"ABANG HATI-HATI!!!" teriak seorang anak kecil menarik tangan Arrazi yang berdiri diatas pagar jembatan. Hingga keduanya terjatuh di alas jembatan yang berbahan beton.
"Aduh!" rintih gadis kecil yang badannya tertindih oleh Arrazi yang ukuran badannya lebih besar dan berat dari badan kecilnya. Laki-laki itu langsung bangun dan membantu si gadis kecil untuk bangun.
Setelah keduanya berdiri, si gadis kecil malah mengomel.
"Jangan berdiri di sana Bang, bahaya! Abang emang mau jatuh ke sungai, terus di makan buaya? Kalo Abang mati gimana? Kasian Mami Papinya Abang, nanti mereka sedih." omel gadis kecil itu dengan khawatir.
Menghiraukan omelan gadis kecil di depannya, Arrazi menjatuhkan pantatnya di atas jembatan, lalu menangis dengan menekukan kedua kaki dan tangannya menutupi wajah.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Icut Manis, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
EPISODE 4 : KOAS - KAOS
Benar saja feeling Daniah, sikap Arrazi semakin pedas, ketus dan sarkas singgah di telinganya kala berbicara dengan Arrazi. Di tambah dengan sikapnya yang dingin. Padahal ini baru 3 hari semenjak kejadian di ruang IGD itu.
Tapi bagi Daniah 5 hari itu bagaikan 5000 tahun dan sangat berat ia rasakan. Apalagi Arrazi menambahkan job desk untuk Daniah dan lembur di setiap harinya untuk berjaga bangsal.
Bahkan di hari minggu ini saja ia tetap harus masuk. Beruntung hanya setengah hari. Jadi, Daniah masih bisa refreshing di sisi harinya. Setelah menyelesaikan pekerjaanya, Daniah kembali pulang ke rumah dengan ojek online yang sudah di pesannya.
"Kak Daniah Ha....na......?" ucap Bapak ojol terbata mengucap nama panjang Daniah, saat ia berhenti tepat di hadapan Daniah.
"Daniah Hanania Eqbal, Pak." ujar Daniah menyebut nama panjangnya. Bapak ojol itu ngenyir dan memberikan helm kepada Daniah.
Daniah menerima helm yang di berikan Bapak ojol, kemudian ia naik di belakangnya.
"Habis jenguk, Kak?" tanya Bapak ojol yang Daniah tau namanya itu Esad dari aplikasi.
Pak Esad memulai obrolan saat motor sudah melaju.
"Bukan Pak. Lagi koas."
"Kakak jualan kaos di RS?"
Pertanyaan itu membuat Daniah mengerutkan keningnya.
"*Kaos? Emang gue tadi jawab kaos apa koas sih?" batin Daniah, malah lupa dengan apa yang diucapkannya*.
"Baru dengar saya ada yang jualan kaos di RS, oh atau pesenan ya Kak?" ujar Pak Esad heran, namun menjawab keheranannya sendiri. Si Bapak masih berpikiran kalau Daniah menjual kaos.
Memang sih sangat mirip kata kaos dan koas, hanya urutan hurufnya yang berbeda juga artinya. Karena sudah capek dan pusing dengan hidupnya akhir-akhir ini, Daniah memilih untuk mengiyakan saja apa kata si Bapak ojol.
Sepertinya jualan kaos memang lebih mudah daripada menjalankan koas. Apalagi harus berhadapan dengan Dokter buas. Motor sudah berhenti tepat di depan gerbang rumah Daniah. Ia turun dan mengembalikan helm, Daniah tidak perlu membayar dengan uang tunai, karena ia sudah membayar dengan e-commerce yang otomatis ada di aplikasi.
"Makasih, Pak."
"Sama-sama Kak."
"Eh Kak, tunggu." panggil Pak Esad menghentikan langkah Daniah, lalu Daniah memutar badan.
"Tenang Pak, saya akan kasih bintang 5 kok." ujar Daniah langsung menjawab sebelum si Bapak mengatakan keperluannya. Karena memang sudah menjadi rahasia umum, para ojek online meminta bintang 5, setelah tugas mereka mengantarkan penumpang sampai di tujuan.
"Bukan itu Kak. Saya cuma mau nawarin kerja sama......"
"Kerja sama?" tanya Daniah menginterupsi kalimat yang belum di selesaikan oleh Pak Esad.
Karena ia kaget tiba-tiba Bapak Esad mengajaknya kerja sama. Kerja sama apa? Jadi pengemudi ojek online? Mana boleh sama Papi. Yang ada Papinya justru akan dengan sombongnya mengatakan '*Ngapain kamu mau jadi supir ojek online? Kalo kamu mau beli perusahaannya pun Papi sanggup Nia, beliin buat kamu*!'
"Iya Kak. Barangkali Kakak mau pesan kaos dari konversi saya, bisa hubungi saya Kak."
"........"
Daniah masih loading.
"Ini kartu nama saya." lanjut Pak Esad memberikan kartu nama yang ia ambil dari saku jaket hijaunya.
Daniah baru konek, ia ber-oh, mulutnya berbentuk bulat. Sepertinya si Bapak benar-benar mengira kalau Daniah menjual kaos di RS.
"Baik Pak. Makasih." ujar Daniah menerima kartu nama itu.
"Cahaya Abadi Konversi." ucap Daniah membaca nama konversi yang tertera di kartu nama.
"Iya. Cahaya Abadi itu nama anak saya, Kak. Saya jadiin nama konversi biar jadi doa juga." ujar Pak Esad menjelaskan.
"*Nggak nanya Bambang, Eh namanya kan Esad bukan Bambang." ucap Daniah dalam hati*.
Beda di hati, beda di mulut.
"Amin...Oya, Kakak bisa hubungi nomor di situ kalau mau pesan. Barang di jamin ori dan tidak mengecewakan. Minimal pemesanan satu lusin. Kalau lebih ada potongan harga." ujar Pak Esad mempromosikan. Daniah hanya mengangguk sambil tersenyum.
Setelah Bapak Esad pergi. Daniah menyimpan kartu nama itu di tasnya. Kemudian membuka gerbang rumah. lalu masuk.
"Mi, Nia mau jualan kaos ajalah. Dah capek nge-koas." ucap Daniah saat datang menghampiri Maminya yang sedang mengadoni brownies coklat kesukaannya di dapur.
***
"Nia, kata Mami kamu mau jualan kaos?" tanya Dhiau setelah menyelesaikan makannya. Sedangkan Daniah masih makan, karena nasi dan lauknya belum habis.
Makan malam kali ini ada Daniah, Fadillah dan kedua orangtuanya. Sedangkan Atha sedang ada proyek di Lombok selama 2 minggu dan ini sudah hari ke-4 Atha berada disana.
"Iya kayaknya. Enakan jualan kaos aja deh Pi, daripada nge-koas." ceplos Daniah. Kembali memasukkan nasi ke dalam mulutnya.
"Ya nggak banting stir juga Nia. Tetap jadi Dokter. Nah, jualan kaos itu sebagai usaha sampingan aja." ujar Dhiau, sang Papi memberi saran.
Memang otak Papinya itu berisi bisnis, bisnis dan bisnis. Tak heran kalau sekarang is sukses menjalankan beberapa bisnis, dari bisnis keluarga yang turun temurun, hingga bisnis yang di rintisnya sendiri. Hal itu menurun ke Atha yang juga sekarang sedang menjalankan proyek dari rintisan kecil-kecilan bersama teman-temannya.
"Duuuhhh bisa stress aku Pi."
"Terus mau jualan kaos aja nih? Katanya mau jadi Dokter biar bisa ngobatin Papi Mami kalau sakit." ujar Dhiau menyebut alasan yang pernah Daniah sampaikan waktu kecil mengenai cita-citanya untuk menjadi Dokter.
Sedangkan Faiza hanya menyimak obrolan suami dan anaknya itu sambil makan. Juga Fadillah, ia malah sibuk menyingkirkan sayur dari piringnya ke mangkok. Anak itu memang tidak suka sayur. Tapi saat ditanya mau makan apa, jawabannya mau sayur sop.
"Entahlah Pi. Mumet aku."
"Lama-lama Papi telen kamu Nia, terus Papi lepehin lagi biar jadi makhluk baru."
"Uhuk!" Daniah tersedak nasi yang sedang di kunyahnya mendengar ucapan sang Papi.
Faiza membantu Daniah dengan menuangkan air putih ke gelas lalu memberikannya kepada Daniah, Daniah meneriman gelas itu dan minum air hingga tandas.
"Pi, bercandanya nggak gitu, ah. Kasian Nia, keselek tuh jadinya." tegur Faiza.
"Ya maaf, Sayang. Lagian si Nia nya ada-ada aja. Masa mau berhenti di tengah jalan begiti. Padahal tinggal sedikit lagi bakal jadi Dokter." ujar Dhiau dengan kesal.
"Pecat aja Pi, Kakak dari anak Papi." ceplos Fadillah.
"Bocil diam!" ketus Daniah, ia melotot ke arah Fadillah yang dipeloti malah acuh.
Ini nih yang membuat Daniah gemas dengan Fadillah, bocah 7 tahun yang memupuskan kebahagian Daniah 15 menjadi anak perempuan satu-satunya di keluarga Eqbal, tanpa ada yang mengusik dan mengalihkan perhatian kedua orangtuanya.
Saat Faiza mengandung Fadilla kemudian melahirkannya, Daniah merasa kasih sayang dan perhatian kedua orantuanya terbagi kepada Fadillah. Ia sempat cemburu saat itu. Namun lama-lama di beri pengertian dan orangtuanya berusaha untuk bersikap adil terhadap ketiga anaknya.
Akhirnya Daniah luluh juga. Tapi tetap saja, di beberapa kesempatan Daniah merasa cemburu juga dengan Adiknya itu. Bagimana dengan Atha? Tentunya Atha lebih bijak dan bersikap dewasa.
Meskipun sering menangisi kedua Adiknya. Tapi Atha selalu menjadi Abang yang penyayang dan melindungi Adik-Adiknya dengan caranya.
"Nggak Pi. Nia nggak mau berhenti di tengah jalan. Ini Nia lagi mumet aja. Tenang aja Pi, Nia bakal beneran jadi Dokter kok." ujar Daniah sambil ngenyir ala iklan pasti gigi. Lebar, selebar jala buat nyari ikan.
Ia mencoba meredakan kekesalan Papi kepada dirinya. Bisa bahaya kalau Papi ngamuk. Lagi pula mana mungkin Daniah menyerah saat ia telah berjuang mati-matian untuk lulus jadi mahasiswi kedokteran. Kemudian tinggal melanjutkan koas dan beberapa tahap lagi untuk mencapai cita-citanya menjadi Dokter.
ha..ha...ha