Yaya_ gadis ceria dengan sejuta rahasia.
Ia selalu mengejar Gavin di sekolah,
tapi Gavin sangat dingin padanya.
Semua orang di sekolah mengenalnya sebagai gadis tidak tahu malu yang terus mengemis-ngemis cinta pada Gavin. Namun mereka tidak tahu kalau sebenarnya itu hanya topengnya untuk menutupi segala kepahitan dalam hidupnya.
Ketika dokter Laska memvonisnya kanker otak, semuanya memburuk.
Apakah Yaya akan terus bertahan hidup dengan semua masalah yang ia hadapi?
Bagaimana kalau Gavin ternyata
menyukainya juga tapi terlambat mengatakannya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mae_jer, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 34
Yaya keluar dari ruang kepala sekolah dengan wajah tertunduk. Lebih dari tiga puluh menit ia di interogasi dalam ruangan tersebut bersama Sara yang sudah siuman, keadaannya sudah cukup membaik. Tapi tentu saja gadis itu terus berakting lemah didepan para guru. Di pikir Yaya tidak tahu apa. Kelakuan liciknya terlalu jelas di mata Yaya.
Perlu diketahui, yang ada di dalam ruangan kepala sekolah tadi bukan hanya kepala sekolah dan dua cewek yang membuat masalah itu, tapi ada wali kelas Yaya, wali kelas Sara, guru BK dan kepala sekolah tentu saja. Yaya tidak melihat papanya, pasti sudah pulang. Hah! Memang lebih baik pria tua itu pulang. Karena sekalipun dia ada di sini, yang dia bela pasti Sara.
Kesimpulan terakhir yang di ambil para guru adalah Yaya diskors selama seminggu. Semua guru di dalam tadi berbondong-bondong menyerangnya. Hanya kepala sekolah saja yang sepertinya bersikap netral, tidak membela siapa-siapa. Tapi karena memang Yaya yang salah karena mulai duluan, kepala sekolah pun tidak dapat berbuat apa-apa. Akhirnya gadis itu tetap kena skors.
Yaya tersenyum miring, ia tidak peduli di hukum seperti apa, yang penting dia sudah puas setelah menyerang Sara tadi. Gadis itu lalu keluar dari ruangan kepala sekolah dengan puas. Yah, ia puas membuat Sara babak belur dengan tangannya sendiri tidak peduli apapun hukumannya.
Setelah sampai di luar, ia berhenti melangkah lalu mengangkat wajahnya melirik Savaro yang sedang bersandar di tembok dengan kedua tangan terlipat di dada. Gadis itu tersenyum tipis. Ternyata sih kakak kelas tidak berbohong saat berjanji akan menunggunya tadi.
"Udah?" tanya Savaro ketika menyadari kehadiran Yaya. Gadis itu mengangguk pelan. Savaro melirik sebentar ke Sara yang berjalan di belakang Yaya. Gadis itu berjalan melewati Yaya dan berhenti didepan cowok itu, tak lupa memasang raut wajah senangnya.
"Sav, sorry pertandingannya jadi kacau tadi, gara-gara gue." ucapnya minta maaf. Sengaja menunjukkan raut bersalahnya. Savaro hanya menatapnya datar. Sara melirik Yaya sebentar dengan senyum sinisnya kemudian kembali bicara pada Savaro.
"Jangan marahin Yaya yah. Tadi emang gue yang salah. Gue nggak sengaja mecahin vas bunga kesayangannya di rumah, jadi dia ngamuknya di sekolah." Sara menatap Yaya lagi dengan senyum palsunya membuat gadis itu tercengang. Hebat, hebat sekali saudari tirinya ini. Kenapa tidak jadi artis saja?
Savaro tersenyum singkat terkesan sinis. Dasar bodoh, kalau mau bohong cari alasan yang bisa di percaya dong, jangan konyol begitu. Kelihatan kan begonya. Lagian siapa juga yang mau marah sama Yaya? Tidak lihat apa sikapnya selembut ini ke gadis itu. Pandangan Savaro berpindah ke wajah Sara, lebam-lebam akibat serangan Yaya itu ada hampir di seluruh wajahnya. Hebat juga sih Yaya, batinnya. Entah apa yang membuat Sara di serang seperti itu, tapi Savaro yakin pasti ada alasannya. Yaya tidak akan melakukan sesuatu yang nekat seperti itu tanpa alasan. Apalagi Sara ini otaknya memang kemungkinan besar tidak lurus-lurus amat. Buktinya ia sudah kedapatan berbohong beberapa kali oleh Savaro.
"Wajah lo masih sakit?" tanya Savaro tapi bukan karena khawatir. Hanya sekedar basa-basi karena tidak tahu mau bicara apa lagi pada cewek itu. Sara tersenyum senang. Ia salah mengartikan maksud pertanyaan pria itu.
"Sakit sih, tapi masih bisa di tahan kok." jawabnya.
"Lo bisa anterin gue pulang nggak?" ia balas bertanya penuh percaya diri.
Savaro tersenyum singkat. Ia maju mendekati Yaya, merangkul gadis itu dan menatap Sara lagi dengan penuh percaya diri.
"Sorry, gue harus temenin tuan putri gue." ucapnya. Yaya balas menatapnya bingung. Baru kali ini ada yang memanggilnya tuan putri. Tapi ia langsung peka. Sepertinya Savaro memang sengaja mau bilang begitu didepan Sara. Lihat saja wajah tuh cewek yang cemburu abis. Yaya tersenyum penuh kemenangan. Ia malah tambah memanas-manasi Sara dengan membalas rangkulan Savaro. Tak lupa memeletkan lidah ke saudari tirinya tersebut.
Mereka lalu pergi dari situ, meninggalkan Sara yang cemburu setengah mati. Gadis itu membanting-banting kakinya kesal. Yaya sialan. Makinya dalam hati. Ia sungguh malu. Ia ingat dirinya pernah bilang ke Savaro kalau Yaya itu adik angkatnya. Bagaimana kalau Yaya cerita yang sebenarnya? Bisa-bisa ia tidak akan pernah bisa menjadi pacarnya Savaro lagi. Dia takut pria itu menganggapnya sebagai seorang pembohong. Lucunya adalah, Sara sama sekali tidak tahu kalau nama baiknya didepan seorang Savaro sudah jatuh.