebih bahagia seperti ini, sendiri mengurus Devan. Walaupun sebenarnya aku tidak tahu bagaimana isi hati Devan, karena selama ini Devan ingin memiliki seorang ayah."
Selama ini, Indira bukannya tidak paham dengan apa yang diinginkan oleh Devan. Tapi, dia juga perlu memikirkan mentalnya sendiri dan mental Devan. Dia tidak mau kalau sampai Devan terluka oleh Sheila atau siapapun yang berhubungan dengan Juno. Maka perceraian adalah pilihan yang terbaik.
"Tapi, Devan juga ingin kamu bahagia Indira. Dia pasti akan sedih, kalau kamu tetap bertahan dengan papanya dan kamu menderita," tutur Dikta sambil tersenyum tipis. Indira mengganggukan kepalanya dan membenarkan perkataan Dikta.
"Jadi, kapan kamu dan Devan akan pergi ke Jakarta?" tanya Dikta.
"Insya Allah setelah Devan libur semester Mas. Mungkin setelah ini aku dan Devan akan menetap di Jakarta," jelas Indira.
Dikta terlihat menghela napas. Jika bisa dia ingin menyusul Indira dan Devan ke Indonesia, kalian menetap di sana.
"Oke. Aku harap aku bisa menyusul kamu dan Devan kesana Indira! Tapi, pekerjaanku di sini..."
"Tidak usah memaksakan Mas, aku tahu kalau mas sibuk. Do'akan saja aku dan Devan, agar kami selalu baik-baik saja."
"Aku pasti akan selalu mendoakan kalian berdua."
'Aku juga berdoa agar proses perceraian kamu dan suami kamu berjalan dengan lancar' sambung Devan dalam hatinya.
Indira berterima kasih atas doa yang di berikan oleh Dikta untuknya dan Devan. Dalam hati, dia merasa bersedih karena harus berpisah dengan Dikta.
****
Sheila dan Juno kini berada didalam hotel tempat Juno menginap. Sheila terus mengejar suaminya dan berusaha untuk menjelaskan segalanya. Lebih tepatnya berusaha untuk mengelak, bukan untuk menjelaskan.
"Juno, foto-foto itu tidak seperti apa yang kamu pikirkan. Itu pasti palsu, pasti itulah seorang haters yang tidak suka sama aku!" kata Sheila.
Juno muak, dan seandainya Sheila tahu siapa yang sudah mengirim foto tersebut. Dia tidak akan mengatakan foto itu dikirim oleh seorang haters. Melainkan oleh teman baik Juno.
"Aku memang mencintai kamu Shei, tapi bukan berarti aku menutup fakta tentang kamu." Pria itu kecewa dengan Sheila, apalagi setelah dia mendengar dari orang suruhannya bahwa Sheila tidur satu kamar dengan seorang pria yang tidak ia tahu siapa.
"Jun, dengerin aku dulu! Aku nggak-"
"Cukup Shei! Foto itu, sudah menjadi bukti nyata perselingkuhan kamu. Dan kamu tahu kan? Kalau kamu sudah pernah menghianati aku sebelumnya, dan aku maafkan."
Nafas Sheila terdekat saat mendengar kalimat demi kalimat yang dikatakan oleh Juno padanya yang seakan mencekik lehernya.
"Tapi... untuk kali ini, aku sulit memaafkan kamu!"
****
penyesalan mu lagi otw juno